02 - Who Is She?

924 61 0
                                    

Keya masih terus melambaikan tangan sampai presensinya teman-teman—menghilang di perempatan jalan. Gadis itu tersenyum lebar saat melihat Baren dan Sanders yang masih enggan belok karena masih terus melambai padanya. Dia juga jadi tertawa tak lama kemudian lantaran melihat Henry, laki-laki ternormal, dalam kelompok mereka, memaksa untuk menarik dua laki-laki itu agar pulang. Konyol.

Setelah presensi tujuh temannya, benar-benar sudah tak ada, barulah, gadis itu masuk ke dalam gedung flatnya. Gedung flatnya, tak berada di tengah kota. Di suatu jalan agak kecil masih di Kota Praha. Jika di Indonesia gambarannya, gang.

Gedung flatnya, tidak bisa, dibilang mewah. Terlihat tua tetapi tetap gotik, dan terkesan elegan juga. Sejak awal ke Praha dan mengurus tetek-bengek urusan-urusan kuliahnya, Keya memang sudah jatuh cinta, dengan gedung flatnya. Meski, sederhana dan ruangannya pun kecil, tapi Keya tetap nyaman di sana.

Tidak seperti Baren, Sanders, Elle, Rose yang tinggal di asrama kampus—mengingat mereka mahasiswa perantauan dari Benua Amerika dan Australia, alih-alih begitu, Keya memilih untuk tinggal di flat sederhana dengan biaya sewa yang bisa dibilang sangat murah sekali, untuk ukuran tinggal di Praha.

Gadis itu simpel. Keya tidak mau aturan asrama mengekanginya. Keya itu, anaknya, suka jalan-jalan malam. Jika dia tinggal di asrama bisa dibayangkan kala terjadi dimana masa dirinya tidak boleh keluar malam karena peraturan asrama?

Sungguh sangat tidak mau. Sejak tinggal di Praha, Keya suka jalan malam. Menurut Keya, sayang saja tinggal di Praha tapi malam harinya hanya mendekam. Setelah lulus mungkin dia akan kembali ke Indonesia, kapan lagi, dia ke sini? Dia, bisa kuliah sarjana di sini pun, karena beasiswa dari panti.

Sementara itu, tiga teman Keya yang lain—Henry, Renesmee juga Felix—termasuk orang yang terlahir dengan sendok perak di kepalanya. Renesmee, Felix, mereka berdua asli orang Praha. Sementara Henry, sama seperti Keya. Sama-sama dari Indonesia, tanah air tercinta. Renesmee serta Felix tinggal di rumah orangtua, yang tentu saja terbilang mewah. Sementara Henry, tinggal di flat kelewat mewah, yang letaknya di dekat pusat kota. Meski se-tanah air, nasib mereka berbeda.

Ketika masuk, ke dalam gedung flatnya, Kakek Edward, si pemilik gedung flat tersenyum ramah padanya. Keya balas tersenyum ramah. "Keya, bagaimana?" Sebelah alis kakek berambut blonde karena usia itu terangkat. "Menyenangkan?"

Paham apa maksud kakek baik hati ini, Keya tertawa pelan. "Liburanku?"

"Tentu, kemah kalian bagaimana? Menyenangkan?" Edward berdecak, dia seharusnya tidak perlu bertanya lagi tatkala melihat ekspresi bahagia di binar mata Keya. "Pasti rasanya sangat menyenangkan sampai kau terus tersenyum..."

"Sangat," sahut Keya sambil terkekeh. Sebelum berangkat, Keya tentunya, izin dan pamit juga, pada Edward. Keya tidak mau membuat kakek baik hati nanti akan khawatir jika dia tiba-tiba pergi, tak pulang lima hari, karena berkemah. "Ini, nantinya akan aku kenang selamanya. Kemah kami sederhana, tapi berkesan."

Edward mangut-mangut. "Nikmati masa mudamu, nak. Kau memang amat pantas liburan dan menikmati hari menyenangkan seperti ini sebelum nanti, tugas-tugas serta ujian akhir menuju skripsi akan menghampirimu."

"Ya, terimakasih sudah mengingatkannya kakek..."

"Edward," selanya, agak tak terima. "Cukup panggil aku Edward, nak. Ini, di Praha dan bukannya di negerimu dimana kita harus memanggil yang lebih tua... dengan embel-embel semacam kakak, paman, atau kakek-kakek sepertiku."

Mengacungkan jari damai, Keya terkekeh. "Baik Edward, maafkan aku."

Sebenarnya Keya tahu, kalau Edward, tidak senang dipanggil kakek. Gadis itu tetap saja ada kalanya masih merasa tak sopan, lancang dan kelepasan. Khusus yang tadi barusan, itu karena Keya kelepasan—sama sekali tak disengaja.

Wake Up and Life [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang