"Apa yang buat lo ga pernah mau cerita soal penyakit lo sama gue Ra?" suara itu dingin dan tak bersahabat.
Kedua gadis yang sedang duduk di kursi taman rumah sakit sama-sama menciptakan suasana tegang.
"Anggi-," lirih Nara.
"Apa Ra? Apa lo ga nganggap gue sebagai sahabat lo? Terus apa gunanya gue Ra, apa?" nada ucapan Anggi makin tinggi.
"Gi, gue bisa jelasin." Nara menatap Anggi dengan rasa bersalah dan mata berkaca-kaca.
"Lo mau jelasin kalo lo ga mau nyusahin gue, nyusahin orang-orang? lo terlalu nyiksa diri lo sendiri Ra karena rasa ga enak lo itu," kata Anggi tanpa menatap Nara.
Hening, hanya suara kendaraan yang berlalu lalang. Setelah Anggi mengucapkan itu tidak ada lagi percakapan yang terjadi. Hingga,
"Kalo lo masih anggap gue sahabat, seharusnya lo cerita apa yang lo alamin seberat apapun itu." Anggi menyerongkan tubuhnya ke Nara.
"Engga semuanya bisa kita ceritain dan ungkapin gitu aja gi." kini giliran Nara yang berbicara tanpa menatap Anggi.
"Gue butuh waktu buat ceritain tentang penyakit gue." air mata lolos mengalir di pipi Nara.
"Gue engga cerita sama lo bukan berarti gue ga nganggap lo sebagai sahabat gue, di saat hati lo di selimuti dengan ketidak siapan apa lo akan dengan mudah menceritakan semuanya?" mata yang sudah mengeluarkan air mata itu menatap Anggi.
"Nara." kini giliran Anggi yang merasa bersalah pada gadis berwajah pucat didepannya.
"Maafin gue gi kalo gue nyembunyiin ini, sekarang lo udah taukan penyakit apa yang gue derita. Bahkan, kak Rangga, Dareen udah tau." bibir pucat itu tersenyum.
"Gue balik ke kamar gue yah." Nara berjalan dengan gerakan lambat sambil menggenggam infusannya.
Anggi hanya menatap Nara dengan pandangan bersalah, Anggi tau Nara butuh jarak darinya. Ingin sekali Anggi membantu Nara untuk sampai ke kamarnya tapi keinginan nya ia urungkan.
☕☕☕
Nara duduk di atas ranjang rumah sakit dengan pandangan kosong, Nara benar-benar benci ruangan yang identik dengan bau obat-obatan.
Hanya sampai sini Nara menyembunyikan tentang penyakitnya, Nara tidak bisa mencegah Dokter Hendra untuk tidak mengatakan yang sebenarnya.
Mungkin jika kemarin Nara dilarikan ke rumah sakit dimana Dokter Fanya bekerja bisa saja penyakitnya tidak ada yang tau secepat ini.
"Kenapa ngelamun?" lelaki tinggi itu memegang bahu Nara untuk menyadarkan gadis itu.
"Kak Rangga dari mana?" Rangga yang paham kalo Nara tidak mau cerita terpaksa menjawab pertanyaan Nara.
"Ngambil keperluan kamu." Nara menatap tas yang dipegang Rangga dengan pandangan tak minat.
"Emang Nara harus terus disini ya kak?" sebenarnya Nara tau jawabannya, tapi Nara berharap Rangga mengatakan yang berbeda.
"Kondisi-" sebelum Rangga menyelesaikan ucapannya, Nara memotongnya lebih dulu.
"Nara tau kak, kalo gitu Nara istirahat dulu yah." Nara membaringkan tubuhnya membelakangi Rangga.
Kondisi kamu makin memburuk, kak Rangga ga mau ngambil resiko yang dapat mengancam nyawa kamu batin Rangga memandang Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Dari Kopi [ Proses Revisi ]
Fiksi RemajaJudul awal: a glass of coffee filled with dreams Nara Alviva, harus menghadapi perubahan papa-nya karena kedatangan wanita yang begitu Nara benci, ia juga harus mewujudkan impian almarhumah bunda-nya disaat ia mengidap penyakit yang mendiagnosa bahw...