11. Pembalasan

100 47 59
                                    

Lapangan outdoor telah diisi oleh murid XI IPA 3 yang sedang berolahraga. Setelah melakukan pemanasan mereka melakukan praktek bermain bola besar. Permainan yang dipilih adalah basket. Secara bergantian para siswa-siswi memasukan bola ke ring dan yang sudah selesai praktek boleh beristirahat.

Sebagian siswi duduk di tepi lapangan untuk menyaksikan anak lelaki bermain basket. Sorak riuh mulai keluar katika seseorang berhasil mencetak skor.

"Gila! Gila! Keren abis!" Teriakan seorang gadis membuat Aira yang berada di sampingnya menutup daun telinganya. Bisa-bisa gendang telinganya pecah mendengar teriakan teman-temannya.

"Lo pada kesurupan apaan sih? Teriak-teriak melulu" Sedari tadi Aira juga menonton permainan yang tengah berlangsung, tapi ia biasa saja. Teriakaan yang ditimbulkan dari teman-temannya bisa bisa menggangu proses belajar.

"Yailah pake nanya, Lo gak liat itu Si Arka keren banget mana keringetan lagi, pingin gue elapin jadinya" Sudahlah Aira muak mendengarnya. Teman-temannya ini berlebihan.

Gadis itu memilih untuk memasangkan earphones ke telinganya. Mendengarkan musik menjadi pilihan terbaik saat ini.

Bugh

Bola melambung tinggi menuju tepi lapangan dan mendarat tepat di kepala Aira. Gadis itu meringis memegang kepalanya yang sedikit pusing. Dari kejauhan datang seseorang untuk mengambil bola. Dengan sigap Aira mengambil bola itu dan mengangkat ke atas kepalanya.

"Minta maaf baru gue kasih" Ucapnya sambil menatap nyalang orang di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Minta maaf baru gue kasih" Ucapnya sambil menatap nyalang orang di hadapannya.

"Anggep aja balasan atas kemarin" Ucapnya kelewat tenang. Ingatkan Aira untuk tidak mencakar wajah Arka.

"Apa-apaan lo! Dasar pendendam" ejek Aira.

Alih-alih meminta maaf, Arka justru merebut bola dari tangan Aira. Tarika Arka yang terlalu bertenaga membuat Aira yang mencengkram kuat bola itu malah ikut tertarik. Tubuh kecil Aira hampir saja bertemu dengan lantai lapangan jika saja tangan besar milik lelaki di hadapannya tidak menyangga punggung dan pinggangnya.

Aira maupun Arka saling menatap dalam diam. Arka memandang intens wajah Aira. Meneliti setiap inci dan lekukan yang ada. Bibir tipis berwarna merah, hidung mancung, pipi yang berisi dan kulit yang putih. Tidak lupa dengan mata teduh yang membuat Arka betah menatapnya.

"Udah puas mandangin gue" sindir Aira lalu menengakkan tubuhnya.

"Gue kalok mau mandangin orang juga milih-milih. Gak semacam Lo yang terlalu standar" sungguh kebohongan yang diucapkan Arka. Sudah jelas ia memandang Aira begitu lama, tapi masih saja mengelak.

"Arka sialan!" Umpatnya dan melemparkan bola di tangannya tepat ke dada Arka.

Sungguh menyebalkan memang. Padahal kejadian di kafe kemarin tidak di sengaja oleh Aira. Dan malah hal buruk menimpanya. Bukannya permintaan maaf yang ia dapat, justru perhatian dari berbagai pasang mata dan ucapan terakhir Arka cukup membuat Aira malu.

ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang