Chapter 7

261 49 6
                                    

SEBELUM MEMBACA CHAPTER INI, DIHARAPKAN UNTUK VOTE TERLEBIH DAHULU.

TERIMAKASIH BAGI YANG SUDAH VOTE ❤

-Selamat membaca-

Jennie memberhentikan motornya di perkarangan rumah miliknya. Ia turun dari motor dan melepas helm full face nya. Jennie mengerutkan keningnya saat melihat sebuah mobil yang terparkir di perkarangan rumahnya. Mobil itu adalah mobil yang sangat Jennie ketahui. Mobil yang tidak ingin pernah dilihat Jennie lagi setelah ia keluar dari rumah. Apalagi mobil itu tetparkir manis di perkarangan rumahnya.

Jennie berjalan kearah pintu rumah dan membukanya dengan kasar sehingga menimbulkan suara yang cukup keras. Dilihatnya ayah dan ibu kandungnya sedang duduk di sofa ruang tamu sembari menatap kerahnya, Rafa yang sedang menatapnya juga, dan perempuan iblis yang kini menatapnya juga.

Rafa beranjak dari duduknya lalu mendekati Jennie.

Jennie menatap tajam kearah Rafa seakan ingin membunuh. Jennie dan Rafa memang dekat dari kecil. Jadi jangan heran jika Jennie sering bersikap seenaknya kepada Rafa. Rafa dan Jennie hanya selisih umur setahun. Rafa berumur satu tahun lebih tua dari Jennie.

"Kenapa lo suruh mereka masuk?" tanya Jennie dingin.

"Mereka kan keluarga lo Jen, nggak mungkin gue nyuruh mereka tunggu lo diluar," jawab Rafa.

"Mereka bukan keluarga gue," ucap Jennie penuh penekanan membuat Rafa terdiam. Rafa memang sudah tau tentang masalah keluarga Jennie. Karena sejak kecil Jennie selalu menceritakan segala masalahnya pada Rafa. Rafa sebenarnya ingin menegur orangtua Jennie karena selalu menyalahkan Jennie tetapi Jennie malah melarang Rafa untuk melakukan itu.

Ibu dan ayah Jennie beranjak dari duduknya dan menghampiri Jennie dan Rafa. Begitupun wanita yang dibenci Jennie, ia ikut menghampiri Jennie dan Rafa.

Disa ibu Jennie memegang kedua tangan Jennie tetapi dengan cepat Jennie menepis tangan Disa. Dia menatap sendu kearah anak perempuannya saat tangannya ditepis begitu saja oleh Jennie. Bagaimana tidak, mana ada seorang ibu yang bahagia di perlakukan seperti itu oleh anak kandungnya sendiri.

"Kamu kenapa ngomong gitu nak?" lirih Disa.

"Emang benar kan anda bukan keluarga saya lagi," jawab Jennie.

"Apa yang kamu katakan Jennie, kita ini keluarga kamu. Orangtua kamu," bentak Feri ayah Jennie.

"Keluarga? Keluarga anda bilang? Mana ada keluarga yang tega ngusir anak kandungnya sendiri dari rumah," jawab Jennie dengan nafas yang naik turun karena tengah emosi.

"Kita usir kamu karena kesalahan kamu sendiri Jennie," bentak Feri.

"Saya nggak pernah ngerasa bersalah. Yang salah disini bukan saya tapi perempuan licik ini," emosi Jennie sambil menunjuk kearah Clara.

Clara menggelengkan kepalanya tanda tak percaya saat mendengar perkataan yang keluar mulus dari mulut
adiknya.

"Kamu kenapa ngomong gini sama aku?" tanya Clara sedih. Entah ia sedih benaran atau hanya pura-pura kita tidak tahu, hanya Tuhan dan ia yang mengetahuinya.

"Nggak usah drama deh lo," sungut Jennie karena merasa muak dengan tingkah Clara.

"Jen," tegur Disa.

"Apa? Anda mau belain dia? Belain aja, karena sekarang saya bukan siapa-siapa anda," kata Jennie dengan penuh penekanan diakhir kalimatnya.

"Kamu bisa nggak sopan sendiri sama mama kamu Jennie?" tegur Feri.

"Saya nggak akan pernah bisa sopan sama orang yang udah buang saya," dingin Jennie.

"Kamu benar-benar anak kurang ajar," kata Feri emosi.

"Kalian yang lebih kurang ajar," kata Jennie yang tak kalah emosinya dari Feri.

Feri hendak melayangkan tangannya untuk menampar Jennie tetapi terhenti ketika Rafa memegang tangan Feri membuat tangan Feri tak jadi menampar Jennie. Feri menatap tajam kerah Rafa.

"Om nggak bisa main pukul anak perempuan om sendiri," kata Rafa tajam.

Feri menepis kasar tangannya yang dipegang oleh Rafa.

"Nggak usah ikut campur kamu Rafa," desis Feri.

"Saya nggak akan diam aja kalau om mau pukul Jennie," tajam Rafa.

"Kamu hanya keponakan saya, kamu nggak berhak mencampuri urusan keluarga saya," kata Feri.

"Saya kaka Jennie, jadi saya berhak untuk melindungi Jennie. Bukan kaya om yang lebih percaya sama perempuan licik ini dari pada sama anak kandung om sendiri," kata Rafa dengan emosi yang memuncak sambil menunjuk kearah Clara.

"Bocah sialan." Feri melayangkan bogeman keras dipipi kanan Rafa membuat Rafa jatuh tersungkur ke lantai. Rafa meringis ketika merasakan sakit di pipinya akibat tonjokan Feri. Bahkan darah disudut bibirnya pun sudah mengalir.

Jennie membekap mulutnya saat melihat Rafa tersungkur dilantai dengan darah segar yang mengalir di sudut bibirnya. Jennie beralih menatap tajam kearah Feri yang sedang menatap Rafa.

"Pergi kalian dari sini," Bentak Jennie.

"Kami nggak akan pergi dari sini sebelum kamu pulang sama kami Jennie," kata Feri tajam.

"Saya nggak akan pernah pulang ke rumah neraka itu, saya nggak akan pernah. Pergi kalian dari sini," bentak Jennie sekali lagi dengan nafas yang naik turun.

"Jennie," lirih Disa sambil memeluk tubuh Clara.

"Sekali lagi saya bilang pergi dan jangan pernah injakan kaki kalian di rumah saya," ucap Jennie penuh penekanan.

"Kamu akan menyesal Jennie," kata Feri sambil menatap kecewa kearah Jennie. Feri menggenggam tangan Disa lalu melangkah keluar.

Sebelum keluar Disa menatap sendu terlebih dahulu kearah Jennie. Disa menggelangkan kepala merasa tak percaya saat mendengar perkataan yang tak pantas untuk seorang anak berbicara seperti itu kepada orangtuanya. Sedangkan Clara menatap Jennie sembari tersenyum penuh kepuasan.

Jennie menutup pintu rumah dengan kasar saat keluarganya sudah pergi. Jennie berjongkok lalu membantu Rafa berjalan menuju sofa.

Jennie memandang Rafa yang tampak kesakitan.

"Sakit?" tanya Jennie padahal ia sudah tau bahwa rasanya pasti sakit sekali.

"Ya sakit lah, orang bokap lo mukulnya kencang amat," sungut Rafa.

"Maaf," ujar Jennie merasa menyesal.

Rafa menatap lekat Jennie yang sedang menunduk. Diangkatnya dagu Jennie untuk menatapnya.

"Ini bukan salah lo Jen," kata Rafa lembut.

Tak terasa air mata perlahan jatuh dari mata indah Jennie. Dengan cepat Jennie menghapus air matanya karena tak ingin Rafa mengira ia lemah.

Rafa mendekap tubuh Jennie menyalurkan ketenangan sembari mengusap lembut pundaknya.

"Nangis Jen jangan ditahan," kata Rafa.

"Gue nggak mau nangis," kata Jennie dengan suara seraknya yang sedang menahan tangis.

"Lo nggak mau nangis karena lo takut gue pikir lo lemah?" tanya Rafa. Jennie mengangguk didalam dekapan Rafa. Rafa memang tahu sikap Jennie, Jennie adalah perempuan yang tak ingin dipandang lemah oleh laki-laki bahkan perempuan sekalipun.Rafa semakin mengeratkan pelukannya.

"Lo adalah perempuan terkuat yang pernah gue kenal Jen," kata Rafa dan berasamann itu pula tangis Jennie pecah. Jennie menangis didalam dada bidang Rafa membuat baju Rafa basah akibat air mata Jennie. Satu demi satu isakan pilu terdengar ditelinga Rafa membuat hati Rafa terasa teriris. Gadis kecilnya sekarang tengah sedih akibat keluarganya sendiri.

Rafa semakin mengeratkan pelukannya sembari mengusap pelan pundak Jennie menyalurkan ketenangan.

***

BERSAMBUNG...

Bagaimana tanggapan kalian tentang chapter ini?

Heartless (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang