22. Senyum Palsu

39 10 108
                                    

Mentari pagi ini bersinar sangat cerah, seakan menggambarkan kebahagiaan orang-orang yang tengah dimabuk asmara. Begitu pula dengan Pak Junaidi yang terus menyunggingkan senyumnya sembari menyapa murid-murid yang baru memasuki area sekolah. Beberapa dari mereka sedikit terperanga melihat guru BK-nya yang sedang tersenyum, biasanya beliau selalu memasang wajah garangnya. Apakah Pak Junaidi juga sedang dimabuk asmara?

Bel masuk terdengar nyaring, membuat beberapa murid yang masih berada di luar sekolah berbondong-bondong membawa diri untuk masuk sebelum gerbang ditutup. Satpam yang bertugas segera menutup gerbang dan menyerahkan kuncinya pada Pak Junaidi yang telah menunggu.

"Terimakasih," ucap Pak Junaidi dengan senyumnya yang masih terukir.

"I-iya, Pak," balas Satpam itu terdengar ragu. Merasa heran dengan Pak Junaidi hari ini.

"Pak!"

Satpam menoleh untuk mencari dari mana asal suara itu datang. Begitu pula dengan Pak Junaidi yang memutar balik langkahnya ketika mendengar suara itu. Terdengar helaan nafas Pak Junaidi yang tampaknya berat.

Matanya menatap bergantian orang yang sedang berdiri di luar pagar dengan nafas yang tersengal-sengal. Peria berkepala botak tersebut menarik nafasnya dalam-dalam dan dihembuskannya pelan.

"Kalian lagi," ucap guru itu pelan.

"Kenapa kalian terlambat lagi?" Tanyanya masih dengan suara dan ekspresi yang kalem.

Bukannya menjawab pertanyaan Pak Junaidi, dua remaja itu malah saling melempar tatapan dengan masing-masing pertanyaan di otak mereka. Mereka kembali menatap gurunya yang masih senantiasa tersenyum.

"Bapak sehat?" Tanya seorang gadis.

Pak Junaidi mengangguk pelan. Peria itu mengelus kumis tebalnya. "Jadi kenapa kalian terlambat?" Tanyanya lagi.

"Ban motornya tadi bocor, Pak," jawab gadis itu.

Pak Junaidi melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Terlambat 7 menit. Baiklah kalian boleh masuk dan silahkan masuk ke kelas masing-masing," putusnya dan memerintahkan satpam agar membuka gerbang.

Kedua remaja itu segera masuk sebelum gurunya berubah pikiran. Gadis itu melempar senyum kaku ke arah Pak Junaidi. Entah kenapa rasanya aneh melihat gurunya yang satu itu tersenyum. Berbeda dengan pemuda yang berjalan disampingnya, ia hanya menatap lurus tanpa menyapa gurunya yang tengah berbaik hati.

"Mukanya kok enggak cocok ya, malah aneh," cicit gadis itu lirih.

"Kayak Joker," sahut pemuda itu tanpa memelankan suaranya.

Jarak yang tercipta antara kedua remaja itu dengan Pak Junaidi tidaklah jauh, membuat suara yang tidak pelan itu sampai ke telinga Pak Junaidi. "Kamu bilang apa tadi?" Tanyanya membuat kedua remaja itu berhenti melangkah.

"Senyum bapak palsu," ucap pemuda itu mampu menghapus senyum yang terukir di wajah guru Bk-nya.

Gadis dengan mata yang membulat itu mulai berfirasat tidak baik. Ia menendang pelan tulang kering milik pemuda di sampingnya, membuat si empunya menatap tajam kearahnya. Ia tidak mau perduli dengan isyarat yang diberikan oleh gadis itu.

"Maksud kamu apa?" Pak Junaidi mendekati kedua muridnya.

"Maksud dia senyum bapak itu ma-"

"Maksud saya wajah bapak enggak sesuai sama jiwa bapak," ungkap pemuda itu memotong kalimat sang gadis.

Pak Junaidi masih diam dengan dahi yang berkerut. Otaknya belum berhasil memahami apa maksud dari kalimat pemuda itu.

"Jangan jadi orang lain untuk menutupi kekurangan. Malah memperburuk wajah," lanjut pemuda itu dengan tenangnya.

ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang