POSSESIVE BROTHERS | Part 5

109K 7.5K 89
                                    

—————

Playlist : Into The Unknown - Frozen 2

—————

Steela terlihat siap dengan pakaiannya, ia melangkah keluar kamar bertepatan dengan Arkan yang langsung tersenyum dan menghampirinya.

Mereka berdua turun ke meja makan, dimana yang lain juga sudah berkumpul. Steela duduk dan mulai menyantap sarapannya.

Ia memperhatikan sekitar. Semua keluarganya tersenyum bahagia, kadang bercanda tawa. Gadis itu lalu menunduk, pikirannya masih berperang antara dua pilihan.

Perhatian dari orang tua dan kakak-kakaknya membuatnya merasa jadi orang paling beruntung di dunia.
Tapi tetap saja, ibunya—meski tanpa ikatan darah, adalah wanita terbaik yang dikenalnya selama ini.

Wanita yang rela banting tulang demi menghidupinya, anak yang bahkan bukan darah dagingnya.

Apa yang ia pikirkan? Pasti sekarang ibunya itu sedang panik mencari keberadaannya.

Meski ia seratus kali lipat lebih bahagia disini, bersama keluarga aslinya, ia tidak mungkin meninggalkan ibunya sendirian.

"Semuanya, ada hal penting yang ingin kusampaikan.." Perhatian tertuju pada Steela, semua aktivitas terhenti untuk mendengarkan gadis itu.

Steela menarik nafas panjang, "Aku.. akan kembali pada ibuku." putusnya cepat, mengucapkan lima kata yang mampu membuat suasana seketika hening.

Semua menatap tidak percaya pada Steela, yang terus berusaha menghindari kontak mata.

Satrio berdehem pelan—memecahkan kesunyian, "Apa ada yang membuatmu tidak nyaman, nak?" tanyanya hati-hati.

"Tidak, tentu tidak. Kalian semua sangat baik." Steela menjeda ucapannya, memilah kembali kata yang ingin ia keluarkan.

"A-aku hanya.. tidak ingin meninggalkan ibuku sendirian." lanjutnya sedikit terbata.

Sekarang, iris keempat kakaknya menajam. Jika tatapan bisa membunuh, Steela yakin ia sudah tidak bernyawa sekarang.

"A-aku ingin pulang-"

"Omong kosong." Savier memotong marah, membuat gadis itu merinding. "Pulang?" ia terkekeh sinis, "Rumahmu disini!!" geramnya.

Steela membatu, tidak menduga akan respon kakak tertuanya. Begitupun yang lain.

Dengan langkah berat, Savier berlalu dari meja makan, dengan setiap pasang mata yang memandang kepergian sosoknya.

"Steela, kau yakin akan keputusanmu?" Satrio memastikan. Pria itu tentu sangat ingin putri semata wayangnya kembali, tapi ia tidak mau memaksa gadis itu.

Aksa meraih tangan adiknya, "Princess, jangan tinggalkan kami lagi." Hati Steela teriris mendapati mata kakaknya yang memerah.

Arkan mencium keningnya sayang, "Kau adalah adik kami, Auri."

Farren ikut mendekat dan menghapus air mata adik bungsunya, Steela bahkan tidak sadar bahwa ia sudah menangis.

"Aku akan memikirkannya, setelah bertemu ibuku.."

Jawaban Steela mengundang senyum sendu, mereka masih belum bisa menggeser posisi ibu asuhnya dihati gadis itu.

Tapi permintaan ini membuat Satrio dan Anne lega, setidaknya mereka masih punya kesempatan.

"Baiklah, sayang. Tapi kami semua memohon, buatlah keputusan yang terbaik." Anne tersenyum lembut pada sang putri.

Farren, Arkan, dan Aksa yang ingin protes membatalkan niat mereka saat Satrio menggeleng pelan.

Steela hanya butuh waktu.

***

"Kalian tidak ikut mengantar Auri?" Anne membuka pintu kamar anak kembarnya.

Ibu lima anak itu menemukan keduanya berbaring menghadap ke langit-langit kamar, seakan memikirkan banyak hal.

"Aku sangat mau, Mom. Tapi aku tidak yakin bisa melepasnya jika ia memilih pergi." Aksa menghembuskan nafasnya pelan.

"Aku juga, hatiku tidak akan kuat." Arkan memegang dadanya dengan dramatis—membuat Anne menggeleng pelan, tak menyangka bahwa putra yang selama ini tak tersentuh dapat bertingkah seperti itu.

Anne mengangguk paham, "Baiklah."

Wanita itu berlalu ke teras bawah dimana Satrio, Farren dan Steela sudah menunggu.

Steela yang melihat kedatangannya langsung bergerak, "Aku ingin pamit pada kak Savier, Mom."

Wanita itu menggeleng pelan, "Biarkan kakakmu istirahat, sayang." Steela pun mengangguk sedih, dan bergerak memasuki mobil.

***

Mereka akhirnya sampai di sebuah rumah kecil di sudut jalanan, Farren memberhentikan mobil.

"Apakah ini tempatnya?" Steela mengangguk cepat, dia langsung keluar dari mobil.

Ia menekan bel dengan tidak sabaran hingga sosok wanita berpakaian sederhana membuka pintu.

Keduanya berpelukan erat hingga wanita itu melepaskannya dengan raut khawatir, "Kau kemana saja, Steela?"

Steela tersenyum senang, "Ceritanya panjang, Ibu."

Pandangan wanita itu berpindah pada tiga orang yang menatap interaksi mereka.

Sadar akan hal itu, Anne tersenyum dan mengulurkan tangan, "Perkenalkan, saya Anne dan ini adalah suami serta anak saya, Satrio dan Farren." Anne menjeda ucapannya, "Kami adalah keluarga kandung Steela."

Dia terlihat terkejut, matanya kemudian menatap Steela sulit diartikan, "Saya Mira, ibu asuh Steela." Wanita itu mempersilahkan keempatnya masuk.

Mata Farren menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya dan mendekat.

Foto sesosok anak kecil dengan rambut di kuncir yang mengenakan baju sekolah dasar sedang tersenyum lebar ke arah kamera.

Farren tersenyum kecil menyadari siapa sosok tersebut, Satrio ikut melengkungkan bibirnya melihat Steela kecil. Keduanya berlanjut melihat foto lain gadis itu yang masih tergantung di sisi lain dinding.

Sedangkan Anne dan Steela sudah duduk di sofa ruang tamu mengikuti Mira.

"Steela, tolong bawakan minuman." ucap Mira penuh arti. Ia mengangguk patuh dan melangkahkan kaki menuju dapur. Steela paham, mereka berdua menginginkan waktu untuk berbicara.

Sepergian Steela, Anne dan Mira saling menatap dalam diam.

"Saya tau cepat atau lambat ini akan terjadi." Mira memulai percakapan di antara mereka.

Tatapan bersalah tersorot dari netra wanita itu, "Saya ingin meminta maaf, saya tidak pernah bermaksud untuk menjauhkan kalian dengan anak kalian."

Anne menggeleng dan menggenggam tangan Mira. Sesama ibu, Anne tau apa yang dirasakan wanita tersebut. Meski Steela bukan darah dagingnya, pasti akan berat kehilangan gadis itu.

Mira terlihat mengambil nafas dalam dan kembali berbicara. "Sebenarnya, saya.. tidak punya waktu lama."

***
01-02-2020

Possesive Brothers [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang