"Kailani, nama kamu bukan?" Jantung Kailani terasa melompat mendengar suara monoton tersebut. Nyaris ponselnya lepas dari pegangan, namun langsung ia sembunyikan begitu saja.
Ia menatap sekitaran. Sepi.
Hanya ada ia, Barra, dan putri kecilnya ....
"I-iya, Pak. Maaf, saya keluar, Pak ... saya—"
Barra menghentikan Kailani yang sudah mengemas alat tulisnya dan tasnya. Ia padahal sudah berdiri dan siap beranjak. "Kamu temen ... yang anu itu, kan?"
"Anu?"
"Pirang gelap, bergelombang, gaya ketawanya aneh."
Karena video call yang masih menyala, Khloe bisa mendengar pertanyaan itu. Satu-satunya di antara mereka yang memiliki style begitu serta berinteraksi dengan Barra hanya dirinya. "Itu gue!" pekiknya.
Spontan karena teriakan itu, Isabelle dan Kailani memegang telinganya.
"Ish ... ni anak."
"Kailani."
"Eh, mm ... maksud Bapak ... Khloe, ya, Pak?" tanya Kailani, meski sudah yakin siapa yang dimaksud ... hanya sebuah formalitas. Barra menggumam tanda benar. "Emang ada apa, Pak?"
"Saya minta nomor WA dia, boleh?"
"HAH?!" Lagi, Kailani dan Isabelle memegang telinga masing-masing. Teriakan Khloe benar-benar membunuh mereka kalau begini.
"Jangan teriak-teriak, napa, sih! Tuli gue!" Isabelle jengkel sendiri.
"Eh, maaf, maaf ...." Kedua pipi Khloe memerah, benar-benar malu. "Eh, Kai, jangan kasih dulu. Tanyain kenapa dia minta. Gue, sih, roman-romannya berasa dia pengen PDKT, tapi ... gue gak mau GR." Karena dimintai nomor WA, bukannya meminta, bahkan Barra enggan memberikan nomor pribadinya ke orang lain. Tiga sahabat itu benar-benar bahagia ... tetapi tak sepenuhnya untuk menghindari kegagalan misi.
"Kailani, sebenarnya kenapa kamu? Baru kali ini saya liat orang gugup megang telinga."
"Eh, bukan gitu, Pak. Anu ... katanya buat apa Bapak minta?"
"Haduh! Kok pertanyaannya gitu!" Isabelle menepuk kening. Temannya memang susah berbohong.
Barra mengerutkan kening. Katanya? Berarti ada orang lain yang memerintah Kailani untuk menanyakan hal demikian? Barra langsung menyibakkan rambut Kailani, benar saja, ada earphone tertanam di telinganya.
"Kompak sekali jadi sahabat kalian." Barra menghela napas panjang, sementara ketiga sahabat itu tertegun karenanya. "Saya rasa saya tahu ... apa yang terjadi sepanjang mata pelajaran tadi. Jangan lakukan lagi. Kalian memang bersahabat, tapi bukannya ada waktu di mana kalian bisa bebas ngegibah, huh? Jangan di pelajaran saya, bersyukurlah saya masih bisa memaafkan. Tetapi ini terakhir kali."
Barra menyangka mereka bergibah? Oh, tak sepenuhnya salah ... mereka memang menggibahi pria itu. Hanya saja, tampaknya si pria dewasa tak tahu tujuan mereka yang sebenarnya menguntit pria tersebut.
"Dan kalau teman kamu masih di seberang sana, saya meminta WA kamu ... pengen ngomong sesuatu yang penting."
"Ya udah, kasih aja, gue feeling-nya bagus banget!" Isabelle menggebukan.
"Ih ... gue malu tau!" Khloe menutup wajahnya. "Kasih, tapi ... gue malu."
"I-ini, Pak." Setelah beberapa menit mencari kontak sahabatnya itu, Kailani menyerahkannya ke Barra, Barra mengeluarkan ponselnya dan mencatat nomor WA itu ke ponselnya. Selesai, ia tak langsung menyerahkan ponsel itu, ia melihat ke arah fitur WhatsApp yang ditutup ... video call, yang kini hanya memperlihatkan Khloe yang menutup wajahnya sementara Isabelle telah menutup panggilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
(BUKAN) SUGAR DADDY [B.U. Series - J]
Romance18+ Ketika para cewek 19 tahun yang dalam masa puber kebanyakan ngehalu .... "Gue pengin punya Sugar Daddy!" kata Kailani di kala ia, Khloe dan Isabelle siap pulang ke rumah masing-masing. "Shit! Gue juga!" Isabelle merengutkan bibir. "Gue pun ... y...