Nicholas mengembuskan napas kasar ketika melihat Samantha tidak berada dimeja kerjanya. Sudah hampir tiga hari ini, Samantha sulit ditemui. Sejak Samantha kembali bekerja, Xavier memberinya banyak pekerjaan yang membuat Nicholas tidak bisa mengobrol dengan Samantha.
Nicholas membuka pintu ruang kerja Xavier dengan kasar. Xavier yang sedang menerima telepon, terlihat tidak begitu suka dengan kehadiran Nicholas.
"Kuharap lain kali kau bisa mengetuk pintu dulu."
"Apa kau menyuruh Samantha keluar?"
Xavier mengeritkan keningnya. Dalam hati, dia memandang Nicholas dengan denyutan tak kentara didalam dadanya. "Apa kau kesini hanya untuk mencari Samantha?"
Nicholas mengacak-acak rambutnya sebagai pelampiasan. Entah mengapa perasaannya begitu kesal tidak bisa bertemu Samantha.
"Aku menyuruhnya untuk istirahat makan siang. Kau bisa mencarinya disekitar sini. Aku hanya memberinya waktu satu jam jadi dia pasti tidak pergi jauh."
Tanpa berpamitan pada Xavier, Nicholas melangkahkan kakinya menjauh dari meja kerja Xavier.
***
Tepat seperti yang dikatakan Xavier. Dari kejauhan, Nicholas melihat sosok Samantha yang begitu kecil dalam balutan blazer kerjanya yang berwarna mocca. Sesekali Samantha terlihat meneguk segelas kopi dari gelas kertas yang dibawanya.
Ada sedikit kelegaan yang mulai terbit dihati Nicholas ketika melihat gadis yang sudah ditunggunya dari kemarin akhirnya terlihat juga.
"Hai!" sapa Samantha ringan begitu jarak diantara Samantha dan Nicholas mulai menipis. "Sedang apa kau disini?"
Nicholas tidak menjawab. Dia menatap dalam manik mata Samantha. Seolah berusaha mengobati kerinduannya yang sempat meluap beberapa waktu lalu.
"Tidak. Tidak ada yang sedang kulakukan disini. Kau darimana?"
"Aku baru saja dari restoran langgananku untuk makan siang."
"Sendiri saja?"
Samantha mengangguk. "Ya. Aku cukup terburu-buru jadi tidak ada waktu mengajak yang lain makan bersamaku."
"Kau terlihat sangat sibuk belakangan ini."
Samantha mengangguk. Dia menepi menuju sebuah kursi taman yang terletak dibawah sebuah pohon kemudian duduk disana. "Kerjasama dengan Mr. Kurt membutuhkan banyak dokumen yang perlu untuk disiapkan."
Nicholas menyusul dan duduk disamping Samantha. Sungguh suatu kebetulan Samantha membahas tentang Carlos. "Kau masih berhutang banyak cerita tentang bagaimana dan ada apa yang terjadi antara kau dan Mr. Kurt.
Samantha mengeritkan keningnya. "Tidak ada yang terjadi."
Nicholas memutar tubuh Samantha agar Samantha memandangnya. "Tapi kalian terlihat akrab."
"Dia tahu tentang apa yang bisa kulakukan."
Nicholas tersentak kaget. "Bagaimana bisa? Apa kau memberitahunya?"
"Tidak. Dia mengetahuinya sendiri."
Samantha menceritakan bagaimana cara yang dilakukannya untuk menerobos perusahaan Carlos sampai tentang bagaimana bisa Carlos mengetahui kemampuannya.
"Aku tidak ingin memberitahunya juga tapi aku tidak mempunyai pilihan lain. Aku harus membersihkan namaku dan menjalin kerjasama lagi dengan Mr. Kurt. Entah aku tidak tahu pertemuan kami itu sebuah kebetulan atau apa."
"Sepertinya dia menyukaimu." ucap Nicholas lemah.
"Bagaimana bisa pria seperti Mr. Kurt menyukai wanita sepertiku? Sedangkan dia bisa mencari wanita lain yang lebih dariku."
"Memang kau wanita seperti apa?"
"Entahlah." Samantha terdiam beberapa saat. "Hanya saja aku wanita biasa sedangkan kau tahu Mr. Kurt adalah pengusaha terkenal. Mana mungkin dia tertarik padaku."
"Lalu apa kau tertarik padanya?"
"Ya... tentu."
Nicholas terperangah dengan jawaban yang baru saja didengarnya. "Apa kau yakin?"
"Tentu. Wanita mana yang tidak tertarik dengan Mr. Kurt. Bahkan aku merasa jantungku berdetak lebih kencang daripada biasanya ketika dia memandangiku. Tapi aku tidak menginginkan laki-laki seperti dia menjadi suamiku."
"Why?" Ada sedikit nada kelegaan yang terpancar dari suara Nicholas walau Nicholas berusaha menutupinya.
"Aku hanya ingin kehidupan yang tenang. Memiliki suami seperti Mr. Kurt hanya akan membuatku was-was setiap hari."
"Tapi bagaimana kalau Mr. Kurt terus menggodamu? Kau bisa luluh padanya."
Samantha mendelik pada Nicholas. Ada sedikit kemarahan didalam pandangan mata Samantha. "Kenapa kau menginterogasiku terus dari tadi? Kau bahkan masih berhutang banyak cerita padaku tapi aku tidak menginterogasimu seperti ini?"
Nicholas tidak bisa menjawab pertanyaan Samantha.
"Sudah. Aku lelah. Masih banyak pekerjaan yang harus kulakukan daripada disini diinterogasi olehmu." Samantha mengambil tas tangannya dan meninggalkan Nicholas yang tidak berusaha menghalanginya.
***
Xavier yang baru saja keluar dari lift untuk mengambil beberapa berkas yang tertinggal didalam mobil. Pandangannya tak sengaja terpatri pada sosok Nicholas dan Samantha yang sedang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri.
Pikiran Xavier menginginkan pergi dari sana tapi hatinya berkata lain. Apa mungkin wanita yang disukai Nicholas adalah Samantha? katanya pada hatinya sendiri.
Xavier teringat kejadian beberapa tahun lalu sebelum Nicholas pindah ke New York. Nicholas sempat mengucapkan bahwa ada seorang gadis yang dia suka yang harus dia tinggalkan karena keputusannya.
Seharian ini Xavier sama sekali tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Pikirannya terus berputar tentang Nicholas dan Samantha.
Tidak banyak yang bisa dia gali dari Nicholas. Walau tanpa bertanya pun, Xavier tahu dengan jelas perasaan macam apa yang keponakannya itu rasakan pada Samantha.
Nicholas tampak tak seperti Nicholas yang tenang yang selalu dijumpai Xavier. Nicholas berubah seperti remaja yang baru saja jatuh cinta ketika berada didekat Samantha atau sekedar membicarakannya.
Lamunan Xavier buyar ketika mendengar pintu kerjanya diketuk oleh seseorang.
"Masuk!" perintah Xavier.
Samantha masuk dengan membawa beberapa document file ditangannya. "Ini beberapa dokumen kerja sama yang baru saja dikirimkan oleh sekretaris Mr. Kurt. Anda diminta untuk mempelajarinya sebelum pertemuan berikutnya."
Xavier menatap Samantha tanpa berkedip. Selama hampir satu tahun menjadi sekretarisnya, Samantha tidak pernah mengecewakannya selain insiden tuduhan atasnya kala itu. Selama hampir satu tahun juga Samantha menunjukkan perubahan penampilan yang cukup diperhatikan Xavier.
Samantha mulai memperhatikan polesan make up yang menempel pada wajahnya serta menyatukan lipstik yang berwarna lebih tua dari yang biasa dipakai. Baju kerja yang lebih baik dari sebelumnya serta model rambut yang diganti beberapa bulan sekali.
"Apa Anda butuh hal lain yang bisa saya kerjakan, Sir?"
Samantha menatap Xavier kebingungan. Xavier memang menatapnya tapi pikirannya entah kemana dan sama sekali tidak merespon pertanyaannya. "Sir?" ulang Samantha. "Apa Anda sedang sakit?"
Xavier kembali kedalam alam nyata setelah mendengar namanya berkali-kali dipanggil Samantha. "Oh... tidak. Aku akan memanggilmu jika aku memerlukan sesuatu." Xavier melonggarkan sedikit dasinya.
"Baik, Sir." Samantha membalikkan badannya dan meneruskan langkahnya menuju pintu keluar, meninggalkan Xavier yang kini memikirkan banyak hal yang berkaitan dengan dirinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/212358199-288-k854323.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MagicaLove
RomanceBagaimana jadinya jika setiap kata umpatan yang timbul dari kemarahan hati selalu menjadi kenyataan? Samantha Clark, gadis muda yang ceria namun menyimpan kepedihan yang ditutupi dalam-dalam menjadi satu dari salah satu manusia yang beruntung mendap...