Cakrawala sudah tidak memancarkan sinarnya. Langit mulai berwarna kemerahan. Lalu, tergantikan oleh langit malam gelap yang disinari oleh rembulan. Angin datang sepoi sepoi hingga udara dingin terasa.
Di sebuah rumah dengan teras yang menghadap ke barat. Rumah tersebut berada di tengah tengah sawah dan bercat biru. Di dalam rumah tersebut, seorang gadis tampak berbaring di ruang keluarga. Kening gadis tersebut dikasih kompresan untuk menurunkan suhu badannya yang memanas.
Salwa melangkah ke ruang keluarga sambil membawa mangkok plastik besar yang berisi air es. Dia mengambil kompresan yang ada di kening adiknya. Dia menaruhnya di mangkok plastik yang berisi es, lalu memerasnya. Setelahnya, dia menaruh kembali ke kening adiknya.
"Kak Salwa enggak sekolah?" tanya Dinda yang berbaring lemas. Salwa menaruh mangkok plastiknya, lalu menatap Dinda dalam dalam.
"Kalau kau sakit siapa yang jagain?" tanya Salwa datar sambil menaik naikkan dagunya. Dinda meringis sedikit, matanya seperti mengantuk tetapi dia mengkedip kedipkannya agar tidak tertidur.
"Yaudah besok aku telponin Tante Dewi lah, buat jagain," ujar Salwa sambil memegang kepala Dinda pelan.
Lalu, dia beranjak dari ruang keluarga menuju dapur untuk mengambil sesuatu. Lalu, kembali ke ruang keluarga sambil membawa nampan yang berisi obat dan segelas air putih. Dia meletakkannya di lantai, lalu mulai membangunkan badan Dinda yang lemah menjadi posisi duduk. Salwa membuka obat yang terbungkus, lalu memberinya pada Dinda. Dinda mengambil obat pil lalu meneguknya menggunakan air. Dia menaruh gelasnya di lantai, Salwa mengambil gelas tersebut lalu berdiri dan menaruhnya di meja tv.
"Kak soal kau pindah itu enggak jadi kan?" tanya Dinda. Salwa terenung sejenak saat meletakkan gelas, lalu dia berbalik menatap adik keponakannya itu.
"Jadi, besok lusa aku akan pindah ke sekolahmu," kata Salwa datar. Mata Dinda membelalak kaget, dia pikir tentang kepindahan kakak keponakannya ini hanyalah khayalannya saja.
"Jadi itu benar," kata Dinda tercekat. "Kak Salwa akan pindah ke Mts ku." Dinda meremas remas tangannya, dia takut jika kakaknya mengetahui jika ia dibully di sekolahnya.
"Memangnya mengapa? Bukankah itu lebih baik?" tanya Salwa sambil memiringkan kepalanya, menatap dalam dalam wajah adiknya ini.
"Mungkin," kata Dinda sambil tersenyum suram.
• • •
Linda tengah mengerjakan sebuah pr qurdis. Pr tersebut sangat banyak, soal uji kompetisi dalam buku paket yaitu bab 2, 3, dan 4 harus dikerjakan dan dikumpulkan besok. Dia benar benar lupa pada pr tersebut, dia baru ingat saat dikasih tahu oleh Hefra tadi. Dan beginilah malam Sabtu Linda, yang harus begadang sampai malam untuk mengerjakan PR.
"Lin!! Udah tidur belum?!!" teriak Fitri.
"Belum bu!!" teriak Linda pula.
"PR nya dikerjakan besok pagi saja. Ayo cepat tidur besok bangunnya kesiangan lho!!" teriak Fitri lagi.
Linda memutar bola matanya malas, lalu ia mulai membereskan alat alat tulisnya yang berserakan di lantai. Dia menatap PR Qurdisnya dia berdo'a semoga dia tidak dihukum nanti oleh Pak Jamal karena tidak mengerjakan. Namun, bukannya dia bisa mencontek Hefra ya?
Linda langsung tersenyum sendiri memikirkannya. Dia mengambil lepak, buku tulis serta buku paket Qurdisnya lalu memasukkannya kedalam tas. Dia segera membaringkan tubuhnya keatas kasur. Dia berpikir, bukannya kemarin dia memberi nomor teleponnya pada Dinda. Dia langsung bangun dan mengambil ponselnya yang ada di meja nakas. Dia mengecek Whatsaap nya, hanya beberapa ocehan grup tak berguna disana, tidak ada pesan darinya. Dia menatap langit langit malam. Sekian lama kemudian, matanya pun tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐆adis Penyendiri [✓]
Teen Fiction[ Complete ] [] 𝘍𝘳𝘪𝘦𝘯𝘥𝘴𝘩𝘪𝘱 𝘴𝘵𝘰𝘳𝘪𝘦𝘴 [] ✎ Dinda Farihattus Najwa, seorang siswi berumur 13 tahun yang bersekolah di sebuah Mts yang jauh dari rumahnya. Awalnya, saat dia masuk di dalam Mts tersebut semua baik baik saja. Namun, karena...