9. Jatuh dan tertawa

96 55 58
                                    

Berbagai peralatan lomba telah disediakan. Mulai dari karung, kerupuk yang telah digantung, ember besarta airnya, dan juga gelas plastik yang telah dilubangi bagian bawahnya. Ini adalah hari ketiga yang merupakan hari terakhir karena para siswa akan pulang sore nanti. Agenda hari ini adalah perlombaan. Acara kali ini dibuka untuk umum, bahkan warga dipersilahkan untuk mengikuti kegiatan.

Di bawah gantungan kerupuk sudah berdiri empat orang peserta. Mereka bersiap memangsa kerupuk dihadapanya. Setelah peluit di tiup keempatnya beraksi dengan ganas. Tepuk riuh dari para penonton  menambah suasana semakin panas.

"Woi! Dodo buruan itu sebelah kiri lo udah mau abis begok!" Aldi terus memberi semangat pada sahabatnya.

Dengan segera Dodo melirik lawannya yang berada di sebalah kirinya. Benar saja lawannya akan segera melahap habis kerupuk itu. Tentu saja Dodo tidak mau dikalahkan, ia segera mengunyah kerupuknya.

Sudah menjadi rahasia umum jika Dodo doyan makan. Dari postur tubuhnya pun sudah bisa ditebak kalau lelaki itu memang sedikit rakus.  Tubuhnya memang gemuk, tapi tidak berlebihan. Hanya sedikit melewati berat badan yang ideal.

Uhuk! Uhuk!

Masih dengan kunyahannya, Dodo melirik kesamping kirinya. "Mampus lo!" Ucapannya lirih.

Dalam hati Dodo sangat bahagia ketika lawan di sebelah kirinya itu tersedak. Lelaki itu semakin dibakar oleh rasa ingin menangnya. Dengan sekali lahapan Dodo berhasil menghabiskan kerupuknya. Wajah gembiranya langsung terpancar, ia pun segera menghampiri para sahabatnya yang berada di pinggir lapangan.

"Lo pada liat 'kan gue menang!" Dengan wajah angkuhnya Dodo menyombongkan diri.

Tanpa permisi ia langsung menyambar air mineral yang Dara punya.

Uhuk! Uhuk!

"Mapus lo!" Maki Aldi, Aira, Deandra dan Dara bersamaan disambung pula dengan tawa mereka.

Dodo menatap sengit keempat sahabatnya. Mana pantas mereka disebut sahabat? Ketika ia sedang kesusahan malah mereka menertawakannya. Tapi itulah mereka.

Lain halnya dengan Arka, ia tengah bersenandung sambil memetik gitar di dalam tendanya. Ia sama sekali tidak tertarik dengan acara hari ini. Untuk apa ia menyaksikannya jika ia pun tidak bahagia. Memangnya enak menyaksikan kebahagian orang lain? Sedangkan dirinya tidak dapat merasakan kebahagiaan itu.

"Lo gue cariin kemana-mana enggak taunya di sini. Ngapain lo enggak lihat lomba?" Denda ikut duduk di sebelah Arka. Arka tidak menanggapi ucapan Denda, hal itu membuat Denda gemas dengan temannya ini.

"Lomba terakhir nanti lomba berpasangan." Denda menatap Arka yang juga menatap dirinya.

"Terus?" Tanya Arka sambil meletakkan gitarnya.

"Lo harus ikut."

Arka berdecak. "Lo pikir gue tertarik? Lo aja sendiri."

Denda membuang nafasnya berat. Memang susah membujuk Arka. "Masalahnya, lomba ini harus diwakili ketua kelompok. 'Kan lo ketuanya."

Alih-alih merespon ucapan Denda, Arka malah memasangkan earphone pada telinganya lalu menidurkan badannya. Denda jadi heran sendiri. Sebentar lagi lomba dimulai, tapi Arka malah tidur santai. Apa pemuda itu sama sekali tidak memikirkan perlombaan itu? Entahlah, tindakan Arka terkadang sulit untuk ditebak.


Sepuluh menit lagi lomba estafet air akan dimulai. Beberapa peserta telah memasuki area perlombaan. Mengingat waktu yang tersisa tidaklah banyak, lelaki berbadan tegap membawa langkahnya menuju segerombolan orang yang ada di pojok lapangan.

ForelsketTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang