The Candidate

24 1 0
                                    

Malam-malam Xavier kembali seperti biasa. Setelah kedatangan Miranda yang memuaskan hasrat seksualnya mungkin Xavier akan cukup lama menghentikan sejenak aktivitas seksualnya. Miranda telah kembali ke Moskow. Tentu saja wanita itu berulang kali meminta Xavier untuk menemuinya nanti.

Seperti malam sebelum kedatangan Miranda, Xavier menghabiskan waktunya seorang diri di sebuah coffee shop langganannya. Sejenak Xavier melepaskan penat yang dirasakannya tiap hari sepulang kerja.

"Mr. Winston! Apa kabar? Lama tak jumpa!"

Seorang pria yang lebih berumur dari Xavier menyalaminya dengan penuh semangat lalu duduk dikursi diseberangnya.

Xavier tersenyum kecil. "Anda yang sudah lama tidak kelihatan, Mr. Smith. Hampir setiap malam aku selalu berkunjung."

Robert terkekeh. "Ya kau tahu, aku belajar banyak darimu tentang berbisnis. Aku memberanikan diriku untuk membuka cabang di Greektown."

Xavier menaikkan satu alisnya bersemangat.

"Tapi aku masih mencari-cari lahan yang bagus dan murah, tentunya." sanggah Robert seketika.

"Setidaknya itu kemajuan yang baik, Mr. Smith."

"Kurasa aku beruntung bisa bertemu dengan pebisnis ulung seperti dirimu."

Xavier tertawa bangga. Dia senang banyak orang yang mengakui kehebatannya dalam berbisnis. Anggap saja sebagai nilai prestige atas apa tang telah dicapainya.

Robert menanyakan banyak hal pada Xavier tentang bisnis. Robert yang awalnya hanya mendirikan kedai kopi demi hobi dan kesenangan kini mulai meliriknya sebagai ladang bisnis.

Xavier bukan orang yang pelit ilmu. Segala ilmu yang dimilikinya dibagi dengan sukarela olehnya.

Lalu Xavier menanyakan hal yang sudah lama cukup mengganggunya. "Aku baru tahu kau mempunyai barista perempuan."

"Oh, Samantha. Tidak. Dia sudah lama bekerja denganku."

Ah ya namanya Samantha. Xavier hampir saja melupakan nama gadis itu.

"Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya."

"Samantha tidak pernah mengambil shift malam. Kau tahu dia perempuan. Aku tidak akan tega membiarkannya pulang menjelang pagi."

"Kurasa kau pernah bilang kalau kau tidak akan mempekerjakan seorang perempuan di kedaimu."

Robert terkekeh. "Kau memang pengingat yang ulung juga, Mr. Winston. Tapi dia pengecualian." sambung Robert cepat.

"Pengecualian?" Xavier menaikkan satu alisnya penuh tanya.

"Ya... saat itu dia membutuhkan pekerjaan paruh waktu. Awalnya aku menolak. Seperti katamu, aku tidak pernah mempekerjakan seorang perempuan tapi dia begitu gigih mendatangiku tiap hari. Aku bosan mendengarkan rengekannya tiap hari jadi kupekerjakan dia disini.

"Dia bekerja dengan sangat disiplin. Walau pagi hari dia harus kuliah tapi dia selalu datang tepat waktu dan mengerjakan tugasnya dengan sangat baik. Dia juga pembelajar yang cepat. Aku hanya mengajarinya membuat kopi selama satu minggu dan dia langsung menguasainya dengan cepat. Tidak heran jika dia mendapat beasiswa dari University of Chicago. Kau tahu kan university itu sangat jarang memberikan beasiswa." Robert menjelaskan panjang lebar tanpa jeda, menunjukkan kesungguhannya.

"Kelihatannya kau sangat menyukainya." Xavier menikmati cara Robert bercerita. Jarang sekali dia melihat Robert begitu bersemangat menceritakan sesuatu.

"Aku menyukai pekerja keras. Walau dia muda tapi dia begitu menghargai waktu. Tapi sebentar lagi aku harus siap melepasnya." Tiba-tiba Robert nampak sedih.

"Ada apa?"

"Beberapa bulan lalu dia sudah lulus. Sudah saatnya dia mencari pekerjaan yang tepat untuknya. Dia masih muda. Peluang kerja masih banyak. Dia berhak mendapatkan penghidupan yang lebih layak dari sekarang. Kau tahu, hidupnya sangat menderita. Dia harus berhemat tiap hari demi bisa menyambung hidup."

Xavier kembali mengingat pertemuannya dengan Samantha. Gadis muda berambut pendek. Tanpa polesan riasan sama sekali. Yang dia ingat setelan kerja yang norak. Pasti dia membelinya di toko barang bekas atau meminjamnya karena jelas ukurannya berbeda dengan ukuran badannya yang pendek dan mungil.

"Tapi sepertinya dia kurang beruntung."

"Apa dia tidak diterima? Apa kau tahu dimana dia melamar pekerjaan?" tanya Xavier tanpa jeda. Dia ingin tahu apa Robert telah mengetahui Samantha melamar pekerjaan di Winston Corp dan Robert sedang membujuknya untuk menerima Samantha.

Robert mengangkat bahunya. "Dia tidak banyak cerita. Setahuku kemarin dia melamar pekerjaan disuatu perusahaan tapi mungkin kurang berhasil. Dia pulang dalam keadaan sedih. Tidak seperti biasanya. Jadi aku menebak dia belum beruntung kali ini. Padahal dia sangat antusias ketika mendapat telepon wawancara." Robert memutuskan berhenti bercerita dan meneguk kopinya.

"Kau bilang dia berasal dari Lake City. Berarti dia punya keluarga kenapa keluarganya tidak membantu keadaannya disini?"

"Dad-nya sudah meninggal. Sedangkan Samantha tidak memiliki hubungan yang baik dengan mommy-nya. Ketika aku bertanya lebih lanjut, dia enggan menceritakannya."

Xavier mengangguk-anggukkan kepalanya.

Perbincangan mereka berlanjut mengenai banyak hal. Robert adalah teman ngobrol yang menyenangkan. Xavier mempunyai banyak waktu yang menyenangkan.

***

Awalnya Xavier enggan membuka kembali file yang telah disiapkan bagian resources. Tapi pikirannya terus dipenuhi keingintahuan yang besar tentang gadis itu.

Xavier tidak main-main dalam mencari pegawai. Setiap seleksi dilakukan dengan sangat ketat. Begitu pilihan sudah final, Xavier sendiri yang akan menentukan.

Xavier selalu memakai jasa seorang detektif swasta untuk mencari tahu semua hal tentang calon pegawainya. Dia tidak ingin asal mengambil pegawai yang kelak bisa menghancurkan perusahaan yang telah dibesarkan dengan tangannya sendiri.

Xavier sangsi dengan kemampuan Samantha. Dari awal pertemuan mereka, Xavier tidak respect dengan dandanan Samantha. Seolah Samantha tidak benar-benar serius melamar pekerjaan tapi dari Robert, dia tahu apa yang membuat Samantha tidak mampu berpenampilan dengan baik.

Bagian financial yang dilamar Samantha memang telah diisi orang lain tapi tidak dengan bagian sekretaris yang masih kosong sampai sekarang.

Entah apa yang membuat Xavier memiliki pemikiran gila ini. Gadis muda itu.

'Setidaknya aku mencoba mencari yang terbaik.'

Xavier membuka halaman demi halaman file data pribadi Samantha. Semua hal tentang Samantha. Dia mengeritkan kening ketika membaca data pribadi Samantha. Sesuai dengan perkataan Robert, gadis itu mengalami banyak hal berat dalam hidupnya.

Soal kemampuan, Samantha menjadi salah satu lulusan terbaik. Samantha mampu menyelesaikan waktu kuliahnya dengan tepat waktu tanpa masalah dan kendala yang berarti.

'Haruskah dia?'

Xavier tidak menyukai cara Samantha dalam berpakaian. Hal itulah yang membuatnya tidak ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang Samantha meski dia lulusan University of Chicago. Tapi sekarang keadaannya lain. Dia benar-benar membutuhkan seorang sekretaris dengan kemampuan diatas rata-rata.

"Mari kita coba." kata Xavier lebih kepada dirinya sendiri. "Setidaknya aku sudah memberimu kesempatan, Ms. Clark. Selanjutnya berusahalah sendiri." sambungnya sambil menatap wajah Samantha dalam selembar foto.

MagicaLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang