Sesuai di film, mereka akhirnya menuju lokasi berupa ... kuburan istri Barra. Malam begini menakutkan, mereka di mana-mana namun merasakan hawa aman-aman saja Juna tak terlalu takut karenanya. Wajah mereka tak seram, hampir mirip seperti manusia meski pucat pasi dan berpakaian serba putih. Darah, luka, bau anyir, biasa ....
Dan faktanya, mereka sendiri takut dengan aura Juna yang sangat kuat menekan kehadiran mereka hingga mereka menjaga jarak dengan mereka bertiga.
Liam merinding disko, Barra begitu tenang meski agak takut, hingga ketiganya puas sampai di lokasi. Juna menghamparkan kain yang ia bawa ke tanah di samping kuburan istri Barra, Liam meletakkan Ouija di atasnya, kemudian ketiganya duduk mengitari permainan viral itu.
Tangan ketiganya memegang benda segitiga yang berlubang di tengahnya, terletak di atas papan bertuliskan banyak abjad di sana. Tergeletak juga foto serta benda kesenangan istri Barra di samping mereka.
Mantera sederhana itu pun mereka ucapkan.
"Spirit, spirit of the coin! Spirit, spirit of the coin! Spirit, spirit of coin! Please come out and play with us!" Ketiga membaca itu berulang, dan hawa terasa semakin kuat.
Angin berembus kencang, Juna memejamkan matanya membayangkan sosok yang akan mereka panggil, sedang Barra dan Liam berusaha mempertahankan keberanian mereka. Embusan angin semakin membesar dan kacau ....
Bahkan, benda yang mereka pegang yang kerap disebut koin, bergerak liar. Ketiganya bahkan sampai melepaskan yang mereka pegang karena panik, hal itu membuat pikiran Juna yang fokus kacau sejenak.
Ia membuka mata. Di hadapannya berdiri wanita berpakaian serba putih yang pucat ... yang sama dengan di gambar.
Istri Barra.
"Dia ada di sini, istri kamu ada di sini, Bar."
"Ayasha?" panggil Barra, ia mengikuti pandangan Juna yang sebenarnya kosong. "Dia di mana? Dia ...."
Juna langsung memegangnya, mengalirkan kekuatannya ke pria itu. Barra terperanjat akan apa yang ia lihat, namun kemudian tatapannya menyendu. Ia melihat istrinya yang pucat pasi tersenyum ke arahnya.
"Mas Barra!" pekik istrinya bahagia, pekikan yang sama ... pekikan kekanak-kanakan yang ia suka. "Mas, gak bawa Dedek kita, ya? Yah, gak harusnya dia dibawa ke sini, sih. Di sini serem."
Barra mengulum bibir, matanya berkaca-kaca. Ia merindukan suara itu, segalanya ....
Ia ingin memegang istrinya, namun sayangnya ia menembus tubuh itu. Tubuhnya transparan.
"Mas, kita udah beda alam, ngapain manggil aku? Kangen, ya?" Barra menatap saja, jelas sekali di wajahnya, retoris. "Mas, aku udah tenang, kok. Dan Mas harusnya juga tenang, jagain Dedek, terus cariin ibu buat dia."
"Kamu ...."
"Dedek masih perlu sosok ibu, Mas. Aku ikhlas aja, lho, Mas. Mas harusnya juga bisa ikhlas. Biar kita sama-sama bahagia ...." Air mata Barra tumpah mendengarnya. "Aku bahagia di sana, Mas juga harusnya bahagia di sini. Kita pasti ketemu lagi ...."
"Cinta aku kebagi, Ayash ...."
"Kebagi? Aku gak yakin. Mungkin lebih ke arah, Mas cinta aku, Mas juga cinta pasangan baru Mas. Menurutku itu hal yang beda, karena bukan dibagi, tapi ngerasain hal yang sama." Ia tertawa bahagia. "Eh, itu krayon aku, ya? Wah, kasih ke Dedek, ya! Dia suka ngegambar!"
Barra tak pernah menyerahkan itu ke anaknya, karena menurutnya ini peninggalan yang harus ia pertahankan. Namun, mendengar itu ....
"Iya, Sayang. Maafkan Mas yang egois, ngelakuin ini, Mas cuman bermaksud mencari jawaban dan Mas rasa ... Mas udah menemukan jawabannya." Barra tersenyum, begitupun Juna yang mendengarnya meski pria itu kelihatan lemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
(BUKAN) SUGAR DADDY [B.U. Series - J]
عاطفية18+ Ketika para cewek 19 tahun yang dalam masa puber kebanyakan ngehalu .... "Gue pengin punya Sugar Daddy!" kata Kailani di kala ia, Khloe dan Isabelle siap pulang ke rumah masing-masing. "Shit! Gue juga!" Isabelle merengutkan bibir. "Gue pun ... y...