Wake Up and Life [END]

39 - If I Could Tell Her

"Mama!" Teriak gadis kecil yang kini Alvin tahu bernama Scarleta, seraya gadis kecil itu berlari menghampiri mereka. Alvin melihat kalau sekumpulan anak kecil yang tadi menonton Chaplin phantonim sudah bubar, pantas saja Leta datang kembali, ke mamanya. Stefie yang masih diam di tempatnya, hanya merentangkan tangan untuk menyambut putri kecilnya yang sudah kembali, ke pelukannya.

Masih memeluk putri kecilnya, Stefie bertanya. "Gimana? Leta suka? Leta suka gak, sama pertunjukkan tadi? Bisa kasih tau mama gimana perasaan kamu?"

Leta melepaskan pelukan mamanya, menatap mamanya dengan antusias—bisa dilihat dari mata gadis itu yang berbinar terang. "Leta seneng soalnya mereka temen-temen Leta baik banget. Kita ketawa bareng. Orang badutnya juga baik dan dia senyum terus ke Leta sama ke anak-anak lain. Pokoknya tadi itu seru banget."

Stefie terkekeh dan mengusap rambut sebahu anaknya. "Glad to hear that. Mama akan seneng, kalau kamu juga seneng, sayang." Lalu, ibu satu anak itu baru sadar akan satu hal yang paling mendasar di sini. "Leta, ayo kenalan dulu ini sama temen mama. Namanya, Om Alvin. Leta belum kenalan kan, sama Om Alvin?"

"Om Alvin?" gumam Leta bingung seraya mengerjapkan matanya. Kini, ia melihat seseorang yang duduk pada kursi di hadapan mamanya. Alvin yang dilihat Leta dengan seksama hanya mengerjap, mau tak mau tersenyum yang pasti sangat kaku, lantaran entah kenapa dia jadi merasa gugup begitu Leta melihatinya.

Dengan sopan Leta mendekati Alvin, menarik tangan laki-laki itu dan Leta menyalami Alvin dengan sopan dan sungguh, laki-laki itu speechless. Sudah lama dia tidak merasakan ini. Kali terakhir, saat dirinya masih sering bermain di panti.

Leta tersenyum manis yang mirip sekali dengan Stefie ketika tersenyum ke Alvin. "Nama aku, Leta. Salam kenal Om Alvin," ujarnya ramah dan juga santun.

Beberapa detik, Alvin dibuat tidak berkutik. Apakah Stefie masih memberi banyak kejutan padanya? Selain tidak menyangka sudah punya anak, ternyata, dia juga mendidik anaknya dengan baik? Betapa waktu cepat berjalan, hidup berubah.

Tidak mau Leta menatapinya aneh, Alvin tersenyum hingga matanya sipit, serta balas menggenggam jemari mungil gadis kecil itu, mengajaknya bersalaman.

"Nama Om, Om Alvin. Boleh om tau, Leta sekarang umurnya berapa?" Di momen ini, melihat Leta, entah kenapa membuatnya gemas. Saking gemasnya, dia bahkan reflek mengangkat Leta dan mendudukkan gadis kecil itu di pangkuannya. Stefie sendiri tidak masalah, toh, anaknya juga tidak protes atau rewel. Terlebih ia tahu jika anaknya mudah bergaul, bertemu dan juga berteman dengan orang baru.

Tanpa ragu masih seraya tersenyum, Leta mengangguk. "Leta umurnya itu sekarang lima tahun, om. Leta sekarang udah TK B dan bentar lagi masuk SD."

"Really?" tanya Alvin cukup terkejut. "Padahal kamu masih lima tahun..."

Stefie tertawa pelan dan menatap anaknya bangga. "Kata gurunya, Leta itu punya kemampuan yang setara sama anak SD kelas satu. Makanya gurunga nggak keberatan buat jadiin Leta langsung masuk TK B," jelasnya tanpa Alvin bertanya.

Alvin tertawa pelan lantaran tak menyangka dan juga bangga. "Wah, kalau begitu, Leta berarti pinter banget dong, di sekolah? Leta selama di sekolah, berapa bintang yang udah Leta dapet dari guru? Om Alvin bangga banget sama Leta."

"Hmm berapa ya, om?" tanya Leta bergumam bingung. "Leta udah banyak bintang di kamar Leta karena dikasih guru. Makasih banyak, Om Alvin. Leta akan terus berusaha buat jadi anak pinter supaya mama sama Om Alvin seneng, deh."

Perkataan dan nada polos Leta membuat Stefie dan Alvin tertawa. Dia pun juga karena makin gemas, sudah mengecup sebelah pipi Leta yang putih, tembam, yang pasti menggemaskan. Leta sendiri senang-senang saja, tidak protes atau Leta merasa ketakutan, mungkin sudah tahu kalau Alvin teman mamanya, jadi begitu.