Chapter 11

202 45 7
                                    

SEBELUM MEMBACA CHAPTER INI, DIHARAPKAN UNTUK VOTE TERLEBIH DAHULU.

TERIMAKASIH BAGI YANG SUDAH VOTE ❤

-Selamat membaca-


Jennie meminum caramel macchiato yang sudah ia pesan. Siang ini hujan turun membasahi kota Bandung. Kini Jennie sedang berada di sebuah cafe yang bernama garden cafe.

Cafe ini adalah cafe milik Rafa. Cafe ini dibangun dengan jerih payah dari Rafa sendiri. Ia menabung uang yang diberikan orang tuanya sehingga tabungan itu dapat Rafa gunakan untuk membuat sebuah cafe. Dari dulu Rafa memang ingin memiliki cafe sendiri, dan akhirnya terwujud.

Jennie sering kesini jika ia merasa bosan di rumah. Tak hanya Jennie, Ken dan Valdo pun sering datang kesini.

"Hai Jen," sapa Rafa yang sudah duduk dihadapan Jennie. Jennie hanya membalas dengan sebuah senyuman tipis.

"Dari kapan lo disini?" tanya Rafa, karena memang Rafa barusan datang ke cafenya. Sehabis kuliah Rafa langsung datang ke cafe.

"Lumayan lama," jawab Jennie dengan tatapan yang masih fokus pada jendela besar yang memaparkan jalan raya dengan air hujan yang turun.

"Lagi ada masalah?" tanya Rafa lagi yang memang tahu persis jika Jennie murung seperti ini pasti dia sedang ada masalah atau ada sesuatu yang sedang mengusik pikirannya.

"Gue di skors tiga hari," jawab Jennie yang sudah memandang kearah Rafa.

Rafa menghela nafas kasar. "Lo buat masalah apalagi sih Jen? Bukannya cita-cita lo mau jadi dokter, nggak mungkin lo bakalan jadi dokter kalau lo sering di skors dan nilai lo merah semua," tegur Rafa seperti ibu-ibu yang sedang menegur anaknya.

"Ya mau gimana lagi, mungkin cita-cita gue harus berhenti sampai disini. Mungkin cita-cita ini udah berhenti dari dulu," kata Jennie sambil tersenyum miris.

"Nggak Jen, dari dulu cita-cita lo itu jadi dokter. Lo nggak bisa asal putusin cita-cita lo hanya karena lo putus asa," kata Rafa.

"Ya mau gimana lagi Raf? Nggak ada yang bisa gue harepin lagi. Nilai gue bawah, gue sering di skors, gue sering bolos, balapan. Gue nggak akan pernah mungkin jadi dokter," kata Jennie.

"Makanya ubah sikap lo Jen, jangan kayak gini terus. Jangan diem di tempat. Kejar cita-cita lo," kata Rafa menyemangati.

Jennie menghela nafas lelah. "Meskipun gue berusaha mati-matian buat jadi dokter. Percuma, karena alasan utama gue mau jadi dokter itu demi orangtua gue. Selain itu gue juga mau nyelamatin banyak orang. Orangtua gue berharap banget gue jadi dokter. Mereka selalu semangatin gue supaya cita-cita gue tercapai. Tapi sekarang nggak ada lagi, nggak ada alasan buat gue jadi dokter, nggak ada yang semangatin gue kayak dulu lagi Raf," lirih Jennie diakhir ucapannya.

Rafa menggenggam kedua tangan Jennie erat.

"Denger gue, gue bakalan selalu semangatin lo Jen. Valdo sama Ken juga bakalan semangatin lo buat raih cita-cita lo. Gue tau dari dulu lo emang kepengen jadi dokter. Kejar cita-cita itu dan ubah diri lo mulai sekarang yah," kata Rafa lembut.

Jennie mengangguk dan bersamaan denga itu air mata Jennie jatuh. Mungkin kalian berpikir Jennie wanita kuat. Tetapi faktanya Jennie hanya wanita lemah yang berpura-pura kuat dihadapan semua orang. Ia adalah perempuan yang rapuh, perempuan yang haus akan kasih sayang. Jennie sudah pergi dari rumah orangtuanya sejak Jennie berumur delapan tahun, jadi tak heran jika Jennie sangat membutuhkan kasih sayang.

Heartless (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang