Satu-persatu bingkisan telah dihantarkan ke rumah-rumah warga. Banyak siswa yang telah kembali ke lokasi setelah menyelesaikan tugasnya. Tidak hanya menghantarkan bingkisan, mereka juga perlu mengambil foto bersama warga yang telah diberi bingkisan untuk dokumentasi.
"Satu...dua...tiga" aba-aba si pemegang kamera.
Cekrek
"Bagus gak Do hasilnya?" Tanya Dara pada Dodo. Dodo merespon dengan mengacungkan jempol tangannya.
Ini adalah rumah terakhir yang diberi bingkisan oleh kelompok Dara. Setelahnya mereka kembali berjalan menuju lokasi camping. Di perjalanan mereka berpapasan dengan kelompok Arka.
"Wih Pak ketua," sapa Dodo sambil menepuk bahu Arka. Tapi sayangnya Arka tidak merespon.
"Kita duluan ya guys, bye bye Aira." Dara melambaikan tangan dan meninggalkan kelompok Arka.
Tinggal satu bingkisan lagi yang perlu mereka antar. Mereka meneruskan perjalanannya. Tidak sengaja mereka menemukan anak kecil yang tengah menangis di tepi jalan. Sepertinya ia sedang terluka.
Aira mendekati anak itu dan mengusap bahunya. "Hai, kenapa kamu nangis?"
Anak itu memperlihatkan lututnya yang terluka. Ternyata ia barusaja jatuh, membuat lututnya tergores.
Arka melihat jam di tangannya. "Kalian balik ke tenda aja, biar gue yang nganter anak ini pulang sama ngasih bingkisannya. Masih ada waktu satu jam buat kalian istirahat."
Setelah mempertimbangkan keputusan Arka, anggota yang lain pun kembali ke lokasi, kecuali Aira. Anak kecil yang menangis itu tidak mau jika hanya diantar pulang oleh Arka.
Di punggung Arka kini ia sedang menggendong anak lelaki bernama Tara yang kira-kira berusia 7 tahun. Bingkisan yang semula berada di tangan Arka sudah berpindah ke tangan Aira. Selama perjalanan, anak kecil itu tidak henti-hentinya bercerita. Hal itu membuat Aira gemas. Sedangkan Arka, ia hanya fokus pada jalan.
Mata Aira sempat mencuri pandang ke wajah Arka. Dalam hatinya ia kagum dengan pemuda itu. Selama menjadi ketua kelompok ia selalu mengambil keputusan yang tepat, walaupun terkadang ia sedikit egois dalam bertindak. Tapi, mereka tahu bahwa apa yang dilakukan oleh Arka bertujuan baik dan pemuda itu bertanggungjawab.
✏
Mereka telah sampai dan duduk di kursi milik Tara yang terletak di teras rumah yang sederhana. Aira mengobati luka yanga ada di lutu Tara sambil berbincang-bincang. Sungguh Aira sangat senang berbincang dengan Tara. Rasanya ia seperti memiliki adik sekarang.
"Oh iya, ini buat kamu Tara." Diberikannya bingkisan itu kepada Tara. Anak kecil itu tersenyum dan mengucapkan terimakasih.
Aira sedikit celingukan, mencari-cari seseorang. "Ayah sama ibu kamu mana?"
"Ayah udah enggak ada kak, ibu lagi kerja. Nanti juga pulang kalok udah mau malem." Penuturan Tara membuat Aira maupun Arka tertegun. Dalam hati mereka mengucap syukur, masih diberi kesempatan untuk melihat kedua orang tuannya dan diberi kecukupan.
Arka bangkit dari duduknya. Lelaki itu tiba-tiba berjongkok di hadapan Tara. "Kamu harus bisa bahagiain ibu kamu. Jangan pernah buat dia nangis. Jangan kaya kakak," tutur Arka di akhiri dengan senyum tipisnya.
Aira sedikit terperanga dengan perkataan Arka. Ia tidak mengira bahwa Arka akan mengatakan kalimat sebijak itu. Tapi, kata terakhir yang diucapkan lelaki itu belum barhasil dimengerti olehnya.
Jari kelingking kecil milik Tara teracung. "Janji sama Tara kalok kakak baik enggak bakal bikin kakak cantik nangis."
Baik Arka maupun Aira menatap satu sama lain. Jari kelingking kokoh milik Arka tertaut dengan kelingking Tara. "Janji".
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket
Teen FictionSudahkah kalian merasakan forelsket? Forelsket akan terjadi ketika seseorang beranjak remaja dan merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya. Betapa istimewanya jatuh cinta. Seseorang akan merasakan jantungnya yang berdebar, hatinya yang berbunga-bu...