21. Ucapan Aldi

44 11 56
                                    

Seorang guru melangkah keluar dari kelas XI IPA 3, membuat Deandra yang sedari tadi duduk di depan kelasnya bernafas lega. Ia meneliti satu-persatu siswi yang keluar, memastikan keberadaan Aira di antara mereka. Niatnya ingin mengajak Aira untuk pulang bersama, karena Jevan yang mendadak tidak bisa mengantarnya pulang.

"Putri!" seru seseorang ketika Putri keluar dari kelas.

"Kenapa?" tanya Putri.

Deandra yang samar-samar mendengar seruan itupun memusatkan pandangannya pada Putri dan seorang pemuda di sana. Suara itu terdengar familiar di telinganya. Perlahan ia melangkah untuk mendekat agar dapat mendengar dengan jelas percakapan mereka.

"Tolong kasih bunganya ke Aira." Pemuda itu menyodorkan bunga tulip berwarna putih.

"Kasih aja sendiri, tuh anaknya di dalem," ujar Putri.

"Enggak bisa, gue buru-buru," terang pemuda itu lalu menarik tangan Putri dan menyerahkan bunganya.

Belum sempat Putri berucap lagi, pemuda itu telah melarikan diri. Jujur saja ia tidak mengenal siapa pemuda itu. Tapi, dari mana pemuda itu tahu namanya?

"Sipa sih yang enggak kenal gue? Putri yang baik hati, ramah, nan cantik jelita." Putri mengibaskan rambutnya, merasa bangga pada dirinya sendiri. Putri tidak perduli siapa orang itu, otaknya hanya menyimpulkan bahwa orang itu mungkin adalah salah satu penggemarnya. Entah itu benar atau tidak, yang penting Putri senang.

Sementara Deandra yang semula berdiri kaku dengan nafas yang tercekat ketika melihat Pemuda itu, kini mendadak ingin muntah mendengar ucapan Putri yang memuji dirinya sendiri. Gadis itu menghela nafas pelan, lalu kembali meneruskan langkahnya untuk menghampiri Putri. Tanpa permisi ia mengambil bunga yang sedang dipegang oleh Putri. Senyum bahagia yang terpancar seketika sirna, berganti dengan tatapan sinis yang ia sorotkan pada Deandra.

"Enggak sopan banget! Ini bunga bukan buat lo!" Sewot Putri masih dengan tatapan sinisnya.

"Gue tau! Udah gue aja yang ngasih, sana lo pergi," usir Deandra menyulut emosi Putri.

"Selain plagiat, ternyata lo juga tukang nguping ya," ejek Putri membuat Deandra menatap nyalang kearahnya.

Deandra mendengus kasar. "Heh! Gue punya telinga yang masih berfungsi dengan baik. Enggak salah dong kalok gue denger," ujarnya membela dirinya.

"Udah sana lo pergi!" Deandra mendorong pelan punggung Putri agar gadis itu beranjak dari sana. Dengan emosi yang menggebu-gebu Putri pergi meninggalkan Deandra.

Deandra membalikkan badannya dang senyum lega karena telah berhasil mengusir putri.

"Astaghfirullah!" Ia benar-benar terkejut mendapati Aira dan Arka yang tiba-tiba ada di hadapannya sekarang.

Secepat mungkin Deandra menetralkan ekspresinya. Beberapa kali ia menarik nafas dan membuangnya pelan agar detak jantungnya kembali normal. Sejenak ia menatap bunga di tangannya dan beralih pada dua orang di hadapannya.

"Ayo balik bareng! Gue udah pesen taksi," ajak Deandra dengan senyumnya yang merekah.

"Gue?" Tanya Aira menunjuk dirinya sendiri.

Deandra berdecak sebal. "Ya iya lah! Emang kalok gue ngajak balik Arka boleh?" Tanyanya dengan senyuman jahil.

Aira melirik Arka yang hanya diam menyimak. Hari ini tidak ada jadwal belajar untuk dirinya dan juga Arka. Jadi jika ia pulang bersama Deandra tidak masalah. Lagi pula Arka juga ada urusan setelah ini.

"Ya udah ayo! Pingin cepet-cepet rebahan nih gue," ujar Aira yang ingin seger pulang. Bayangan kasur empuk sudah menghiasi otaknya.

"Pulang ke rumah gue aja, Dara sama dua kunyuk udah gue kabari tadi," terang Deandra mendapat acungan jempol dari Aira.

ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang