[ ch. 28 : im sorry ]

22 1 0
                                    

"apa aku berhasil?"

Kata-kata itu terucap sebelum Maria benar-benar pingsan. Mawar yang tumbuh di tangan Maria pun sedikit demi sedikit mulai menghilang.

"Maria!"

Panggilan itu terasa sia sia karena melihat Maria sudah tergeletak tak berdaya. Akutagawa selalu panik akan hal itu. Apalagi dengan berubahnya musim, salju mulai turun dan membuat udara semakin dingin.

Wajah Maria kian lama memucat, pingsan disertai kedinginan.

"Sebentar, bagaimana aku membawa nya?" Akutagawa bergumam bingung, melihat Mayumi dan Maria tak sadarkan diri. Ia pun segera menelfon Chuuya. 

.
.
.
.
.

Miria melihat ke luar, melihat bahwa salju sudah turun.

"Apa akan sedingin itu?" Batinnya, mengingat kejadian masa lalu. Dirinya dulu pernah mengalami ini.

Diam melihat salju turun satu persatu. Hawa dingin mulai menusuk kulit, dan hanya mengingat.

Surai birunya mulai berhembus, ia hanya menunggu si pria perban itu pulang. Membosankan bila sendirian, tapi apa akan begitu terus?

Sendirian, merasa hampa, gelap.

Ia pun memeluk lututnya, tersenyum.

"Kalau diingat-ingat, kejadian itu lucu juga ya." Kata Miria sambil tersenyum kecil. Kejadian itu, kejadian saat pertama kali ia bertemu sosok Dazai Osamu.

Disampingnya masih ada seorang kembarannya atau bisa dibilang adik nya.

Mengingat adik nya itu, ia jadi gelisah. Ia bertemu hari itu, benar. Hari itu benar-benar mereka bertemu, dengan seorang anggota port mafia. 

Bagaimana bisa, kenapa ia melupakan nya?

Bagaimana bisa ia melupakan kakaknya yang amat dia sayangi itu.

Ia tak seharusnya nekat melawan port mafia. Bagaimana pun itu, lawannya lebih tinggi daripada dia. Tak semudah itu untuk mengalahkan nya.

Isn't lovely, all alone˚๑᩿⸙࿐

"Lagi-lagi kau membuat Maria hampir paranoid." Kata Derina sambil memeriksa seorang gadis yang sedang terbaring lemah di kasurnya. Laki-laki itu tampak sedang frustasi melihat keadaan gadis itu.

"Aku bahkan tak tahu kalau kejadian nya bakal berakhir seperti ini."

"Sudahlah, yang penting dia terselamatkan. Lain kali jangan begitu bodoh, biarkan dia berusaha."

Kata-kata itu membuat ia mengingat dirinya yang dulu. Bagaimana lemahnya dirinya, pecundang, penakut. Dazai pun hampir tak suka padanya karena ia lemah. 

"Aku sudah selesai, jadi jagalah dia sementara." Kata Derina sebelum ia benar-benar menghilang dari ambang pintu. Akutagawa melihat wajah pucatnya itu, lemah tak berdaya.

"Setidaknya kau sudah melakukan yang terbaik, Maria."

Setelah kata itu, ia tersenyum

"aku, tak akan meninggalkan mu."

.
.
.
.
.
.
.
.

sudah berminggu-minggu ia dirumah sakit, pasti bosan rasanya. Tangannya kini sudah lebih baik, jadi beberapa hari lagi ia bisa pulang.

Kini ia tengah duduk di bangku taman yang tak jauh dari rumah sakit. Surai merah mudanya selalu kemana-mana karena rambutnya yang panjang nan bergelombang itu. Mungkin ia akan memotong rambutnya, pikirnya.

Ia sendiri, dalam hanyut salju.

Syal merahnya selalu melekat.

"Lagi lagi begini---"

Bibir itu membuat senyuman kecil, memeluk dirinya sendiri.

"aku kangen dirimu, miria."

'tbc--.

yoyo wasap ges, ketemu lagi sama saya awoakowk.

maap ges pendek, ga ada ide sumpah;(
mana gtu dreamcatcher sama izone kombek lagi, mo nangis aja;(

yaudahlah ges, tengkyu dah baca, jgn lupa vote, kesian author yg satu ini;(

thx for reading, and see you in next chapter!

teardrops | BSD OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang