13. Toko Bunga

75 42 52
                                    

Jajanan yang tadi dibeli oleh Aira di Supermarket kini hanya tinggal bungkusnya. Sang pemilik hanya bisa menatap nanar dan berusaha mengikhlaskan jajannya yang telah kandas. Aira pun memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Ia membiarkan Dara berlaku sesuka hati di rumahnya dan memakan jajannya.

Dara yang merasa perutnya telah kenyang kini ikut menyusul Aira ke atas kasur. Ia mengambil bantal kecil bertuliskan nama Aira yang dibuat dengan benang wol. Tangannya yang gatal tidak bisa ditahan untuk tidak menarik benang yang sedikit keluar jalur. Hal itu mendapat perhatian dari si pemilik.

"Jangan ditarik nanti rusak" Aira mengambil bantal dari tangan Dara.

"Pelit! Rusak tinggal bikin lagi kan gampang" Sangat gampang memang jika hanya mengucapkannya. Dara tidak tahu perjuangan Aira untuk membuat sulaman ini. Gadis itu sampai rela tidur larut malam dan akhirnya bangun kesiangan.

"Lo enak tinggal ngomong" Timpal Aira kesal.

"Enakan mana sama dibonceng Arka?" Dara menaik-turunkan alisnya berusaha menggoda Aira.

"Biasa aja" Jawabnya acuh.

Pertanyaan demi pertanyaan terus Dara luncurkan pada Aira. Penyakit kepo yang mengidap pada dirinya kini sedang kumat, membuat gadis itu ingin tahu segalanya. Aira dengan sejujur-jujurnya menjawab pertanyaan Dara, namun sahabatnya itu selalu menganggap bahwa ada hal yang Aira tutupi.

"Dan gue liat Arka di tampar" Pernyataan Aira membuat mulut Dara bungkam dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan.

Perubahan raut wajah Dara membuat jiwa kepo Aira terpancing. Tidak biasanya Dara seperti ini. Apa lagi ini menyangkut dengan Arka. Pasti ada sesuatu yang Dara tau tentang lelaki itu.

"Lo pasti tau sesuatu tentang dia kan? Gue udah coba nanya sama dia langsung, tapi dia gak mau jawab" Aira berharap Dara mau bercerita padanya. Entah kenapa ia ingin tau tentang Arka sekarang.

Dara mengubah posisinya menjadi duduk bersila. "Ya, gue tau penyebabnya. Masalalu yang menjadi penyebab dia jadi kaya gini. Masalah yang disebabkan oleh alasan yang klasik".

Aira ikut duduk menghadap Dara dan menatap mata sahabatnya itu. "Alasan klasik? Boleh gue tau ceritanya?" Tanyanya pelan.

Dara menatap mata Aira dengan seksama, lalu ia menghabiskan nafasnya perlahan. Jika mengingat tentang masalalu Arka dan kehidupan lelaki itu, ingin rasanya Dara selalu ada di sisi saudaranya itu. Namun, sifat Arka yang acuh dan tidak mau dikasihani membuat Dara sulit untuk melakukan itu semua.

"Lebih baik lo cari tau sendiri tentang itu, Ra. Gue hanya bisa kasih gambarannya aja. Dan setelah Lo tau kebenarannya nanti, jangan jadiin rasa kasihan sebagai alasan Lo buat nolong Arka" Ucap Dara runtut dan itu malah membuat Aira semakin ingin tahu yang sebenarnya.

Keduanya lantas mengambil posisi masing-masing untuk tidur. Kata-kata Dara terus berputar di otak Aira. Ia memejamkan matanya berusaha menghilangkan pikirannya itu. Bukannya hilang, kalimat itu malah berputar di kepalanya seperti kaset rusak yang tidak enak di dengar.

Sore ini Aira memiliki janji dengan Dara untuk pergi ke toko buku. Mereka berangkat dari rumah masing-masing dan akan bertemu di toko nanti. Deandra sebenarnya juga mau ikut, tapi Jevan yang mengajaknya pergi mendadak membuat Deandra membatalkan janji dengan sahabatnya.

Aira kini tengah bersiap untuk pergi. Ia menatap pantulan dirinya di depan cermin. Gadis itu berpose dan mengambil gambarnya yang tampak pada cermin.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang