14. Reassure?

157 64 1
                                    

Suasana tegang menyelimuti ketiga orang yang berbeda usia, tatapan antara seorang ayah dan anak kini seperti tatapan kedua orang asing yang baru bertemu.

"Hmm." Andre berdehem sambil merapihkan jasnya.

"Ada apa?" to the point Andre.

"Pah, sekali lagi Nara mohon sama papa jangan lanjutin rencana pernikahan papa," lirih Nara dengan menatap Andre penuh harap.

"Jika ini yang mau kamu bahas papa engga ada waktu untuk menanggapinya." Andre bangkit berdiri dari duduknya.

"Pah, Nara mohon dengerin Nara dulu." Nara menahan tangan Andre.

"Cukup Nara, jika benar dia yang buat bunda kamu pergi. Papa sudah ikhlaskan itu." Nara tidak menyangka papanya akan berbicara seperti itu.

"Semua itu hanya bagian dari masa lalu, walaupun kita tau, kalo memang benar Sinta yang buat bunda kamu pergi untuk selama-lamanya bunda kamu juga engga akan kembali lagi ke dunia ini."

Air mata Nara mengalir karena perkataan yang keluar dari mulut papanya. Begitu mudah untuk papanya melepaskan orang yang sudah menghancurkan hidupnya.

"Nara tau pa, bahkan Nara paham kalo bunda emang engga akan kembali lagi ke dunia ini. Tapi Nara cuma mau wanita itu mendapatkan apa yang seharusnya dia dapatkan."

"Impian bunda hancur, kebahagiaan Nara juga hancur karna wanita itu. Tapi kenapa kebahagiaan malah menanti dia pah?"

"Nara sayang sama papa, Nara engga mau kebahagiaan papa hanya sementara." Nara berlalu pergi dari hadapan Andre dan Dareen.

"Om, izinkan saya bicara sebentar."

☕☕☕

"Bun, Nara engga mau papa nikah sama wanita yang udah bikin bunda pergi."

Hujan deras menemani tangisan Nara, embun dikaca taksi yang sedang Nara tumpangi menutup pengelihatan Nara.

Taksi berhenti sesuai permintaan Nara, gundukan-gundukan tanah yang berjejer rapih menjadi tempat kunjungan Nara.

Yah, tempat peristirahatan terakhir orang yang berarti dalam hidupnya.

"Hiks...hiks..." Hanya suara tangis dan hujan yang saling bersahutan.

Nara memeluk nisan bertuliskan nama Zaskia moca Lia dengan tangisan yang tersamarkan karna air hujan.

"Bunda Nara harus apa?" Suara lembut penuh rasa lelah.

"Nara cape, tapi kata bunda Nara engga boleh nyerah sebelum Nara mendapatkan hasilnya." seragam Nara penuh dengan tanah begitupun wajahnya yang terlihat jelas rasa lelahnya.

"Biarin Nara disini dulu ya Bun, Nara kangen dipeluk bunda." Nara memejamkan matanya dengan air mata yang mengalir bercampur air hujan.

Sudah lima menit Nara tak merubah posisinya, Air hujan pun tak berhenti seolah ikut merasakan kesedihan Nara.

"Jangan siksa diri kamu kaya gini." Nara membuka matanya saat sudah tak merasakan air hujan dan suara seseorang yang sudah lama tidak Nara dengar.

Sosok lelaki gagah dengan payung yang menghalangi hujan untuk turun membasahi Nara.

Rangga Bimantara, sosok kakak lelaki yang begitu peduli dengan adiknya.

"Kak Rangga." hanya itu yang keluar dari mulut Nara karna setelahnya pandangan Nara menggelap dan Nara tak sadarkan diri.

☕☕☕

"Om, saya memang baru mengenal Nara. Tapi saya tau kalo Nara adalah sosok perempuan yang kuat. Kehidupannya hancur dan kebahagiaannya lenyap krna wanita yang Om cintai. Saya minta sama Om jangan buat dia merasa bahwa kebahagiaannya akan semakin lenyap krna Om tetap melanjutkan pernikahan Om."

Impian Dari Kopi [ Proses Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang