"Gue baru aja nidurin anak gue setelah dia makan saat ajudan si bangkotan Andre datang. Gue gak tega ninggalin anak gue sendiri, tapi gue dipaksa saat itu." Stefie menggelengkan kepalanya dan tersenyum miris. "Gue bener-bener gak bisa bayangin kalau saat itu gue keikut si Andre ditangkep, anak gue gimana? Dia, gak punya siapa-siapa selain gue mamanya. Gue kalut banget. Makanya begitu pulang gue langsung beresin semua barang gue bawa anak gue ke Purwakarta. Gue nggak mau berurusan sama skandal dan kejahatan yang Andre buat. Anak gue gimana."
"Semenjak itu gue bener-bener nata hidup gue dengan baik. Gue waktu itu gak nyangka masih bisa dapet kerjaan bagus, gajinya lumayan juga boss yang gue anggap kakak gue sendiri saking baiknya. Gue sampe sekarang masih kerja di dia, dia baik banget izinin gue bawa anak gue ke tempat kerja, bahkan, ke Vienna ini... gue dibiayain sama gue. Berharap di sini, gue bisa ketemu sama Peter. Karena dia, sampe anak gue udah jadi segede ini pun belum pernah ketemu sama sekali, Vin."
Alvin mendesah pelan dan menyandarkan posisi duduknya. "Jadi, lo ampe saat ini belum ketemu si Peter-peter itu? Dia bilang, dia tinggal di Vienna, kan?"
Stefie mengangguk. "Ya, itu yang pernah dia bilang ke gue. Tapi begitu di sini, gue nyadar, gue bego banget. Orang yang lagi ngomong di sesi ML mana ada yang jujur? Peter bisa aja kan, asal jawab saat gue tanya tentang dia karena di saat itu dia lagi ada di puncak-puncaknya? Gue ngerasa bodoh bawa anak gue ke sini."
Laki-laki itu menepuki telapak tangan Stefie yang terbuka. "Hey, lo berapa lama lagi di sini? Gue mungkin bisa bantu lo buat nemuin si Peter-Peter itu. Siapa tau aja kan, lo akhirnya ketemu ayah dari anak lo. Vienna gak seluas Indo, Stef."
"I hope so..." gumam Stefie penuh harap. "Gue udah tiga hari di sini terus, rencana empat hari lagi di sini. Gue semingguan di sini dan gue, sekarang beneran pesimis bisa ketemu Peter. Jujur gue gak masalah kalau nanti dia gak anggapi gue, gue gak masalah temuin dia dalam keadaan dia udah cinta sama orang lain, gue di sini gak masalah ketemu keadaan dia udah punya anak dan jadi ayah bahagia dari ibu dari anaknya orang lain dan itu bukan gue. Gue sama sekali nggak masalah."
"Mulai besok, kita jelajahin Vienna dan gue harap lo bisa ketemu Peter."
Karena entah kenapa Stefie hanya diam dan tidak menanggapi sama sekali maka Alvin berinisiatif berdeham. "Lo udah banyak ngebacot dan gue yakin, pasti lo haus. Lo mau minum sama makan apa? Biar gue yang traktir lo kali ini, Stef."
"Actually, sebenernya sejam yang lalu dan kayaknya, lo belum ke sini, gue sama anak gue udah makan di sini." Stefie berkata jujur. "But if you don't mind, lo pesenin aja Milkshake Choco buat gue dan kayaknya nanti anak gue kehausan."
Alvin berdecak tapi tak urung dia memesan apa yang Stefie katakan, lewat ponselnya. Kebetulan untuk order pesanan di kafe ini bisa melalui aplikasi alhasil, bisa melakukan pembayaran dengan mudah dan tidak perlu mencari pelayan, buat memesan makanan atau minuman yang kita inginkan di sini. Sungguh praktis.
"Sekarang, gue udah cerita secara garis besar, tentang kehidupan gue. Kali ini, gue mau lo cerita. Lo yang seharusnya ada di bui, kenapa bisa ada di sini?"
Laki-laki itu ikut bersandar pada kursinya, sebagaimana Stefie yang masih duduk dengan nyaman di tempatnya. "Panjang banget ceritanya, sama panjangnya kayak cerita hidup lo dari semuanya berantakan sampai kita bisa ketemu hari ini."
Stefie berdecak, menyilangkan tangan di dada. "Gue bilang, gue masih ada waktu kosong sampai jam empat. Take your time, anak gue masih anteng di sana." Kata Stefie seraya menunjuk anaknya yang kini malah tengah menari-nari dengan laki-laki Chaplin bersama anak-anak yang lainnya. Mereka benar-benar ceria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wake Up and Life [END]
RomanceCERITA INI SUDAH SELESAI KECUALI EXTRA CHAPTER [RIFAI SERIES - III] I sinned. Just stay away and dont be close Setiap orang, berhak mendapatkan kesempatan kedua, memperbaiki kesalahan dan juga kata maaf. Setiap orang berhak mendapatkannya termasuk...