Sakit Yang Membolehkan Berbuka
by : Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Sat 17 May 2014Dalam tahapan pensyariatan puasa, pada mulanya puasa yang Ramadhan yang diwajibkan oleh Allah SWT melalui QS. Al-Baqarah: 183 masih bersift flexibel, dimana kaum muslimin pada waktu itu masih diberikan pilihan untuk berpuasa atau berbuka, hingga akhirnya Allah menurunkan firmanNya:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
"Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu" (QS. Al-Baqarah: 184)
Maka mulai saat itu, tidak ada pilihan lain bagi kaum muslimin kecuali berpuasa. Namun Allah tetap menyisakan kemudahan bagi mereka yang sakit, dalam perjalanan atau orang yang sudah lanjut usia untuk berbuka, sedang untuk kaum ibu yang sedang hamil dan menyusui pada akhirnya status mereka akan diikutsertakan hukumnya dengan salah satu dari tiga keadaan sebelumnya, sesuai dengan perbedaan para ulama yang ada.
Kebolehan berbuka bagi mereka yang sakit didasarkan pada QS. Al-Baqarah: 185 yangberbunyi:
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
"dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain"
Kata sakit dalam bahasa Arab sering diartikan oleh para ulama dengan segala hal yang membuat manusia keluar dari batas kesehatan karena suatu penyakit [كُل مَا خَرَجَ بِهِ الإْنْسَانُ عَنْ حَدِّ الصِّحَّةِ مِنْ عِلَّةٍ], atas dasar inilah sebagian ulama -khususnya dari kalangan zhahiri- meyakini bahwa semua jenis penyakit yang dirasa ada pada diri seseorang dibolehkan baginya untuk berbuka.
Hal ini seperti pendapatnya Ibnu Sirin seorang tabi'in yang kala itu berbuka dibulan Ramadhan, lalu beliau ditanya atas dasar apa beliau berbuka, dijawab oleh Ibnu Sirin: sungguh jempol tanganku sedang sakit [إِنَّهُ وَجِعَتْ أُصْبُعِي هَذِهِ].
Namun pendapat ini dinilai lemah oleh mayoritas ulama, mengingat bahwa hampir atau bahkan semua manusia dimuka bumi ini pasti mempunyai penyakit, baik sedikit maupun banyak, kecil ataupun besar, ringan maupun parah, terlebih bahwa kenyataan ini dikuatkan melalui keterangan dunia medis belakangan ini.
Jika hanya berlandaskan istilah sakit lalu kemudian dengannya dibolehkan untuk berbuka, maka sudah barang tentu hampir semua manusia dimuka ini berhak untuk berbuka. Jika semua berbuka lalu siapa yang berpuasa?
Terlebih jika ternyata penyakit yang diderita itu justru termasuk kedalam jenis penyakit yang bisa disembuhkan dengan puasa, penyakit kegemukan dengan berat badan yang berlebihan misalnya, maka agak lucu jadinya jika malah keberadaan penyakit ini menjadi alasan untuk berbukan atau meninggalkan puasa.
Oleh karenya Al-Qurthubi (w. 671 H) dalam tafsir menyebutkan tiga kriteria sakit yang dengannya dibolehkan untuk berbuka puasa. Tentunya sakit yang dimaksud diatas adalah sakit yang masih mungkin untuk disembuhkan, penyakit yang masuk dalam katagori yurja bur'uhu [يرجى برؤه], karena mereka yang mengidap penyakit menahun yang dalam dunia medis susah untuk disembuhkan atau bahkan kesembuhannya tidak diharapkan [لا يرجى برؤه] mereka ini bahkan wajib baginya untuk tidak berpuasa (berbuka).
Sakit Parah [مَرَضٌ يُؤْلِمُهُ وَيُؤْذِيهِ]
Sakit parah yang dimaksud adalah sakit yang dengannya membuat mereka yang berpuasa merasa sengsara dan menyakitinya. Tidak sulit untuk menilai kriteria sakit parah yang diderita, apalagi dalam dunia medis yang sekarang sudah diampuh oleh para dokter yang memang ahli dalam bidangnya.
