13. Bolehkah Membatalkan Puasa Sunnah dan Haruskah Diqadha?

7 2 0
                                    

Bolehkah Membatalkan Puasa Sunnah dan Haruskah Diqadha?

Mon 4 May 2015
Pertanyaan :
Assalamu 'alaikum wr. wb.

Ustadz Ahmad Sarwat., Lc., MA yang dirahmati Allah.

Ada yang ingin saya tanyakan terkait dengan hukum membatalkan puasa. Puasa yang saya maksud bukan puasa Ramadhan atau puasa wajib, tetapi sunnah seperti puasa Senin dan Kamis atau puasa tiga hari tiap bulan (ayyamul biidh).

Pertanyaannya bolehkah bila sejak pagi kita sudah mulai puasa sunnah, lalu tiba-tiba di tengah hari misalnya kita 'terpaksa' harus membatalkan, karena ingin memuliakan tetamu yang kita hormati?

Dan kalau boleh dibatalkan, apakah ada kewajiban bagi kita untuk mengganti puasa sunnah itu?

Mohon penjelasan dari ustadz tentang masalah ini, karena saya dan istri agak berbeda pendapat. Menurut saya namanya saja puasa sunnah, tentu boleh saja dibatalkan. Tetapi istri saya bilang tidak boleh, karena ustadz yang mengajar majelis taklim ibu-ibu bilang bila seorang sudah puasa sunnah, maka haram baginya membatalkan puasa itu, apapun alasannya. Bahkan sampai wajib mengganti pula.

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas jawabannya, ustadz.

Wassalam

Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Apa yang anda tanyakan tentang hukum membatalkan puasa sunnah di tengah hari, memang sudah jadi bahan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Dan sebagaimana perbedaan pendapat antara anda dan istri di rumah, rupanya para ulama juga pecah dua pendapatnya. Dan yang mengatakan tidak boleh dibatalkan dan ada juga yang membolehkan, masing-masing dengan hujjahnya.

1. Mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah : Tidak Boleh Dibatalkan

Mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah berpendapat bahwa puasa sunnah itu tidak boleh dibatalkan di tengah jalan. Kalau sampai dibatalkan maka harus diganti di hari yang lain.

Ibnul Humam (w. 681 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Fathul Qadir menuliskan sebagai berikut :

قوله (ومن دخل في صوم التطوع ثم أفسده قَضاه) لا خلاف بين أصحابنا - رحمهم الله - في وجوب القَضاء إذا فسد عن قَصد أو غير قَصد

Qaulnya (orang yang puasa tathawwu' dan membatalkannya maka dia wajib menggantinya). Tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama kami rahimahumullah tentang wajibnya qadha bila merusak puasa dengan tujuan tertentu atau tanpa tujuan. [1]

Al-Qarafi (w. 684 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah di dalam kitab Adz-Dzakhirah menuliskan sebagai berikut :

إذا أصبح صائِما في السّفر فأتَى أهله فأفطر فعليه القَضاء والكفارة ولو تطوع فسافر فأفطر قَضى

Bila seseorang sejak pagi sudah berpuasa dalam perjalanan lalu menyetubuhi istrinya dan berbuka, maka dia wajib qadha' dan membayar kaffarah. Dan bila dia puasa sunnah lalu bepergian dan berbuka puasa maka dia wajib mengqadha' puasanya.[2]

Dalil Yang Digunakan

Adapun dalil yang digunakan adalah sebagai berikut :

وَلا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ

Dan janganlah kamu membatalkan amal-amal kalian (QS. Muhammad : 33)

وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ فَمَا رَعَوْهَا حَقَّ رِعَايَتِهَا

ملخص الفقه الإسلامي {٤} - كتاب أحكام الصيام ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang