Kadang setelah kesedihan pasti ada sebuah kebahagiaan layaknya hujan deras namun bersayap pelangi
Langit hari ini berawan. Banyak sekali gerumbulan awan yang menutupi sinar matahari. Membuat yang berada di bawahnya terasa redup dan dingin. Daun daun pohon bergerak mengikuti arah angin. Hembusan angin tersebut sangat menyejukkan.
Jam 10.58. 2 menit lagi akan istirahat. Dinda menghembuskan nafas kasar. Bibirnya mengerucut kesal. Baginya 2 menit itu lama sekali. Dia melirik kearah Pak Samsul, guru bahasa Inggris-yang sedang membaca buku bahasa Inggris setelah menuliskan soal di papan tulis. Lalu, mendengus. Dia sama sekali tidak faham. Bagaimana cara mengerjakan ini??
"Waktunya istirahat," ujar seorang pria paruh baya yang ada di meja piket. Semua murid pun bernafas lega. Jika dijadikan pr mereka dapat mengerjakannya menggunakan google translate.
"Baik. Jadi, soal itu dijadikan pr ya. Sekian Assalamualaikum Waruhmatullahi Wabarakatuh," ucap Pak Samsul lalu berjalan pergi keluar kelas. Para murid pun segera keluar kelas untuk menuju ke kantin. Menyisakan Dinda, dan Yusuf yang ada di kelas.
Dinda beranjak dari kursinya. Di tangan kirinya membawa sebuah buku diary-nya. Sementara, di tangan kirinya membawa sebuah pensil cetekkan isi besar berwarna biru. Dia berjalan menuju bangku Yusuf yang tengah membaca buku fisika.
"Eh, Suf," panggil Dinda biasa.
"Hm, apa?" tanya Yusuf sambil mendongak.
"Makasih ya pensilnya," ucap Dinda sambil menyodorkan pensil cetekan berwarna biru.
Yusuf pun menerimanya, lalu mengangguk. "Ya," ucap Yusuf singkat.
Dinda tersenyum singkat lalu mengangguk. Kemarin dia sengaja mengambil pensil Yusuf karena dia tidak membawa lepak. Dia meminjamnya namun dibawa kemanapun. Seperti saat menulis diary, mengerjakan tugas, dan menyalin cacatan. Sampai saat jam pulang pun ia masih membawanya.
Dinda pun berjalan keluar kearah pintu. Lalu, berbelok menuju perpustakaan yang bersebelahan dengan kelasnya. Setelah sampai, dia melepas sepatu lalu masuk kedalam.
"Eh, Dinda ya?" tanya seorang wanita paruh baya. Langkah Dinda terhenti. Lalu, berbalik.
Bu Helza, pegawai perpustakaan yang pernah menawarinya membuat novel. Ia tersenyum ramah kearah Dinda. Lalu, mengibas ngibaskan tangannya untuk mendekat kearah meja perpustakaan.
"Gimana Nak? Jadi atau tidak?" tanya Bu Helza lembut.
Dinda menatap Bu Helza. Lalu tersenyum ramah. "Iya bu. Orang tua saya sudah mengizinkan. Saya sudah siap bu untuk menulis novel bu," ucap Dinda yakin seraya menganggukkan kepalanya.
Bu Helza menaruh tangannya diatas meja. Lalu, tersenyum senang kearah Dinda. "Baik, kamu mau juga kan Nak?" tanya Bu Helza.
Dinda mengangguk yakin. Lalu, dia meletakkan buku diary-nya diatas meja. "Bu, saya membuat prolognya seperti ini tidak apa apa kan?" tanya Dinda ragu ragu.
Bu Helza pun melihat tulisan tangan Dinda. Lantas tersenyum. "Bagus kok Nak. Tapi, tinggal dihalusin sedikit. Jadi,...," Bu Helza pun menjelaskan banyak hal tentang tulisannya, cerita, dan juga lain lain. Dinda pun mengangguk angguk mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆adis Penyendiri [✓]
Teen Fiction[ Complete ] [] 𝘍𝘳𝘪𝘦𝘯𝘥𝘴𝘩𝘪𝘱 𝘴𝘵𝘰𝘳𝘪𝘦𝘴 [] ✎ Dinda Farihattus Najwa, seorang siswi berumur 13 tahun yang bersekolah di sebuah Mts yang jauh dari rumahnya. Awalnya, saat dia masuk di dalam Mts tersebut semua baik baik saja. Namun, karena...