Chapter 17

9.4K 476 36
                                    

"Mm ... okelah ...." Khloe mengangguk paham. "Makasih, ya, Kai, Bel, baru kali ini gue tahu sahabat itu kek gimana ... padahal masih baru."

"Sahabat ... yah, gue juga baru tahu." Kailani menunduk.

"Sahabat itu bukan soal lama atau barunya, tapi soal ... yah kekompakan, sedih senang bareng, dan lain-lain. Kalau boleh jujur ... keknya kita emang ditakdirin begini. Wah, gue gak nyangka, gue akhirnya punya sahabat!"

Ketiganya lalu berpelukan.

Sampai, pintu terbuka, ketiganya yang masih berpelukan namun menatap ke sana menemukan sosok kakak senior perempuan dengan bullhorn berdiri di ambang pintu. Tentu saja, teriakan pun terdengar.

"MASUK KE KELAS, MAHASISWI KAMPRET!"

Mereka pun menuju ke kelas masing-masing. Dan karena terburu-buru, tanpa sengaja di pertengahan jalan Isabelle menabrak seseorang. Ia dan pria tua berpakaian petugas kebersihan itu sama-sama terduduk dan ke lantai.

"Aduh ...." Isabelle mengeluh, mengusap pantatnya, sementara pria di hadapannya merintih kesakitan. "Astaga, Bapak gak papa?" tanya Isabelle khawatir melihat pria itu tampak memegang pantatnya juga. "Ya Tuhan, ayo ke rumah sakit! Takutnya Bapak kenapa-napa!" Melihat pria tua itu tampak sangat kesakitan setelah tabrakan.

"Sa-saya enggak papa ...," katanya berusaha berdiri dengan sapu sebagai penyangga, Isabelle langsung membantunya berdiri.

"Pak, jangan dipaksain! Maafin saya! Maafin saya gak hati-hati! Kita ke rumah sakit, ya?" paksanya.

"Saya enggak apa-apa, Nak."

"Jangan gitu! Kalau Bapak kenapa-napa saya takut! Orang tua renta harusnya disayangi dan dijaga, bukan disiksa!" Isabelle yang terkenal galak kini merengek, ia benar-benar takut sosok yang ia tabrak kenapa-napa. "Ayo kita ke rumah sakit, Pak!"

"Tapi, Nak, kamu harus ke kelas ... udah jam masuk."

"Enggak! Kalau Bapak kenapa-napa aku bakal merasa bersalah seumur hidup!" Ia lalu membantu pria itu berjalan.

"Yeah ... it kinda hurts alot," bisik pria itu, terdengar seperti gumaman yang di telinga Isabelle adalah gumaman rasa sakit. Semakin perasaan bersalahnya meningkat. "Kamu ... baik, ya. Beda sama yang lain, kalau Bapak jatuh ... gak ada yang nolongin."

"Hah?! Apa?! Serius?!" Dengan suara yang bak toa, membuat pria tua itu memejamkan matanya sesaat. "Eh, ma-maaf, Pak ... saya cuman emosi aja tadi. Bener-bener, ya, anak muda zaman sekarang! Ih nyebelin! Yang dewasa juga ... keren, hehe."

"Hm ... terima kasih, Nak."

"Ini ungkapan maaf saya, Pak! Intinya, Bapak harus seratus persen baik-baik aja!" Sesampainya di depan kampus, Isabelle memesan taksi online menuju rumah sakit terdekat. Sesampainya di sana, keduanya langsung menuju ruang tunggu, pria tua itu duduk di kursi.

"Nah, sudah, tinggalkan saja saya di sini ... kamu harus ke kampus," kata si pria tua.

"Enggak, aku nunggu! Gak mau tau harus aku liat Bapak baik-baik aja!" Isabelle bersikeras seraya duduk di samping pria tua itu. "Eh, iya, tunggu sebentar, ya!" Ia lalu beranjak menuju loket.

"Hm ... menarik ... dari analisis saya baru ini yang beda," kata si pria tua, dengan nada suara yang sama sekali tak terdengar tua. Kembali, ia usah pantatnya yang lumayan mereda rasa sakitnya.

Sementara itu, Juna sudah pulang ke rumah, ia baru keluar dari mobil ketika Tigor menghampirinya dengan sedikit berlari.

"Ini, paket buat kau," katanya, menyerahkan sebuah kotak terbungkus pada Juna, ia lalu teringat ungkapan Pratama padanya.

"Wah, bener-bener serba instan!" puji Juna, kemudian buru-buru membuka kotak berlapis kertas itu, cukup susah payah hingga Tigor meminjamkan pisau padanya, dan akhirnya terbuka. Isinya nyatanya sesuai dugaan. "Wah, ini namanya HP? Kupikir tipis terus bisa digeser-geser itunya."

"O'on sekali kau! Itu kotaknya! Buka lagi!"

Juna tertawa pelan, ia menggaruk belakang kepala kemudian mengeluarkan benda yang ada di dalam kotak. Sebuah ponsel berlambang apel tergigit hadir di sana.

"Wah, ini siapa yang gigit?"

"Itu mereknya, Iphone, kau ini bener-bener kampungan!" Lagi, Juna hanya nyengir kuda. "Cepat, kau nyalakanlah!"

Juna membolak-balikkan benda tipis namun lebar berwarna keemasan tersebut. Di matanya, tak ada tombol di sana.

"Ini nyalainnya gimana, Bang?"

Tigor berdecak. "Nih, di sini!" Tigor menekan sesuatu di ponsel, dan tak lama ponselnya pun menyala.

"Wah, begitu! Bang Tigor keren!" Tigor hanya geleng-geleng kepala, rasanya ingin tertawa sekaligus menabok pria di hadapannya secara bersamaan. Ponsel yang telah menyala kini menampakkan layar utama. "Terus, ini gimana, Bang?"

"Nah, kalau itunya aku tak tau! Anakku yang punya hape begitu, aku bisanya nyalainnya saja! Oh, tanya Nona Kailani saja!"

"Ah, iya, iya. Pak Pratama juga nyuruh begitu." Ia lalu memasukkan ponsel tersebut ke dalam kotaknya, dan masuk ke dalam menuju kamarnya. Benda itu ia simpan di lemari yang tersedia di sana kemudian ia keluar lagi menghadap Tigor.

"Kau siap latihan?"

"Siap selalu, Bang!" Dan mereka pun mulai berlatih ilmu bela diri.

Jam sudah menunjukkan istirahat, Khloe dan Kailani tampak berdiri di depan loker mereka dan menunggu seseorang. Siapa lagi kalau bukan pelengkap mereka, Isabelle.

"Tumben, sih, dia paling telat. Biasanya dia yang paling duluan. Susul ke kelasnya aja?" tanya Khloe, Kailani mengangguk. Keduanya pun menuju kelas temannya yang satu itu dan faktanya ....

Isabelle tak ada di sana.

"Eh, ada yang liat Isabelle?" tanya Kailani pada salah seorang yang baru saja keluar kelas itu.

"Lho, dia absen hari ini. Gue gak tau. Bukannya kalian sahabatnya, ya?" Mata keduanya membulat sempurna sementara si gadis itu beranjak meninggalkan mereka.

Khloe langsung membuka ponsel, menghubungi via video call dan tak butuh waktu lama, wajah Isabelle yang agak khawatir muncul di sana.

"Astaga! Maaf gue lupa ngasih tau kalian! Astaga!" Isabelle mengetuk-ngetuk keningnya, merutuki kelupaannya tersebut.

"Eh? Lo absen? Lo di mana sekarang, Bel?!" tanya Khloe khawatir, terlebih melihat wajah Isabelle yang gelisah. Kailani pun ikut khawatir.

"Gue di rumah sakit," katanya, mengedarkan ponsel ke sekitar untuk memperlihatkan suasana dan kembali layar ke arah wajahnya.

"Lo sakit apa?! Atau siapa yang sakit?!" tanya Kailani, keduanya benar-benar khawatir.

"Barusan pas gue mau ke kelas, gue buru-buru, eh gak sengaja ketabrak tukang bersih-bersih. Beliau udah tua, dan keliatannya kesakitan banget, gue takut dia kenapa-napa jadinya gue bawa ke sini! Maaf, ya, gue lupa ngabarin!" Isabelle merengek. "Ini dia lagi dicek, gue harap dia gak kenapa-napa, atau paling enggak kalau sakit gak parah."

"Ya udah kami ke sana nyusul, ya!" Kailani menyarankan.

"Eh, jangan! Kan masih ada misi Khloe buat PDKT-in Pak Barra, kalian gimana, sih!"

"Tapi sahabat gak boleh saling meninggalkan begini, gak rame juga kalau PDKT tapi berdua. Gak ada yang bakal ngetoa gue kalau lakuin kesalahan," ucap Khloe, tersenyum hangat. Membuat keduanya ikut tersenyum setelahnya. "Ya udah, sekarang lo di rumah sakit yang mana?"

"Yang gak jauh dari kampus, Rumah Sakit Tawera Cabang Jakarta." Keduanya pun mengangguk paham, sebelum akhirnya beranjak keluar dari kampus menuju rumah sakit.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

(BUKAN) SUGAR DADDY [B.U. Series - J]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang