Gemericik air memenuhi kamar mandi yang begitu sunyi. Catherine membiarkan tubuh mungilnya diguyur dinginnya air tengah malam. Kepalanya terangkat, membiarkan air dingin itu menyapu seluruh wajahnya. Bahunya terguncang, isakkan demi isakkan yang begitu pilu berhasil lolos dari mulut mungilnya. Tapi cepat-cepat Catherine membekap mulutnya agar tidak ada yang mendengar isakkannya.Tubuh Catherine perlahan-lahan meluruh ke lantai. Kedua tangannya meremas rambut legamnya yang bahas. Catherine melupakan sesuatu. Dengan sesenggukkan ia mengeluarkan sesuatu dari saku mantelnya. Uang lima juta sudah berhasil ia dapatkan.
Catherine melepar uang yang setengah basah itu ke sembarang arah. Ia membuka mantelnya menyisakan dress merah seksi sialan pemberian Mike. Matanya menatap pilu dress itu.
Dengan tangan gemetar, Catherine menyeka seluruh wajahnya di bawah aliran air dingin itu. Tak lupa ia menyeka kasar bibirnya, di sana Mike mengecupnya berulang kali. Catherine juga menggosok leher dan dadanya berkali-kali, ada beberapa tanda kepemilikan yang ditinggalkan Mike di sana. Catherine berharap air dingin itu mampu menghilangkan kenangannya bersama Mike malam ini.
***
Catherine menatap pantulan dirinya di cermin. Matanya yang sembab, wajah yang sedikit pucat, rambut awut-awutan, sungguh mengerikan sekali. Tangan Catherine perlahan menyentuh tanda merah di leher bahkan dadanya.
Catherine menyeringai miris. "Kau menjijikkan, Kate!" Makinya pada diri sendiri.
Samar-samar Catherine mendengar keributan di luar panti. Cepat-cepat ia tutupi tanda merah di lehernya dengan bedak agar tidak terlalu mencolok sekali. Lalu ia ikat asal rambutnya sebelum keluar dari kamar kecilnya yang nyaman.
Alis Catherine reflek saling bertautan kala melihat Mr. Yopi beserta anak buah bertubuh kekarnya yang telah membuat keributan. Catherine melirik jam rantai yang melingkar di pergelangan tangannya, padahal baru jam tujuh pagi. Biasanya jam segitu, Nyonya Regina dan ibunya sedang sibuk memasak sarapan.
Catherine melangkahkan kakinya semakin dekat, ia melihat tidak hanya Nyonya Regina dan ibunya saja yang ada di sana. Semua anak-anak panti juga di sana, bahkan mereka semua saling berpelukkan. Anak-anak itu ketakutan.
"Saya mohon jangan seperti ini, Yopi. Kemana kita semua akan pergi?" Nyonya Regina memohon sambil menyatukan kedua tangannya.
"Saya tidak peduli!" Sahutnya tajam.
"Lihat mereka, Yopi. Kasihanilah mereka."
Yopi mendengus kasar.
Keras kepala! Tidak punya hati! batin Catherine merutukinya.
"Cukup! Saya sudah beri kalian waktu seminggu, dan waktu itu sudah habis. Jadi, kalian semua pergi dari sini sekarang juga!" Bentak Yopi, tangannya mengacung ke arah pagar seolah tengah menunjukkan pintu keluarnya.
Anak-anak panti semakin ketakutan mendengar bentakkan Yopi, bahu mereka bergetar. Nyonya Regina masih terus memohon, tak kunjung beranjak dari sana. Yopi yang geram itu memerintahkan anak buahnya untuk mengusir penghuni panti.
Anak buah bertubuh kekarnya itu menghampiri Nyonya Regina dan menyeretnya. Wanita senja itu meronta-ronta sambil menangis pilu, mulutnya terus melontarkan permohonan demi permohonan. Berharap Yopi luluh. Tapi ternyata tidak.
Anak buah Yopi mendorong Nyonya Regina kencang hingga tersungkur ke tanah yang sembab. Ralat, tidak sampai tersungkur karena Catherine lebih dulu menangkap tubuh senjanya.
Nyonya Regina mendongak mendapati wajah cantik Catherine dengan mata yang sembab. Catherine dapat melihat sedikit kelegaan di mata wanita separuh abad itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours, Mr. Arrogant! [ON GOING]
Romance[ FOLLOW DULU KUY GAESS SEBELUM BACA ] WARNING: 21++ Namanya, Catherine Anderson. Sejak kecil, dia dan ibunya harus tinggal di panti asuhan lantaran rumah keluarganya terbakar hangus. Hidupnya baik-baik saja, sampai malapetaka itu datang. Panti yang...