Bel istirahat kedua telah berbunyi. Banyak siswa-siswi yang berhamburan keluar kelas dan ada juga yang memilih tinggal di dalam kelas. Sama halnya dengan gadis yang kini berdiri di depan pintu kelas. Matanya menyapu setiap sudut yang dapat ia lihat, mencari tempat strategis untuk duduk.
Gadis itu memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di depan kelasnya. Telinganya ia sumpal dengan earphones dan matanya mulai membaca novel yang baru ia buka.
"Eh Aira, sendirian aja nih?" Tanya Denda yang baru keluar dari kelas.
Aira yang mendengar samar-samar suara Denda hanya mengangguk dan tersenyum. Ia beralih membaca novelnya lagi.
Denda duduk di samping Aira. Ia tampak berbicara banyak hal, namun tidak ada respon dari gadis itu. Sepertinya volume musik dari ponselnya terlalu tinggi, jadi gadis itu tidak dapat mendengar dengan jelas. Sadar akan hal itu, tangan Denda terulur menyentuh pundak Aira.
Pletak
Denda refleks menarik tangannya dari pundak Aira. Kepalanya sedikit nyeri karena ada benda yang menghantamnya. Lelaki itu memutar arah pandangnya, mencari asal benda itu datang.
"Gak usah modus!" Seru Aldi dari pintu kelasnya. Kelas mereka memang bersebelahan.
"Iri bilang, Bos!" Balas Denda yang diabaikan oleh Aldi karena lelaki itu kembali masuk ke dalam kelas.
Aira menatap Denda dengan kerutan di dahinya "kenapa, Den?" Tanyanya dan melepas earphones di telinganya.
"Temen lo tuh enggak jelas. Udah lah gue cabut dulu." Denda beranjak dari duduknya dan pergi menuju lapangan basket.
Telinga Aira kembali ia sumpal dengan earphones dan melanjutkan bacaannya. Kakinya terasa sedikit pegal karena terlalu lama ditekuk. Gadis itu meluruskan kakinya agar lebih nyaman.
Bruk
Mata Aira beralih dari novelnya ketika sesuatu menabrak kakinya. Gadis itu lantas berdiri dengan ekspresi kagetnya. Ia buru-buru memegang lengan orang yang baru saja terjatuh dan membantunya untuk duduk di kursi. Orang itu memijat lututnya yang mungkin nyeri setelah berbenturan dengan lantai.
"Lo enggak papa 'kan?" Mata Aira fokus melihat ekspresi lawan bicaranya.
"Mata lo enggak berfungsi? Jelas-jelas gue jatuh." Orang itu melirik Aira dengan mata tajamnya.
Sepertinya Aira baru ingat dengan siapa ia berbicara. Mana bisa lawan bicaranya ini diajak bicara dengan lembut. Jika berbicara dengan orang ini, bawaannya Aira ingin mencakarnya.
"Ya maaf. Lagian siapa suruh jalan sambil main hp." Ini memang bukan sepenuhnya salah Aira.
Orang itu hanya diam. Ia kembali fokus pada ponselnya. Satu pesan masuk berhasil menarik perhatiannya.
Mbak Lisa
Bakal rame ntar malem ada pembukaan menu baru. Buat semenarik mungkin, peluang imbalannya lumayanOrang itu menutup ponselnya. Ia beralih memandang gadis di sampingnya. Gadis itu bersenandung dengan suara yang lembut. Membuat pendengarnya merasa tertarik untuk menikmatinya
"Lo bisa nyayi?" Tanya orang itu.
Aira berhenti bersenandung. Kepalanya menoleh dan membalas tatapan orang di sampingnya. "Bisalah," ujarnya. Sementara orang itu menyebikkan bibirnya, meremehkan.
"Heh Arka Dirgantara lo ngeremehin gue? " Tanya Aira kesal.
Arka bangkit dari duduknya, namun matanya tidak lepas dari pandangan Aira. "Kalok lo emang bener bisa, buktiin ke gue." Arka lantas pergi tanpa menghiraukan panggilan Aira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket
Teen FictionSudahkah kalian merasakan forelsket? Forelsket akan terjadi ketika seseorang beranjak remaja dan merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya. Betapa istimewanya jatuh cinta. Seseorang akan merasakan jantungnya yang berdebar, hatinya yang berbunga-bu...