Chap - 12 - Menangis

81 10 0
                                    

Embun pagi membasahi seluruh dedaunan.  Kicauan burung di pagi hari terdengar.  Sinar matahari menerangkan seluruh langit.  Langit biru cerah,  dihiasi awan awan yang membentuk garis garis. Dan juga udara yang sejuk.

Dinda tampak memandang langit yang biru itu. Dia sedang dibonceng Kak Salwa untuk ke sekolah. Namun, biasanya Salwa hanya mengantar lalu mengendarai sepeda motor menuju sekolahnya. Dinda benar benar kaget jika Salwa akan berpindah di sekolahnya sekarang. Semoga saja Kak Salwa tidak tahu jika ia di buli. Semoga saja.

"Udah sampai nih," ujar Salwa sambil memberhentikan motornya di depan gerbang. Dinda turun dari motor kakaknya. Dia melepas helm, lalu mengambil tas nya yang digantung di motor. "Eh, Din,  kamu tahu enggak parkir buat anak anak yang biasanya bawa sepeda motor sendiri?" tanya Salwa.

Dinda menoleh ke kanan dan kiri, "Ada kak. Tapi, biasanya di rumah warga sekitar sini." Salwa tampak mengekerutkan dahinya. Ia bingung mengapa MTs yang katanya terkenal ini tidak ada buat parkir motor.

"Lho, memangnya di sekolahan ini enggak ada parkiran buat montor?" tanya Salwa bingung.

"Enggak ada kak. Paling juga parkiran buat anak yang sepedahan. Kan, sebenarnya enggak boleh," kata Dinda menjelaskan. Salwa nampak kesal, dia memoncongkan bibirnya seraya menatap gerbang sekolah tajam.

"Udahlah kak. Cepetan parkir ya," ujar Dinda dengan senyum ramah. Lalu, dia mulai melangkah masuk kedalam gerbang.  Salwa menatap sendu punggung adiknya yang menjauh,  lantas menghela nafas pelan. Dia ingin tahu apa yang terjadi dengan adiknya di sekolah ini.

• • •

Saat Dinda datang ke kelasnya,  dia menemukan bangkunya yang ada di pojok terdapat sampah sampah yang berserakan. Wajahnya pun menjadi sedih. Dia menoleh pada teman temannya yang ada di kelas. Namun,  tidak ada yang memperhatikannya. Mereka semua pada cuek, dan tidak peduli pada Dinda. Dinda menghela nafas pelan,  ia meletakkan tas nya di kursi. Lalu, dia segera mengangkat sampah sampah jajan dan melangkah menuju keluar.

Di luar, dia segera membuang sampah sampah tersebut kedalam tempat sampah. Banyak anak anak yang melewati kelasnya sambil berbisik bisik, membicarakan tentang dirinya. Dinda menundukkan kepalanya. Dia tidak berani melihat ke depan. Pikirannya kacau. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh, lalu berjalan memasuki kelas. Saat masuk, pundaknya ditabrak oleh Selin hingga ia mengaduh kesakitan.

"Jalan dilihat pakai mata! Nabrak orang aja," ujar Selin marah. Padahal, jelas jelas dia yang sengaja menabraknya. Dinda memegangi pundaknya, lalu berjalan menuju bangkunya. Di bangkunya, sudah ada Fara yang tengah menulis sesuatu. Dia tersenyum tipis lalu memajukan kursinya.

Kelas riuh saat Mira berteriak bahwa ada pr, saat masuk ke kelas. Semua langsung bertanya pada Mira tentang pr tersebut. Mira dengan hebohnya mengatakan tentang pr tersebut. Ternyata, yang dimaksud adalah pr IPS. Pr tersebut telah dikerjakan oleh Dinda beberapa hari yang lalu.

Walaupun begitu, dia sama sekali tidak berniat untuk mencontekkannya pada teman temannya yang heboh di kelas. Tiba tiba, Dehya dan Deli berada di samping bangku Dinda. Dehya menatap tajam kearah Dinda, tangannya terlipat di dada. Deli menatap Dinda dengan tatapan yang menyebalkan. Dinda melirik sekilas kearah mereka. Lalu menunduk, melihat kearah kertas yang ia coret coret.

Brakk. Dehya memukul meja, membuatnya kaget. Bahkan, Fara yang tengah melamun juga terkaget.

"Aku tahu pr mu sudah. Mana sini!" Dehya mengulurkan tangannya. Bermaksud mendapat contekan dari Dinda. Namun, Dinda tak mengubrisnya. Dia malah menunduk, meremas remas kertas yang ia coreti tadi.

𝐆adis Penyendiri [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang