"Mas titip Khansa," ucap Dewa pada Rama. "Kamu tahu, kan, betapa berharganya dia untuk keluarga kita?" Dewa menahan genangan di pelupuk mata agar tak terlepas. "Jaga dia baik-baik."
Rama mengangguk mantap. "Insyaallah, Mas."
Dewa memeluk adik bungsunya yang sudah tampak gagah dengan busana pengantin. Ia tepuk punggung tegap itu perlahan. "Semoga rumah tangga kalian berkah."
"Amin ...," lirih Rama. Dari balik punggung Dewa, ia melihat Bima yang menyeka sudut matanya. Kenapa kedua kakaknya jadi secengeng ini? Rama merasa tergelitik dan terharu dalam satu waktu.
Pelukan berakhir saat Mami masuk. Wanita berwajah teduh itu memandangi putra bungsunya dari ujung kepala hingga kaki. Tangisnya lalu pecah. Rama lekas mendekapnya dengan penuh cinta.
"Mam ... doakan Rama dan Khansa, ya? Doakan yang terbaik untuk kami berdua."
"Iya, Nak ...." Suara Mami tenggelam oleh tangisan.
Rama semakin mempererat dekapan. Ingin ia ungkapkan kata cinta, maaf, terimakasih, dan penghargaan setinggi-tingginya kepada sang ibu. Namun semua itu hanya tertahan di dada.
Detik kemudian, Bima nyeletuk, "Gantian, dong, Mi."
Ketiga orang lainnya tertawa. Rama lalu melebarkan tangan, bersiap menerima terkaman dari Bima. Oh, ralat. Bukan hanya terkaman, tapi terjangan dan tinju main-main berkali-kali. Rama kuwalahan menangkis.
"Awas kalau lo sampe nyakitin Onca! Gue pukul beneran sampe lo bonyok. Lo kira gue takut apa sama jurus silat lo itu, hah?"
Rama terbanting di karpet. Tangannya berusaha menahan pukulan dari Bima. "Ampun, Mas, ampun! Eh, gue udah dandan maksimal ini, jangan diberantakin lagi!!!"
Tawa Mami dan Dewa berderai.
Bima menghentikan aksinya. Napas kedua kakak beradik itu terengah-engah. Mereka lalu tertawa-tawa.
"Jaga Onca baik-baik, oke!"
***
Suasana masjid komplek mendadak syahdu. Rama sudah duduk di depan meja yang dihias dengan mawar putih berpadu merah di sisi-sisinya. Sesekali ia menarik napas panjang lalu mengembuskannya dengan lembut. Sesekali tangannya diletakkan di depan jantung. Meredam detakannya yang terlalu mendentum.
Tak berselang lama, MC mengumumkan bahwa calon pengantin wanita sudah tiba. Rama memejamkan mata, menahan diri untuk tidak memutar lehernya. Bima dan Dewa yang mendampingi, menepuk lembut punggung itu, seolah tahu betul bahwa adik mereka butuh pereda grogi.
Acara dibuka, dimulai dengan membaca basmalah, lalu basa-basi sedikit untuk melonggarkan ketegangan yang tergambar jelas di wajah calon mempelai pria.
Sesuai dengan permintaan Rama, pembacaan kalam Illahi langsung dia sendiri yang membawakan. Surah Al-Insan, hadiah pernikahan Khansa yang sudah disiapkan lebih dari satu bulan.
Pikiran Rama hampir saja buyar. Setengah mati ia berusaha melafalkan ayat-ayat permulaan Surah Al-Insan. Alhamdulillah, setelahnya mudah.
Lalu ....
Tangan kanan Rama dijabat oleh penghulu yang sekaligus bertindak sebagai wali hakim. "Saudara Rama Febrian Atmaja, saya nikahkan anda dengan Saudari Khansa Asy-Syifa dengan mahar sebuah cincin dibayar tunai."
"Saya terima nikahnya Khansa Asy-Syifa dengan mahar tersebut, dibayar tunai," ucap Rama dalam sekali napas.
Usai hadirin mengucapkan, "Sah," dengan kompak, penghulu memimpin doa. Rama menghela napas dalam-dalam. Tangannya memang terangkat. Namun berkali-kali menelangkup demi meredakan getaran.
![](https://img.wattpad.com/cover/204877634-288-k79354.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Meniti Surga Bersamamu 2 (Sudah Terbit)
Roman d'amourSekuel Meniti Surga Bersamamu. Sudah bisa dipesan di: +6282223332183 (Admin Pustaka Yazku) Bagaimana jadinya jika seorang lelaki jatuh cinta pada adik angkatnya sendiri? Yang selama ini sangat ia benci? Itulah yang dialami oleh Rama Febrian Atmaja...