Part 4 - Mike Aiden Miller (2)

10.1K 312 6
                                    


Catherine melirik jam tangan perak yang melingkar cantik di pergelangan tangannya. Masih kurang lima menit lagi. Dia melihat papan nama kafe itu sekali lagi, Cafe Victoria. Dia pun melenggang masuk, memesan secangkir teh panas.

Sudah lima belas menit berlalu, bahkan teh panasnya sisa setengah lagi, tapi belum juga terlihat tanda-tanda kedatangan Rahel. Dia mengalihkan pandangannya keluar jendela, memutuskan menunggu Rahel sebentar lagi.

"Sorry sudah membuatmu menunggu! Mendadak ada urusan penting tadi." Sapaan seseorang mampu membuyarkan lamunannya.

Catherine melirik jam tangannya sekilas. Terlambat dua puluh menit.

"Sudah menunggu lama ya?" Tanya Rahel.

Catherine hanya tersenyum tipis menanggapinya.

"Kupikir kau tidak akan datang." Lagi, Catherine hanya tersenyum saja. "Oh astaga, aku lupa, mana mungkin ada yang sanggup menolak pesona uang jika sedang terdesak. Iya, 'kan?" Sambung Rahel lagi, lebih tepatnya dia meralat ucapannya yang entah mengapa begitu menohok hati Catherine.

Rahel mengacungkan tangannya, memanggil pelayan.

Menit demi menit mereka lalui dengan duduk berbincang sambil menikmati teh panas dan dua potong kue. Dominan Rahel yang bercerita tentang pengalaman hidupnya. Perjalanan hidupnya yang memutuskan menjadi seorang pelacur.

"Itu dia!" Seru Rahel tiba-tiba. Matanya memandang lurus ke depan. Tubuhnya mendadak kaku seketika. Catherine tidak bodoh, dia tahu Rahel melemparkan tatapan kagum terpesona. Tapi, entah untuk siapa tatapan itu.

"Siapa?" Tanya Catherine bingung.

"Malaikat yang akan menyelesaikan semua permasalahanmu!"

Catherine menoleh, mengikuti arah pandangan Rahel. Seorang Pria dengan kemeja maroon yang lengannya di gulung hingga siku. Pria tinggi, tegap, bertubuh atletis. Wajah yang tegas dengan rahang yang kokoh, mata hazel yang tajam bak pisau, hidung mancung, bibir tipis. Dagu yang di tumbuhi bulu halus, juga kumis tipis yang beraturan seakan baru dicukur, sehingga lebih mempertegas kepribadiannya.

Seperti inikah Dewa Yunani? Batin Catherine menjerit kagum.

"He is Mike Aiden Miller!" Ujar Rahel dengan nada kagumnya.

Pria itu berjalan mendekat ke arah mereka dengan wajah datarnya. Mata hazel-nya menatap tajam. Mendadak bulu di tangan Catherine berdiri, hatinya ingin menjerit, badannya menjadi kaku seketika. Tatapan tajam pria bernama Mike itu dalam sekejap mampu menguncinya. Bahkan, jantung Catherine sampai meletup-letup hanya karena tatapan tajamnya. Ralat, atau mungkin karena pesonanya.

***

Catherine mengekori kemana Mike melangkahkan kakinya. Setelah membawanya dari Rahel sepuluh menit lalu. Di sinilah mereka singgah. Sebuah hotel bintang lima dengan bayaran termahal di kota itu.

Pintu terbuka. Mike meletakkan benda tipis berwarna putih seperti kartu tepat khusus yang ada di samping pintu. Catherine tidak bodoh, dia sudah pernah bekerja di hotel mewah seperti ini. Kartu itu adalah alat akses kamar, pengganti kunci. Jauh lebih canggih, menurutnya.

Mike duduk di tepi tempat tidur sambil mengangkat sebelah kakinya. Dia menyeringai menatap Catherine. Matanya menatap tajam Catherine seolah-olah tengah menelanjanginya. Ingin rasanya Catherine mati saja ditatap seperti itu.

"Ganti pakaianmu!" Perintahnya, matanya memberi isyarat ke meja kaca yang menghiasi kamar itu. Ada paper bag hijau di sana. Dengan ragu, Catherine mengambilnya dan pergi ke toilet.

Selang sepuluh menit, Catherine keluar dengan kepala tertunduk. Terima kasih sekali, berkat pakaian indah ini membuat Mike menatap Catherine seperti seekor singa lapar. Bagaimana tidak? Dress merah super mini, ketat, dan bertali tipis.

I'm Yours, Mr. Arrogant!  [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang