Rock'2

7.4K 1.1K 184
                                    

Minho menatap lelaki manis yang kini sudah mendudukkan tubuhnya diatas rerumputan sembari menatap air danau yang tampak begitu tenang, ia ikut menyusul duduk disebelahnya dan juga menatap tenangnya air danau tersebut.

"Jisung nggak tahu asal Jisung dari mana, tapi Jisung tahu kalau Jisung itu bukan kayak Minho" ucapnya yang diakhiri menatap wajah lelaki yang sudah duduk disebelahnya itu.

Minho diam, ia berusaha agar tidak menjawab dan mengatainya aneh lagi sebelum mendengar semua penjelasan dari lelaki yang masih sangat asing baginya.

"Minho pasti nggak akan percaya,"

"Apa? Makanya yang logis!!" Minho menjawab dengan wajah yang ia kesampingkan guna menatap wajah Jisung dengan jengkel.

"Tuhkan, Minho tuh kayak apa ya...." Jari telunjuknya ia ketukkan didagu guna berfikir, matanya menatap kelangit-langit yang memang sepertinya sudah menjadi kebiasaan Jisung melakukan hal tersebut tatkala berfikir.

"Lo mau bilang gue dingin kayak es? Atau mau bilang hati gue keras kayak batu?"

Jisung menggeleng. Jari telunjuknya kini ia gerakkan kekanan dan kekiri pertanda tidak setuju dengan apa yang diucapkan lelaki berwajah tampan tersebut.

"Minho nggak boleh jadiin batu sebagai contoh perihal hati ihh!! Hati batu kayak Jisung itu masih lembut"

"Omongan lo mulai nggak jelas" Minho kembali menatap kedepan, mengabaikan ucapan yang menurutnya tidak masuk akal tersebut.

"Tapi Jisung beneran batu!!" Lelaki berpipi gembil itu berusaha meyakinkan. Posisi duduknya berubah menghadap kearah Minho dengan kedua tangan yang memegang lengan lelaki berwajah tampan tersebut, sesekali ia mendorong pelan tubuh itu agar menatap dirinya dan melihat kejujuran dari matanya itu.

"Udah deh, semisalnya mau ngelawak, itu nggak lucu!"

"Jisung nggak bohong! Nih Minho liat mata Jisung" Jisung mencondongkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya pada Minho agar lelaki itu melihat matanya. Namun saat Jisung berusaha meyakinkan melalui matanya itu, Minho justru menutup matanya, enggan melihat kejujuran yang diberikan oleh lelaki berwajah bak tupai tersebut.

Jisung kesal melihatnya, ia mencubit pipi Minho dan menggerakkannya secara acak hingga membuat wajah Minho menunjukkan ekspresi kesakitan.

"Ayo buka matanya, Minho!! Mata Jisung masih polos kok, nggak mungkin mata Jisung bohong"

Tapi Minho masih enggan membuka mata, ia masih terus berusaha menutup matanya rapat-rapat walau sebenarnya sudah tidak tahan dengan keadaan yang cukup dekat ini.
















'bruk


















Tiba-tiba saja tubuhnya ambruk kebelakang, matanya otomatis terbuka karena terkejut, namun hal yang lebih membuatnya terkejut adalah Jisung yang kini berada diatasnya dengan mata yang dilebarkan serta wajah yang sepertinya sengaja didekatkan.

"Tuh lihat!!  Mata Jisung nggak memancarkan kebohongan"

Minho diam, ia masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh lelaki diatasnya itu untuk membuat dirinya percaya.

Ia langsung mendorong tubuh Jisung hingga membuat lelaki itu tersungkur kebelakang dengan cukup keras.

Minho berdiri, menepukkan beberapa kali  pakaiannya yang mungkin saja kotor akibat dirinya yang baru saja bersentuhan dengan rerumputan.

Matanya menatap kearah Jisung yang ternyata belum bangun juga dengan kepala yang berada diatas bebatuan. Padahal lelaki itu masih sadar, terbukti dengan mata yang  terbuka menatap langit-langit.

Sadar akan kesalahannya karena terlalu keras mendorong tubuh kecil itu, Minho segera menghampiri Jisung dan menatapnya sebentar sebelum akhirnya si manis merentangkan tangannya keatas dengan bibir yang mengerucut lucu.

"Minho, kepala Jisung terasa basah.... Apa Jisung ngompol?"

Minho menggelengkan kepalanya, "Ngompol tuh nggak dikepala ya!"

Tangannya ia ulurkan guna membantu lelaki tersebut. Jisung menerima uluran tangan Minho dan segera berdiri.

Begitu Jisung terbangun, Minho melihat jejak darah diatas bebatuan tersebut.

"Minho, kepala Jisung rasanya aneh" Jisung merengek, sedangkan Minho segera membalikkan tubuh simanis dan menatap kepala bagian belakangnya yang ternyata tengah mengeluarkan darah.

"Lo berdarah"

"Huh? Memangnya terbentur sesama tetap buat Jisung berdarah, ya?" Jisung memegang kepala belakangnya yang terasa basah lalu menatap telapak tangannya yang kini terdapat cairan berwarna merah.

Minho mendesah kesal, lagi-lagi lelaki dihadapannya ini harus membuatnya kebingungan dengan kata-kata yang diucapkannya.

Tidak ingin terlalu lama, Minho segera menarik lengan simanis menuju mobil yang ia parkirkan tidak terlalu jauh.

Tinggal beberapa langkah lagi, tiba-tiba saja Jisung menahan pergerakkannya hingga membuat Minho ikut menghentikkan langkahnya. Ia mengernyitkan dahinya heran.

"Jisung sebentar lagi pingsan kayaknya, Minho diam sebentar ya, kayaknya beberapa detik lagi.... Jisung udah nggak kuat soalnya dan biar nggak repot, Minho boleh angkat Jisung sekarang"

Minho menggelengkan kepalanya melihat kelakuan aneh lelaki tersebut, ia hendak menjawab sebelum akhirnya Jisung benar-benar ambruk.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Minho membawa tubuh ringkih Jisung ala bridal style setelah lelaki asing itu dibawanya kerumah sakit. Ia terus menggendong sjmanis tanpa peduli dengan tatapan orang yang melewatinya dikoridor gedung apartemen yang sudah ditinggali selama lima tahun itu.

Setelah membuka sandi apartemennya, Minho segera masuk. Ia meletakkan tubuh Jisung diatas sofa lalu mengambil minum setelah menahan rasa lelah karena harus menggendong tubuh Jisung yang nampak kecil namun terasa berat.

Saat dirinya sedang melihat minuman aoa saja yang terdapat di kulkas, ia harus dikejutkan oleh seseorang yang kini sudah berada disebelahnya dengan kepala yang dicondongkan kedepan hingga membuat sebagiannya masuk kedalam kulkas.

"Minho sedang apa? Disini dingin"

"Nyari minum, udah sana Minggir!" Minho mendorong pelan tubuh Jisung lalu segera mengambil air mineral serta tidak lupa menutup pintu kulkasnya lagi.

Ia duduk di kursi yang tersedia didapur, diikuti Jisung yang duduk disebelahnya dengan tangan yang menjadi tumpuan untuk dagunya itu.

"Jaman sekarang hebat, ya... Ada lemari yang cuacanya dingin"

"Itu kulkas, lo kayak dari jaman dulu aja"

"Jisung memang orang jaman dulu, Tapi Jisung terlalu lama jadi batu, makanya ketinggalan jaman kayak gini"

Minho tersedak air minumnya sendiri. Ia segera meletakkannya diatas meja dan menatap Jisung yang terlihat biasa saja.

"Buktiin kalo lo beneran batu!" Ucap Minho.

"Jisung harus buktiin kayak gimana.... Jisung udah lama nggak hidup, jadi lupa"

"Ya inget-inget, lah!!"

Simanis tampak menggeleng, "Jisung masih belum bisa inget, mending Minho aja yang inget-inget tentang malam dimana Minho ngegenggam Jisung"

"Males banget"

"Belum apa-apa tapi udah males. Minho tahu nggak? Kalo bukan karena Minho yang ngebawa Jisung, Jisung nggak mau tuh tinggal sama Minho"

" -udah lemot karena nggak bisa ngerti ucapan Jisung, pemalas pula"

Setelah berucap seperti itu, Jisung segera berteriak memohon ampun pada Minho yang kini menarik lengannya agar segera keluar dari apartemen miliknya itu.




ROCK [Minsung]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang