Lebih baik sendiri daripada di buli
• • •
Langit sore memang indah. Mega mega kemerahan sisa matahari tenggelam nampak menghiasi langit. Setelah itu, adzan Maghrib berkumandang. Seolah menambah suasana waktu sore yang indah seperti ini. Setelah beberapa menit, langit merah itu sudah disapukan warna gelap hitam. Dan digantikan oleh cahaya bula setengah dengan bintang gemintang.
Dinda merapikan rukuhnya selesai shalat. Lalu, meletakkannya di rak. Setelah itu, berjalan menuju kamarnya untuk mengerjakan pr Bahasa Indonesia yang diberikan oleh Bu Fahsya tadi. Saat akan masuk kedalam kamar tiba tiba ia ditarik oleh Salwa. Dan menyuruhnya untuk memasuki kamarnya.
"Ada apa kak?" tanya Dinda kebingungan. Salwa menatapnya tajam, lalu memegang kedua tangan Dinda.
"Din, kamu dibuli?" tanya Salwa langsung. Dinda bingung. Mulutnya tidak bisa berkata. Jadi, dia hanya diam saja. "Din, jawab kakak," ujar Salwa seraya memegang pundak Dinda. Tatapannya serius.
"Iya," ucap Dinda menunduk tidak bisa menatap wajah serius kakaknya.
Salwa menghela nafas pelan. Lalu menatap adik keponakannya lagi, "Kamu kok bisa dibuli Din?" Salwa bertanya dengan suara pelan. Lagi lagi Dinda bungkam membuat Salwa geram. "Din, jawab!"
"Aku tidak tahu Kak. Semua teman baruku membenciku. Kata mereka dulu aku sangat suka mencari perhatian, padahal aku merasa tidak melakukannya. Bahkan, 3 temanku sampai membuliku. Mereka menyuruhku ini dan itu, jika tidak dilakukan maka mereka akan menggunakan kekerasan," ujar Dinda. Suaranya terdengar parau. Mungkin, dia berusaha menahan air matanya.
"Lalu?" tanya Salwa, berusaha membuat adiknya untuk bercerita lagi.
"Semua temanku membenciku. Mereka menjauhiku, mengucilkanku, sampai sampai membuliku," ujar Dinda seraya tertunduk sedih. Salwa yang benar benar merasa iba lantas memeluk adik keponakannya.
"Kakak akan melindungimu Din," ujar Salwa parau. "Kakak enggak akan pernah bisa terima jika adik kakak dibuli tidak akan pernah!" ujar Salwa gigih. Dinda yang berada di pelukan itu lantas menangis. Dia bersyukur mempunyai kakak yang peduli padanya. Walaupun, Kak Salwa hanyalah kakak keponakannya.
Dari luar, Rafi tampak memandang anaknya. Dia tersenyum, Salwa benar benar menyayangi anaknya. Tanpa kehadirannya, mungkin anaknya akan kesepian. Dia melihat Salwa yang memeluknya. Salwa mendongak, lalu tersenyum pada Rafi.
• • •
Langit pagi seperti biasa cerah dan berwarna biru. Udara yang dingin nan sejuk. Embun embun pagi yang menetesi dedaunan. Kicauan burung yang saling bersahutan.
Di kelas 7C, tidak ada yang bersuara sama sekali. Bu Ratna, pengajar menyuruh murid muridnya untuk ulangan dadakan, ya pasti karena nilai mereka yang tergolong minim. Mulai dari tidak mengerjakan tugas, maupun tidak mengerjakan pr membuat nilai mereka yang begitu minim.
Para murid pun benar benar kaget. Karena Bu Ratna sama sekali tidak mengumumkannya kemarin. Hingga mereka pun kesulitan menjawab soal soal fisika, kimia, dan biologi ini. Banyak murid yang kebingungan, ia ingin mencontek temannya namun urung karena pasti kertas mereka akan disobek oleh Bu Ratna. Mereka pun pasrah dengan hasil nilai mereka yang nantinya minim.
"Assalamualaikum. Boleh masuk?" tanya seorang guru sambil mengetuk pintu kelas. Sontak Bu Ratna langsung mendekati guru tersebut dan membicarakan sesuatu.
"Nak Dinda, dan Lia boleh ikut sebentar?" tanya guru tersebut yang tidak lain Bu Fahza guru BK. Suasana di kelas pun langsung ramai dengan bisik bisik. Banyak anak anak di kelas itu yang membicarakan soal kejadian kemarin di kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆adis Penyendiri [✓]
Teen Fiction[ Complete ] [] 𝘍𝘳𝘪𝘦𝘯𝘥𝘴𝘩𝘪𝘱 𝘴𝘵𝘰𝘳𝘪𝘦𝘴 [] ✎ Dinda Farihattus Najwa, seorang siswi berumur 13 tahun yang bersekolah di sebuah Mts yang jauh dari rumahnya. Awalnya, saat dia masuk di dalam Mts tersebut semua baik baik saja. Namun, karena...