Maka jika hanya jempol kaki yang sakit karena main futsal, walaupun membuat susah berjalanan, namun penyakit ini tidak dianggap parah, terlebih bahwa sakit ini tidak ada hubungannya dengan puasa sama sekali, dimana jikapun dia yang sakit tidak makan dan tidak minum tidak akan punya pengaruh yang signifikan terhadap jempol kakinya yang merasa sakit akibat futsal tadi.
Namun berbeda dengan mereka yang menderita sakit parah, butuh istirahat dan asupan makanan yang cukup dalam rentang waktu tertentu, dan yang pasti biasanya butuh minum obat dengan rutin yang tidak bisa ditunda atau dijedah dengan berpuasa.
Puasa Membuat Lama Sembuhnya [أَوْ يَخَافُ تَمَادِيَهُ]
Tidak sedikit jenis penyakit yang membutuhkan untuk segera disembuhkan dengan cara terus meminum obat dengan rutin, yang jika ditunda malah akan membuat sakit parahnya tersebut susah sembuhnya, atau akan memperlambat kesembuhannya, terlebih jika kondisi itu dipertegas melalui keterangan dokter yang memang ahli dibidangnya.
Keterlambatan ini tentunya akan membuat si penderita merasa lebih sengsara, memang sakit dan sembuh semuanya dari Allah, namun Islam juga mengajarkan kita kaidah sebab dan akibat, jika ingin sembuh maka ikhtiyarnya adalah berobat, dengan tetap meyakini bahwa kesembuhan berada ditangan Allah.
Puasa Membuat Sakit Tambah Parah [أَوْ يَخَافُ تَزَيُّدَهُ]
Kadang kala akibat kurangnya asupan makanan dan obat-obatan tidak hanya membuat penyakit bertahan lama dibadan, namun yang lebih menghawatirkan adalah jika ternyata aktivitas menahan lapar dan haus itu bisa membuat penyakit tambah parah.
Tiga sifat sakit inilah yang mendapat kemudahan dari Allah agar penderitanya tidak mengapa untuk berbuka. Inilah bentuk kemudahan dan kasih sayang yang Allah berikan kepada hambaNya:
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu"
Keterangan atas tiga sifat penyakit diatas selain bisa didapat melalui keterangan medis juga bisa diketahui melalui percobaan pribadi, atau pengalaman orang lain yang bisa dipercaya.
Misalnya sekali waktu ada seseorang yang dalam keadaan sakit tertentu masih berpuasa, lalu dari puasa tersebut diarasa penyakitnya bertambah parah atau sembuhnya lebih lama ketimbang dalam kondisi tidak berpuasa.
Pengalaman ini bisa juga dijadikan acuan, walaupun akan lebih baik jika keterangan tersebut didapat melalui keterangan dokter yang memang informasinya lebih bisa dterima ketimbang informasi atau pengalaman sembarang orang.
Jikapun dalam kondisi sakit masih memaksakan diri untuk berpuasa, maka dalam hal ini mayoritas ulama tetap menilai bahwa puasa tersebut sah, dan tidak perlu baginya untuk menggantinya pada hari lain.
Namun yang tidak kalah penting untuk diperhatikan bahwa mereka yang berbuka karena sakit ini harus mengganti puasa tersebut nanti setelah sembuh dari penyakitnya dan waktu menggantinya setelah selesai bulan puasa.
Sehingga dengan demikian kita tahu bagaimana caranya beadab dengan Allah, setelah Allah memberikan kemudahan untuk berbuka pada bulan puasa, maka setelah bulan puasa selesai dan setelah sakit kita diangkat kita tidak lupa dengan kewajiban mengganti puasa-puasa yang ditinggalkan tersebut.
Wallahu A'lam Bisshawab
🌺🌺🌺
KAMU SEDANG MEMBACA
ملخص الفقه الإسلامي {٤} - كتاب أحكام الصيام ✓
Spiritualبِسْــــــــــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم الحمدلله وكفى، وسلام على عباده الذين اصطفى. وبعد... Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT. Salawat dan salam kepada nabi Muhammad Saw. Fiqih sangat penting bagi kehidupan umat Islam. Karena...