Part 2 - Mencari Solusi?

10.1K 318 3
                                    


Sudah lima hari berlalu, tapi uang yang Catherine butuhkan belum juga terkumpul. Padahal dia sudah bekerja di dua tempat sekaligus. Di pagi hari, dia bekerja sebagai pelayanan restoran. Dan di malam harinya, dia terpaksa bekerja di sebuah club malam yang sudah lama berdiri dan bisa dibilang tempat langganannya para pengusaha terkenal.

Tidak ada niat bagi Catherine sedikit pun untuk menginjakkan kakinya di tempat maksiat itu. Tapi mau bagaimana lagi? Dia butuh uang sekarang.

Sebagai pengantar minuman untuk para tamu VVIP dan juga penari penghibur di club itu, bukanlah hal yang mudah bagi Catherine. Mendapat tatapan liar penuh napsu, bahkan sering kali hampir dilecehkan. Tapi, Catherine menerimanya dalam diam. Dia sudah tahu akan seperti itu resikonya.

"Kate, tolong antar ini ke ruang 101 sekarang!"

Deni–si penjaga bar yang telah menjadi teman Catherine selama lima hari belakangan ini memberikan sebotol tequila. Catherine mengangguk patuh, lalu membawa nampan berisi gelas kaca dan sebetol penuh tequila menuju ruang 101.

Catherine membuka pintu ruangan itu, pria menggunakan jas hitam serta sepatu lancip sudah menunggu minumannya sambil bersila kaki. Dia setengah membungkuk untuk menyajikan sebotol tequila itu.

"Selamat menikmati, Tuan!" Ucap Catherine seraya memberikan senyum terbaiknya.

Pria itu memberikan lima lembar uang seratus dollar. Munafik jika Catherine menolaknya. Dia mengambilnya dengan senang hati, lalu membungkuk hormat dan melenggang pergi.

Namun, pria itu dengan segala kekuatannya menarik Catherine ke sudut dinding dan menguncinya dengan kedua tangannya. Catherine memberontak, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman pria itu. Tapi, usahanya sia-sia.

Pria itu mulai mencumbu Catherine, di lehernya. Hembusan napas itu terasa geli di lehernya. Catherine menggerakkan kepalanya, berusaha menghindari cumbuan pria itu.

Ya ampun, untuk sesaat Catherine mengharapkan seseorang mendobrak pintu dan menghajar pria hidung belang yang ada di hadapannya ini. Ah tidak mungkin, itu hanya ada dalam novel atau film saja.

Dengan keberanian yang tersisa, Catherine menggigit pundak pria itu. Masa bodo jika sampai berbekas atau berdarah, itu lebih bagus menurutnya. Pria itu meringis, mulutnya mengeluarkan sumpah serapah. Tidak mau membuang-buang kesempatan, Catherine mendorong pria itu kencang sampai tersungkur menabrak meja.

Dia menggapai gagang pintu, lalu berlari menuju toilet. Untung saja pria itu tidak mengikutinya.

Dengan napas yang memburu, dia memandang sendu wajahnya. Sebulir air mata jatuh tanpa Catherine inginkan. Cepat-cepat dia basuh wajahnya, berharap air itu mampu menghilangkan rasa takut di wajahnya.

Ini bukan waktunya untuk takut, Catherine. Batinnya memberi kekuatan.

"Kau itu memang tidak mempunyai bakat pelacur sedikit pun." Ujar seseorang terdengar sinis. Catherine anggap itu sebagai pujian.

Catherine menoleh, mendapati Rahel bersedekap dada di ambang pintu toilet. Siapa yang tidak mengenal Rahel? Sang pelacur dengan bayaran termahal di club ini, sekaligus muncikari juga.

"Kau takut, tapi kenapa kau mau bekerja di sini? Hah?" Tanyanya.

Catherine terdiam.

"Uang, kau membutuhkannya. Terlihat jelas dari ekspresimu." Jeda beberapa detik. Dia memandang Catherine dari bawah hingga atas. "Berapa yang kau butuhkan?"

"Lima juta dollar." Gumamnya pelan nyaris tak terdengar.

Rahel berjalan ke arahnya. Berdiri tepat di depannya. "Itu jumlah yang sangat besar, aku tak mempunyai uang sebanyak itu. Tapi aku bisa membantumu."

I'm Yours, Mr. Arrogant!  [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang