POSSESIVE BROTHERS | Part 8

99.1K 6.6K 70
                                    

—————

Playlist : The Show - Lenka

—————

Steela mematut dirinya di depan cermin, masih tidak percaya akan kembali bersekolah.

Gadis itu menyisir, lalu mengenakan jepitan di rambutnya. Sebelum turun, ia juga mengenakan sedikit bedak dan pelembab bibir.

"Kau sangat menawan, sayang!" Anne-lah yang pertama berkomentar, yang di balas anggukan Satrio.

Steela tersipu malu dan mengambil duduk disebelah Arkan. "Kenapa tidak pake masker saja, Auri?" ujarnya kesal.

"Tidak ada rok yang lebih panjang dari itu?" Farren juga berkomentar, dan Steela setuju. Rok ini hanya melindungi sampai paha, sisanya ia tutupi dengan kaos kaki.

Aksa ikut mengerutkan kening tak suka, "Perlukah kau berdandan?" sungutnya.

Ia hanya tidak ingin ada yang tertarik dengan sang adik dan berusaha mendekatinya. Hanya mereka yang boleh dekat dengan Steela.

"Kakak iri karena kakak tidak secantik aku, kan?" Satrio tertawa kencang mendengar penuturan si bungsu, sedangkan ketiga kakaknya membeo.

Savier terkekeh kecil, meski dalam hati ia juga tidak terima jika seseorang menyukai Steela—dalam arti romansa.

"Enak saja, untuk apa cantik? Kami kan sudah tampan."

Jawaban itu membuat Arkan menjitaknya. "Sejak kapan kau tampan?"

Aksa mendengus sambil mengusap kepalanya, "Tentu saja sejak lahir! Kau hanya iri karena aku lebih tampan." ucapnya menyombongkan diri.

Arkan memutar bola mata, "Kita kembar, bodoh."

"Kalian sangat kekanakan, tentu saja aku yang paling tampan disini. Benarkan, Princess?" Tanyanya dengan nada menyebalkan.

Farren melihat Steela mengangguk dan tersenyum puas membuat kedua adiknya yang lain menatap kesal.

Anne dan Satrio hanya menggelengkan kepala maklum.

Savier bangun dari duduknya, "Aku pergi dulu, ada rapat penting." lelaki itu mengecup pipi Steela dan tangan kedua orang tuanya lalu beranjak pergi.

Sekarang, Savier bekerja di salah satu anak perusahaan Bagaskara. Jika sudah mahir, maka Satrio akan mengangkatnya sebagai CEO utama menggantikan dirinya.

"Kak Savier nggak kuliah?" tanya Steela selepas kepergian Savier.

"Tidak, sayang. Kakakmu itu Daddy percayakan langsung pada perusahaan." Steela mengangguk paham.

"Kalian juga berangkatlah." Mereka berempat pun dan keluar setelah mengecup tangan kedua orang tuanya.

Awalnya, Farren, Arkan, dan Aksa berebut ingin berangkat bersama Steela. Tapi karena tidak ada yang mengalah, mereka akhirnya berangkat bersama menggunakan mobil.

Selama perjalanan, jantung Steela tidak berhenti berdetak kencang. Arkan yang sadar langsung memegang tangan adik kecilnya, "Tidak perlu gugup."

Steela menggeleng, "Bagaimana jika tidak ada yang ingin berteman denganku, kak?"

"Lihatlah dirimu! mereka yang akan berebut untuk berada didekatmu." Arkan mengacak rambut gadis itu.

"Ngomong-ngomong, bilang padaku jika ada yang mengganggumu." Tegas Aksa yang di angguki Steela.

Tak terasa, mereka pun sudah sampai di pekarangan sekolah dan rupanya, sudah banyak murid yang bercengkrama.

Setelah memarkirkan mobil, mereka berempat turun mengundang bisikan oleh semua orang.

Ketiganya lewat dengan memasang wajah datar, berbeda dengan Steela yang menunduk takut. Dia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian seperti ini.

Bahkan murid-murid yang berkumpul di tengah koridor langsung membuka jalan saat keempatnya lewat.

Para siswi menatap Farren, Arkan, dan Aksa dengan pandangan memuja sedangkan siswa lelaki menatap Steela tidak berkedip.

Itu membuat kakak-kakaknya kesal setengah mati. Dengan cepat, Farren memeluk pinggang Steela dan Aksa merangkul pundaknya. Sedangkan Arkan tetap berjalan di depan dengan cuek.

Mereka pun sampai di depan ruangan kepala sekolah, Farren mengetuk pintunya dan masuk setelah mendapat izin.

Di dalamnya, disambut pria paruh baya yang sedang duduk menunggu.

"Kami akan mengurus adik kalian, masuklah ke kelas." Pemegang jabatan kepala sekolah itu bertitah tegas.

Ketiganya kemudian keluar setelah pamit dan mengecup pipi Steela yang dibalas oleh gadis itu.

"Ibu ini akan menunjukkan kelasmu." Steela saling melempar senyum ramah pada wanita paruh baya yang mengantar ia ke kelasnya.

Ibu itu masuk dan tak lama keluar lagi dan menghampirinya, "Masuklah, nak."

Steela melangkah gugup, kini dia berdiri di depan kelas. Semua mata tertuju padanya tapi ia tidak berani untuk mengangkat kepalanya.

"Ayo, perkenalkan dirimu." Ajak sang guru.

"Selamat pagi semua. Namaku Auristeela Allisha Bagaskara, kalian bisa memanggilku Steela, semoga kita bisa berteman." Steela senyum kecil.

"Halo Steela! Aku Ibu Nahdah, guru bahasa sekaligus walikelasmu," ia tersenyum lalu menunjuk sebuah bangku kosong.

"Kau bisa duduk disana." Gadis itu mengangguk dan mendudukkan diri disebelah seorang lelaki yang tertidur pulas.

Pelajaran pun dimulai, Steela merasakan banyak tatapan mengarah kepadanya yang berusaha ia hiraukan.

Tak lama, ia merasa ingin buang air kecil dan mengangkat tangannya, "Permisi, aku ingin ke toilet." izinnya. Ibu Nahdah mengangguk membuat Steela berlalu keluar kelas.

Sesampainya di luar, dia mengutuk dirinya sendiri karena tidak tahu arah toilet.

Steela pun berjalan dengan menduga-duga. Tanpa sadar, Ia sudah memasuki daerah tersembunyi sekolah tersebut.

"Hmm.. Siapa gadis ini?" Steela terkejut dan membalikkan badan mendapati sekumpulan lelaki.

"Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya." Salah satu dari mereka mendekati Steela.

Steela menahan nafas saat mencium bau asap rokok dari mulut lelaki itu.

"Kau cantik. Bagaimana kalau kau jadi kekasihku? Tertarik?" Lelaki itu mengelus pipi Steela membuat gadis itu memberontak.

"Tidak, lepaskan aku!!"

"Suaramu indah sekali. Ayolah, kau tidak akan menyesal.." Teman-temannya dibelakang menyeringai membuat Steela gemetaran.

"Kita akan melakukan hal menyenangkan bersama." Bibir lelaki itu hanya seinci dari menyentuh miliknya sebelum ia jatuh tersungkur.

"Menjauh darinya, Sialan!"

***
09-02-2020

Possesive Brothers [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang