1 Syawal, 23 atau 24 Oktober?
Wed 18 October 2006 | Puasa > Idul Fithr |
Pertanyaan :
Assalamuallaikum Wr. Wb.
Pak Ustadz, kapan 1 Syawal di Indonesia? Sepertinya ada yang tanggal 23 dan 24 Oktober, yang mana yang harus masyarakat ikuti?
Wassalamuallaikum Wr. Wb.
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sejak masa nabi SAW hingga kini 1400 tahun kemudian, tata aturan dalam menentukan awal bulan qamariyah tidak pernah berubah, yaitu dengan melihat hilal (bulan sabit di awal bulan). Hal ini sebagaimana sabda nabi SAW:
Dari Ibnu Umar ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Bila kalian lihat hilal, maka berpuasalah. Dan bila kamu melihat hilal maka berLebaranlah. Tapi kalau tidak nampak oleh kalian, maka kadarkanlah (hitunglah)." (HR Muttafaq 'alaihi)
Dalam riwayat Muslim: Maka hitunglah 30 hari. Dalam riwayat Bukhari: Lengkapi hitungan bulan Sya'ban menjadi 30 hari.
Maka sepanjang hidup nabi SAW bersama Ramadhan, jadwal puasa dan Lebarannya ditentukan dari terlihat atau tidaknya hilal. Bila hilal nampak, mana mereka mulai puasa dan Lebaran. Sebaliknya, bila hilal tidak nampak, puasa atau Lebaran ditunda sehari lagi. Maka bulan Sya'ban digenapkan jadi 30 hari atau Ramadhan digenapkan jadi 30 hari.
Sepeninggal nabi SAW, para Khalifah Rasyidah tidak pernah mengubahnya. Demikian juga dengan para khalifah Islam sepanjang zaman, baik di masa khilafah Bani Umayyah di Damaskus, atau para khalifah Bani Abbasiyah di Baghdad, atau Khilafah Bani Umayyah kedua di Andalusia hingga khilafah yang terakhir, Bani Utsmaniyah di Istambul. Bahkan hingga hari ini.
Sementara ilmu hisab sudah sejak dulu dikenal manusia, bahkan di masa nabi hidup, ilmu hisab sudah berkembang. Akan tetapi nabi SAW tidak pernah menyinggung masalah awal Ramadhan dan awal Syawwal dengan menggunakan ilmu hisab. Apalagi memerintahkannya. Maka sudah menjadi ijma' di antara para ulama salaf dan khalaf tentang keharusan melakukan ru'yatul hilal (melihat bulan), bukan dengan ilmu hisab.
Namun bukan berarti ilmu hisab tidak punya tempat. Dalam syariah Islam, ilmu hisab tetap punya tempat, bahkan sangat penting. Jauh lebih penting dari sekedar menetapkan awal Ramadhan dan Syawwal. Ilmu hisab sangat berguna untuk menetapkan jadwal shalat 5 waktu. Meski hadits nabi SAW telah menetapkan jadwal shalat berdasarkan peredaran matahari, namun ilmu hisab tidak bisa tergantikan peranannnya. Semua umat Islam sedunia dipastikan mengandalkan ilmu hisab untuk menetapkan jadwal shalat. Tidak ada lagi yang tiap mau shalat keluar dulu melihat matahari atau mega merah.
Misalnya, dalam hadits ditetapkan bahwa waktu Dzhuhur dimulai saat matahari sedikit bergeser ke barat setelah sebelumnya tepat berada di atas kepala kita. Para ulama mengistilahkannya dengan waktu zawal. Dalam prakteknya, pasti kita kesulitan bila tiap mau shalat Dzhuhur, kita harus ke luar rumah sekedar untuk memastian apakah matahari sudah zawal atau belum. Cukuplah kita berpatokan dengan ilmu hisab, yang telah bisa memastikan pada menit keberapa zawal akan terjadi.
Apalagi nabi SAW tidak pernah secara khusus memerintahkan untuk melihat matahari dulu sebelum shalat. Jadi tidak ada perintah khusus untuk 'melihat'. Sehingga tanpa melihat, asalkan kita bisa pastikan posisi matahari lewat pengamatan gerak-gerik matahari sebelumnya (imu hisab), maka sudah cukup buat kita.
Namun khusus untuk penetapan awal bulan qamariyah, metode hisab tidak bisa dijadikan ukuran. Mengapa? Bukankah hisab itu sangat akurat dan hasilnya bisa pasti?

KAMU SEDANG MEMBACA
ملخص الفقه الإسلامي {٤} - كتاب أحكام الصيام ✓
Spiritualitéبِسْــــــــــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم الحمدلله وكفى، وسلام على عباده الذين اصطفى. وبعد... Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT. Salawat dan salam kepada nabi Muhammad Saw. Fiqih sangat penting bagi kehidupan umat Islam. Karena...