Chap - 23 - Teman dekat

65 7 0
                                    

Suasana rumah Dehya sangat ramai dikunjungi oleh beberapa orang yang memakai baju serba putih. Disana tidak hanya para warga sekitar. Namun, ada beberapa guru, dan sedikitnya para murid yang datang bersama orang tua mereka, untuk bertakziah di rumah Dehya.

Begitu pun Dinda. Dia bersama Salwa, dan Rafi juga kesana memakai baju yang serba putih. Kemarin, saat di Whatsaap, dia begitu kaget saat teman temannya bilang bahwa Dehya kecelakaan dan meninggal dunia. Jadi, kemarin teman teman kelas sepakat bertakziah di rumahnya.

Saat masuk, Dinda menyalimi punggung tangan seorang wanita paruh baya, dan seorang pria paruh baya yang katanya wali Dehya karena Dehya yatim piatu. Dia juga menyalimi seorang wanita tanpa kerudung yang umurnya sekitar 21 atau 20 tahun. Lalu, juga menyalimi seorang pemuda yang mungkin masih SMA.

Di dalam, ada banyak orang disana. Dan juga Linda yang bersama ibunya. Matanya sembap seperti baru menangis. Dinda, Salwa, dan Rafi segera duduk dan Dinda duduk bersebelahan dengan Linda. Dia menatap gadis tersebut membuatnya mendongak.

"Hai Din," ucapnya seraya tersenyum kecut.

Dinda masih memperhatikan Linda. Lalu memegang tangannya, "Kamu enggak apa apa kan?"

Linda menatap Dinda dengan senyum tipis. Lalu menunduk, "Mungkin sih."

Dinda memperhatikan Linda dengan wajah sendu. Dia tahu sekarang pasti Linda sangat rapuh. Setelah itu, para perempuan disuruh keluar karena jenazah akan disholati oleh para bapak bapak.

Dinda memegang kedua bahu Linda berusaha menguatkannya. Namun, ternyata itu malah membuatnya menangis. Linda menangis seraya menundukkan kepalanya. Setelah solat gaib selesai, jenazah Dehya diletakkan di kereta jenazah. Lalu, membawanya ke makam.

Sudah lama, sejak kematian Dehya. Anak kelas 7C sudah melaksanakan ujian seperti biasa. Linda sudah ihklas menerima kepergiannya. Deli juga sudah berbaikan dengan Fara. Mereka selalu bebarengan kemanapun. Deli banyak mengoceh untuk membuat suasana tidak canggung. Dan Fara hanya bisa tersenyum dan ikut tertawa.

Saat istirahat, Deli dan Fara keluar bebarengan menuju ke kantin. Saat perjalanan itu, Deli mengoceh panjang lebar. Tentang keluarganya lah, liburannya saat libur panjang, dan lain lain. Fara hanya bisa membalas dengan senyuman, gumaman, dan jika baginya lucu dia akan tertawa.

"Kamu tahu gak Far. Adikku laki laki itu saat hujan itu pasti hujan hujanan. Namanya itu Radit. Dia sangat suka hujan hujanan kau tahu," oceh Deli. Fara tersenyum membalas ocehan Deli.

"Karena Radit masih kecil. Jadi, aku yang jadi penanggung jawabnya. Lah, kemarin itu kan hujan. Jadi, Radit hujan hujanan sama Nita adikku perempuan yang juga masih kecil sambil berlari lari," oceh Deli.

"Kan aku udah bilangin 'jangan lari lari nanti bisa jatuh'. Tapi mereka tetap aja lari. Hingga Radit terpeleset di genangan air yang ada lumpurnya. Dia menangis karena kesakitan. Dan aku pun membantunya ke rumah," ucap Deli.

"Tapi saat kugendong. Aku menggodanya dengan raut yang agak marah. Aku bilang begini 'makanya dibilangin itu nurut'. Lah, adikku itu malah nangis bahkan lebih keras. Jadinya, aku diceramahi oleh ibuku," ujarnya sambil tertawa sedikit.

Lalu, dia menoleh kearah Fara yang tengah diam. "Far. Kamu sengaja saat itu? Saat kau bermuka 2 seperti itu?" tanya Deli sendu.

Fara menoleh. Raut wajahnya sangat datar. "Apakah aku kelihatan seperti itu?" tanyanya datar. Lalu, pandangannya lurus kearah depan. "Jangan suka menuduh orang," ucapnya lagi.

"Walaupun begitu, kenapa kau mengatai kami seperti itu?" tanya Deli. Hening. Fara tidak menjawab pertanyaan Deli. Dia malah sibuk melamun. Deli menghela nafasnya. Fara benar benar misteri.

𝐆adis Penyendiri [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang