Dareen menatap sengit perempuan di depannya, tangannya terkepal dengan emosi yang coba ia kontrol. Luna memberanikan dirinya lagi untuk bertemu dengan Nara perempuan itu tidak perduli dengan kemarahan Dareen.
"Gue engga akan biarin buat lo nyentuh Nara seujung kukupun!" ucap Dareen.
"Ren, gue mohon biarin gue minta maaf sama Nara."
Lorong rumah sakit yang sepi menambahkan aura yang mencekam, mata tajam Dareen menghunus tepat di netra Luna.
"Nara belum siuman, lebih baik lo pergi!" rasa marah nya terhadap Luna tidak bisa ia hilangkan begitu saja.
Dareen, ia berusaha mati-matian menjaga gadisnya. Selalu berharap agar gadisnya baik-baik saja. Tapi Luna, dengan jiwa iblis nya tega menyakiti Nara dan ingin membunuh Nara.
Dareen tidak akan lupa kejadian kemarin, bagaimana ia melihat dengan jelas wajah ketakutan gadisnya dan kesakitan yang gadisnya rasakan.
"Engga papa, biarin gue ketemu Nara. Kalo lo engga percaya, lo bisa kawal gue ren di dalem ruangan nya Nara." Luna menatap wajah Dareen dengan memohon.
"Gue janji setelah ini gue akan pergi jauh-jauh dari hidup kalian." tatapan Luna terlihat sendu.
Mata gadis itu masih setia tertutup, seolah alam mimpi lebih menarik dari pada dunia nyata yang harus ia hadapi.
"Waktu lo engga lama."
Setelah itu Dareen kembali menutup pintu, cowok itu memberi waktu dan kepercayaan untuk Luna berbicara pada Nara. Kini didalam ruangan hanya ada Luna dan Nara yang masih menutup matanya.
"Na, sorry. Sorry kalo selama ini gue selalu ganggu hubungan lo sama Dareen, maafin gue karena terus nyakitin lo. Gue salah Na bahkan rasanya engga pantes buat gue di sini
Bangun Nara, banyak yang nunggu lo sadar. Jangan siksa mereka dengan lo yang tetep tidur kaya gini, seharusnya dari dulu gue tau bahwa cinta Dareen buat lo begitu besar, seharusnya gue engga usah egois sampe harus nyakitin sumber kebahagiaan nya Dareen dan gue sadar kalo rasa gue cuma hanya sekedar obsesi, lo berhak bahagia sama Dareen." Luna mengusap air matanya yang mulai mengalir, menatap wajah orang yang selalu ia sakiti.
Ceklek!
Dareen mendongakkan kepalanya saat pintu didepannya terbuka, Luna duduk di samping Dareen yang masih memasang wajah datar nya.
"Makasih udah ngizinin gue ketemu Nara." Luna ikut memandang pintu ruang rawat Nara.
"Gue tau lo engga akan maafin gue sampe kapanpun, gue udah bikin Nara menderita dengan rasa ketakutan nya terhadap gue." Luna memandang lantai rumah sakit.
"Tapi gue harap lambat-laun lo mau maafin gue, gue pamit."
Perlahan langkah Luna tak terlihat lagi di ujung koridor, Dareen menghela nafas sebentar setelah itu masuk ke dalam ruangan Nara.
"Sayang, kapan kamu bangun? Apa mimpi kamu lebih indah makanya kamu engga mau bangun dan ketemu aku?" Dareen mengecup tangan Nara menyalurkan rasa rindu dan sayang nya.
"Wake up babe, jangan buat kita bersedih melihat kamu yang terbaring lemah di sini," ucap Dareen.
"I love you." Dareen berdiri dari duduknya mengecup kening gadisnya lama, dan Nara mengeluarkan air matanya dengan mata yang masih setia tertutup.
☕☕☕
Hari sudah berganti, pagi juga telah tiba kembali. Tapi, gadis cantik itu masih tetap menolak untuk bangun. Padahal banyak dari mereka berharap agar gadis cantik itu segera siuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Dari Kopi [ Proses Revisi ]
Teen FictionJudul awal: a glass of coffee filled with dreams Nara Alviva, harus menghadapi perubahan papa-nya karena kedatangan wanita yang begitu Nara benci, ia juga harus mewujudkan impian almarhumah bunda-nya disaat ia mengidap penyakit yang mendiagnosa bahw...