Setelah pulang sekolah Nara memutuskan untuk mencari pekerjaan part time. Nara yakin uang simpanannya tidak akan cukup untuk kebutuhan Nara kedepannya.
Nara memasuki toko roti yang terlihat cukup ramai. Sudah dua tempat yang Nara datangi dan semoga keberuntungan kali ini datang padanya.
"Permisi mba, saya ingin melamar pekerjaan di sini. Tadi saya lihat ada pemberitahuan kalo di sini sedang butuh satu orang pegawai," kata Nara kepada salah satu Kasir.
"Mohon maaf kak, di sini Memang sedang butuh pegawai baru. Tapi tadi 5 menit yang lalu sudah ada yang melamar di sini dan kebetulan sudah di terima." Penjelasan kasir itu membuat Nara menghela nafas.
Kenapa orang lain mudah mendapatkan pekerjaan sedangkan dia sudah tiga tempat tapi tak ada yang bisa menerimanya.
"Oh gitu ya mbak, kalo gitu saya permisi. Terima kasih," ucap Nara sambil tersenyum.
"Baik kak, sama-sama." setelah Kasir itu menjawab Nara langsung berlalu pergi.
ternyata cari pekerjaan itu engga gampang, Nara cape bun. Nara butuh bunda untuk peluk nara sekarang Nara membatin. Nara sudah lelah terus keliling untuk mendapatkan pekerjaan.
Tapi jika Nara tak memiliki pekerjaan dari mana Nara bisa mendapatkan uang untuk kebutuhannya.
☕☕☕
Nara tiba di rumah Anggi. Tadi Anggi meneleponnya berkali-kali dan mengirim pesan kalo dia khawatir dengan Nara. Karena saat bell pulang sekolah Nara pergi tanpa memberitahunya.
"Lo dari mana aja si Na?" tanya Anggi dengan menatap Nara. Nara bingung apakah dia harus jujur kalo dia sedang mencari pekerjaan part time. Tapi Nara yakin kalo Anggi akan lebih khawatir atau bahkan melarang Nara untuk bekerja.
"Gue, abis dari makam bunda tadi. Sorry kalo tadi gue pergi tanpa ngasih tau lo." Nara sebenarnya tak ingin berbohong kepada sahabatnya. Tapi Nara tak mau Anggi lebih khawatir terhadapnya.
"Lain kali kalo mau pergi tuh bilang. Jadi gue ga khawatir kali naa," Anggi berkata dengan nada yang sedikit kesal.
"Oh iya, gimana sama tempat itu?" tanya Anggi kepada Nara yang sedang berdiri di balkon kamar.
"Hmm, mungkin tempat itu bakalan engga ke urus gi." jawaban Nara membuat Anggi mengerutkan keningnya.
"Loh,bukannya itu tempat peninggalan bunda lo." Anggi terlalu bingung dengan jawaban sahabatnya. Karena dulu Nara begitu semangat untuk mengurus tempat itu.
"Tapi sekarang harus gimana lagi gi, modal dari mana coba gue buat ngurus tempat itu," kata Nara.
"Gue siap bantuin lo Na,nanti buat soal modal gue bicara sama papa. Tapi lo ga boleh putus asa gini dong Bukannya dulu lo semangat banget buat ngurus tempat itu. Lo juga kan yang janji sama bunda lo kalo lo akan wujudin mimpi bunda." Anggi tak ingin Nara menyerah dengan mimpi yang selama ini sahabatnya miliki.
"Engga usah gi, gue ga mau nyusahin lo apa lagi keluarga lo, gue akan tetap melanjutkan mimpi gue dengan usaha dan keringat gue sendiri," Nara berucap mantap. Karena Nara ingin mimpi dirinya dan bundanya dulu bisa terwujud karena usaha Nara sendiri.
"Na, udah berapa kali gue bilang. Gue sama keluarga gue ga merasa di susahin sama lo jadi lo tenang aja okey," Anggi berucap dengan tangannya yang Mengelus tangan Nara seolah memberi keyakinan.
"Anggi pliss, biar gue wujudin ini semua karena usaha gue sendiri ya." Nara memohon kepada Anggi.
"Hufft, tapi lo harus inget. Kalo lo butuh sesuatu lo bilang sama gue ya." Perkataan Anggi di angguki Nara dengan sebuah senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impian Dari Kopi [ Proses Revisi ]
Teen FictionJudul awal: a glass of coffee filled with dreams Nara Alviva, harus menghadapi perubahan papa-nya karena kedatangan wanita yang begitu Nara benci, ia juga harus mewujudkan impian almarhumah bunda-nya disaat ia mengidap penyakit yang mendiagnosa bahw...