Hari ini adalah hari jumat bersih. Jadi semua siswa-siswi diwajibkan untuk membersihkan kelasnya masing-masing berserta lingkungannya. Suara decitan meja dan kursi terdengar jelas di ruang kelas XI IPA 3, sebagian anak lelaki menaikkan kursi ke atas meja agar lebih mudah membersihkan lantainya.
Denda berdiri di atas kursi guru sambil berkacak pinggang. Sebagai ketua kelas, pemuda itu memantau dan memberi komando pada teman-temannya yang sedang bekerja bakti.
"Putri lo cek kolong meja dan keluarin semua sampah yang ada di sana," pinta Denda membuat Putri berjalan malas untuk mengecek kolong meja.
Putri membungkukkan badannya untuk melihat isi kolong meja dihadapannya. Ia tahu siapa pemilik meja ini.
"Denda! Lo kerja sampingan jadi pemulung apa gimana sih? Sampah banyak banget bau busuk!!" seru Putri dan mengeluarkan sampah dari sana. Gadis itu menutup hidungnya, menahan agar bau itu tidak tercium olehnya.
"Lo tinggal bersihin aja berisik," ucap Denda mendapat lirikan sinis dari Putri.
"Lo juga kerja dong! Enggak cuma nyuruh-nyuruh doang!" sulit Putri kesal.
Denda mendengus. "Lo jangan be-"
"Eh... Eh..."
Bruk
Denda terjatuh bersama dengan kursinya yang oleng. Pemuda itu mengaduh kesakitan. Sementara Putri dan temen-temennya yang lain hanya tertawa, tidak ada niatan untuk membantunya.
"Sialan lo semua!" hardik Denda.
Aira yang menjadi penyebab jatuhnya Denda hanya menatap datar kearah pemuda itu. Ia masih tetap berdiri tegak dengan pel-pelan di tangannya.
"Ra minta maaf kek, diem aja lo kayak patung pancoran," ujar Denda yang perlahan berdiri dari jatuhnya.
"Ya maaf, gue mau nolongin tapi lo udah berdiri," tutur Aira dan kembali mengepel lantai.
Denda menghela nafasnya dan duduk di kursi yang tadi jatuh bersamanya. "Telat lo! Jangan ngelamun makannya."
Aira hanya diam, tak berniat menanggapi ucapan Denda. Benar apa kata pemuda itu, lamunan Aira membuatnya tidak fokus hingga menabrak kursi yang tengah dijadikan pijakan oleh Denda.
Dua hari telah berlalu, tapi masih belum ada kabar tentang keberadaan Arka. Selama dua hari Aira rutin bertanya pada Denda, Rangga, dan teman-teman Arka lainnya. Setiap pulang sekolah pun Aira selalu datang ke kafe, kadang kala menyempatkan untuk mengirim pesan pada Mbak Lisa, hanya sekedar bertanya apakah pemuda itu datang atau tidak.
Aira keluar dari kelasnya setelah selesai mengepel, ia duduk di kursi panjang yang ada di depan kelas. Matanya tidak sengaja melihat Aldi dan Dodo yang sedang berjalan sembari bercanda, disusul dengan Dara dan Deandra di belakang mereka.
"Mau pada kemana?" Tanya Aira setengah berteriak.
Deandra dan Dara yang mendengar suara Aira lantas menoleh. "Mau nyamperin lo!" Seru Deandra dan menarik Dara untuk berlari menghampiri Aira.
Aira melirik ke arah Aldi. Ia masih merasa bersalah pada pemuda itu karena kejadian tempo hari dan Aira rasa ini adalah saatnya ia untuk meminta maaf.
"Di, maafin gue ya. Karena gue lo jadi enggak ikut seleksi," tutur Aira menyesal.
Aldi tersenyum simpul. "Enggak papa kalik, masih ada event yang lain."
Aira membalas senyuman Aldi, merasa lega karena ia telah mendapat maaf. Sebenarnya dari kemarin Aira sudah berniat untuk meminta maaf, tapi ada saja hambatan yang membuatnya gagal meminta maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forelsket
Teen FictionSudahkah kalian merasakan forelsket? Forelsket akan terjadi ketika seseorang beranjak remaja dan merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya. Betapa istimewanya jatuh cinta. Seseorang akan merasakan jantungnya yang berdebar, hatinya yang berbunga-bu...