"Oh, ini anaknya Pak Pratama, Bang?"
"Hust, yang sopan sama Non!" Junaidi langsung menatap sesal gadis itu.
"Ma-maaf, Mbak ...."
"Panggil Non!"
"Eh, Non ...."
Cekrek!
Nyatanya, Kailani mengambil gambar, padahal ia sudah memposisikan ponselnya agar tak terlihat namun cahaya serta suara nyaring itu membuat kedua pria di hadapannya menoleh. Kedua pipinya memerah, sebelum akhirnya masuk ke rumah tanpa sepatah kata yang keluar.
"Eh?"
"Dia keknya pengen ngambil gambar kau diam-diam, tapi glitch sama suaranya lupa mati. Kau, kan, viral di TV!" Junaidi hanya menatap bingung Tigor. "Alah, kau tak pernah megang hape, susah jelasinnya!"
"Segampang itu, ya, jadi artis? Saya artis, Bang? Masuk TV? Saya pengen nanya ke Pak Pratama tadi, sih ... cuman entah kenapa gak enak."
"Artis dumay, itu cepet kelelep. Kalau mau jadi artis harus ke sinetron, ke acara TV, bukan internet."
"Tapi saya, kan, masuk berita, Bang."
"Itu beda, ah pokoknya susah aku jelasinnya! Nanti kau paham sendiri." Junaidi menyengir lebar. "Ya sudah, kau tidur aja sana! Tidur atau aku bikin kau tidur?!"
"Eh, i-iya, Bang! O-oke! Tapi ... saya keknya perlu minum obat dulu."
"Ya sudah, sana!" Junaidi pun masuk ke dalam rumah, menuju dapur di mana terdapat keluarga Pratama, termasuk sang gadis yang menyadari kehadiran Junaidi langsung menunduk dengan pipi merah seraya memakan makan malamnya.
"Eh, syukurlah kamu datang, padahal mau minta panggilin sama Kailani tapi dia gak mau," kata Pratama, membuat Kailani terus menundukkan kepalanya.
"Eh ... mmm ...." Hanya gumaman yang keluar, Junaidi bingung menjawab. Pria itu lalu duduk di kursi yang kosong, tepat di samping Kailani.
"Abis ini kamu minum obat, oke?" Pernyataan istri Pratama dijawab dengan anggukan. Setelahnya, keempat insan itu pun menikmati makan malam masing-masing.
Sesekali, Junaidi memperhatikan gadis di sampingnya yang makan tak tenang, hal yang sebenarnya membuatnya khawatir.
"Non Kailani boleh ngambil gambar saya kapan pun, kok." Yang entah kenapa itu yang keluar dari mulut Junaidi, yang masih bingung mencerna hal tadi. Kedua orang tua Kailani spontan paham kenapa Kailani bersikap demikian sementara Junaidi semakin bingung ....
Kailani tersedak, dan langsung ia panik memeluk belakang gadis itu, kemudian menekan dadanya. Kedua orang tuanya hanya memperhatikan dengan khawatir meski syukurlah Kailani yang tersedak melega setelah bagian daging ayam besar ia muntahkan.
"Non gak papa?" tanya Junaidi, berdiri di samping Kailani.
"Huaaaaaa ... sakit!" pekik Kailani, tanpa disangka memeluk Junaidi dari samping. "Ke kamar! Ke kamar!" pekiknya, meronta-ronta di pelukan Junaidi, bahkan berusaha naik. "Ke kamar! Gendong aku ke kamar!"
"Eh ...?" Junaidi menatap kedua orang tua Kailani sejenak.
"Kailani, Junaidi ini baru keluar dari rumah sakit karena nolongin Papah Mamah dari begal." Kailani, dengan wajah merengek menatap ayahnya. "Kai, kalian juga belum kenalan, jangan begitu enggak baik!"
"Kenapa kamu manja gini, Sayang? Kamu udah gede, gak semua orang bisa gendong kamu!" Ibunya geleng-geleng, memang sedari kecil anaknya yang pendiam ini manja dengan orang yang lebih tua darinya seperti paman maupun kakek. Namun, kali ini agak membingungkan karena Kailani meminta gendong dengan orang asing ....
Orang asing tampan yang terkenal, ibunya rasa ada hubungannya dengan ia yang katanya meminta foto Junaidi. Nge-fans? Ibundanya berpikir demikian karena perkataan ambigu oleh Junaidi sendiri.
Masuk akal, setidaknya sepuluh persen ....
Kailani melepaskan pelukannya. "Ma-maaf, Om. Aku refleks." Kailani menatap ibunya sekilas, kemudian pria dewasa itu dengan tatapan polosnya. "Tapi beneran, sakit ... aku gak yakin bisa ke kamar," katanya dengan dilebay-lebaykan, memegang dadanya sendiri.
"Um ... kalau gitu, gak masalah, kok, Bu, Pak, saya gendong Non Kailani." Gadis di dalam diri Kailani bersorak sorai.
"Jangan mau. Dia itu manja aneh-aneh ... curiga ...." Ibunya memicingkan mata pada Kailani yang membuang wajah. Mata wanita dewasa itu kemudian membulat sempurna. "Jangan-jangan Kailani suka sama Junaidi?" Ia berbisik pada suaminya.
"Masuk akal ...." Sang suami manggut-manggut. "Dia viral, wajar banyak yang suka, dan Papah, sih, setuju-setuju aja. Cuman, tunggu pendidikan dia bagus."
"Gak ketuaan, Pah?"
"Ya kalau gitu terserah Kailani sendiri." Keduanya mengangguk setuju bersamaan.
"Ya udah, sana, gendong. Junaidi kuat? Apa perlu Papah bantu?"
Junaidi menggeleng. "Iya, Pak. Kuat saya!" Ia tersenyum lebar.
"Ya udah, kamu gendong dia ke kamar, terus balik lagi ke sini soalnya kamu harus selesein makan dan minum obat!" Junaidi mengangguk paham.
Dengan gaya bridal, Junaidi pun menggendong Kailani. Memang, benar-benar berat ... namun badan mungil gadis itu termasuk kategori bisa ia angkat. Kailani lalu mengalungkan tangannya ke leher, terlihat wajahnya yang berseri membuat kedua orang tuanya yakin anak mereka tengah melakukan modus ....
"Harus dijaga anak itu." Istrinya mengangguk setuju.
"Kamar Non Kailani di mana?" Kailani diam sejenak di balik badan Junaidi, menghirup dalam-dalam aroma pria itu. Bau ayahnya ... oh, ternyata ia memakai baju ayahnya dan mungkin sampo serta sabun pria khas ayahnya juga. Ia suka bau ayahnya dan itu membuat Kailani mengeratkan pelukan. "Mm ... Non Kailani?"
Kailani tanpa mengalihkan pandangan yang ia sembunyikan di balik dada Junaidi, menunjuk ke arah tangga yang tak jauh dari sana.
"Oh oke ... permisi, Pak, Bu!" Dengan Kailani di gendongan, Junaidi pun beranjak dengan susah payah ke arah tangga. Naik ke lantai dua, kini ia menatap sekitaran. "Di-di mana lagi?"
"Lurus aja, nanti ada di depan pintu nama aku, Om Juna." Junaidi menurut, ia pun menuju tempat yang disuruh Kailani, maju ke depan seraya menatap sekitaran hingga akhirnya ia menemukan pintu bernama Kailani.
Tangan Kailani ke depan, membuka kamarnya, mereka pun masuk ke kamar bertema rapi. Penuh buku, elegan, bahkan seisi kamar seperti kamar hotel. Junaidi ternganga, begitu idaman ... bagaimana kamarnya, ya?
"Baringin aku ke kasur!" Junaidi berjalan lagi, mendekati kasur queen size itu, lalu berusaha menyesuaikan kepala dengan bantal dan badan yang lurus. Kailani pun terbaring, Junaidi siap menjauh namun tangan Kailani terus memeluk lehernya.
"Mm ... Non, tangan, Non."
"Om, gak ada niatan ngelus puncak kepala aku gitu?" tanya Kailani, membuat Junaidi membingung. Meski demikian, karena ia merasa memiliki tanggung jawab, diturutinya saja permintaan gadis itu. Mengelus puncak kepalanya lembut. Kailani memejamkan matanya, begitu bahagia ... ia ingat ketiga sang Sugar Daddy di cerita favoritnya melakukan itu ketika gadis kecilnya sedih, sakit akibat period, kemudian menciumi perutnya. Bayangan manis itu terukir sementara ia menikmati elusan, sampai ia ingat mimpi buruk yang diberikan penjual stan wanita itu ....
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
(BUKAN) SUGAR DADDY [B.U. Series - J]
Romansa18+ Ketika para cewek 19 tahun yang dalam masa puber kebanyakan ngehalu .... "Gue pengin punya Sugar Daddy!" kata Kailani di kala ia, Khloe dan Isabelle siap pulang ke rumah masing-masing. "Shit! Gue juga!" Isabelle merengutkan bibir. "Gue pun ... y...