PROLOG

150 4 0
                                    

Cakrawala seakan ikut bersedih menyaksikan dua sosok manusia yang tengah bersimpuh didepan sepasang gundukan tanah yang masih basah dengan pandangan amat terluka. Sosok anak perempuan tak hentinya menangis, tangisan pilu yang amat menyayat hati bagi yang mendengar. Mata indahnya yang senantiasa berbinar kini tampak redup tak berdaya.

"Ma..Pa.. kenapa kalian pergi secepat ini? Kenapa kalian tega ninggalin Rara? KENAPA?' Hiks..hiks.. kalian nggak sayang lagi sama Rara..hiks..'' Tangis gadis itu kian menjadi beriringan dengan dadanya yang terasa begitu sesak.

Sosok remaja laki-laki di sebelah gadis itu terdiam mendengar kalimat tersebut. Ia turut merasa kehilangan dua sosok berharga dalam hidupnya. Tetapi, berbeda dengan si gadis yang diliputi rasa sedih.. ia malah merasakan amarah yang amat sangat jika mengingat tragedi yang menyebabkan kejadian ini.
Akan tetapi, ia sadar.. ia belum memiliki kemampuan apa-apa untuk berbuat lebih. Karenanya, ia bertekad untuk memupuk kemampuan dan mengumpulkan sumber daya untuk melancarkan aksinya.

"Hiks..hiks.. Rara mau ikut... Rara nggak mau disini, Rara nggak punya siapa-siapa lagi... hiks..hiks..'' Kata gadis itu lagi sebelum jatuh pingsan karena kelelahan akibat menangis.

Lelaki itupun sontak terkejut dan khwatir disaat yang bersamaan. Tanpa membuang waktu lagi, ia segera beranjak meninggalkan area pemakaman sembari menggendong gadis tersebut.

Sesampainya di rumah, ia segera membawa gadis tersebut menuju kamar dan membaringkannya. Pandangannya tertuju pada wajah gadis itu yang tampak sangat lesu dan lelah. Ia menghela napas berat. Kedepannya.. ia lah yang akan bertanggung jawab penuh utnuk kehidupan gadis itu, satu-satunya keluarga yang ia punya. Gadis yang selalu mereka umpamakan sebagai stephanotis itu akan menjadi berlian berharga yang akan selalu ia lindungi.

"Ra.. bangun sayang.. jangan kayak gini, om khawatir sama kamu'' Gumam lelaki itu sembari mengusap puncak kepala si gadis dengan penuh kasih sayang.

Gadis itu tampak menggeliat saat merasakan elusan lembut di kepalanya. Kedua kelopak matanya perlahan membuka dan menampilkan iris yang menatap lelaki tersebut dengan sendu.

"Kamu udah bangun sayang? Apanya yang sakit?'' Cerca lelaki tersebut khawatir.

"Om Dean? Jangan pernah tinggalin Rara ya? Rara sekarang cuma punya om disini. Jangan pergi...hiks..hiks'' Pinta gadis tersebut sambil menggenggam erat tangan lelaki itu.

"Ra? Om janji akan terus ada untuk kamu.. akan menjaga, melindungi dan menyayangi kamu dengan segenap kemampuan om. Tapi, Rara jangan sedih lagi ya? Apalagi sampai sakit kayak gini, om khawatir sayang...'' Pinta lelaki itu sembari mendekap Rara dengan sayang.

"Rara janji om, nggak akan bikin om khawatir lagi'' Jawab Rara sembari mengangguk mantap dalam dekapan Dean. Lelaki itu pun tampak tersenyum mendengar penuturan keponakannya yang terbilang masih belia itu.

"Nah! Gitu dong, ini baru ponakan om...'' Kata Dean sambil mencubit gemas hidung Rara. Membuat bibir gadis kecil itu merengut tanda tak suka.

"Ish, om!! Sakit tau, hidung Rara''

"Yaudah, sekarang udah sore. Kamu mandi gih.. nanti om panggil untuk makan malam. Om balik ke kamar dulu ya?'' Pamit Dean. Ia pun melangkah keluar setelah mendaratkan kecupan singkat di puncak kepala Rara.

☆☆☆

Dheandra Stephani. Gadis kecil yang selalu membingkai wajahnya dengan senyuman hangat yang berhasil menularkan sindrom kebagahagiaan kepada orang disekitarnya. Tingkah polos dan lucu yang selalu menjadi alasan tawa dari papa, mama dan pamannya.

Keluarga sederhana yang penuh kehangatan. Begitulah gambaran mengenai mereka. Dheandra a.k.a Rara adalah putri tunggal dari pasangan Wiliam dan Alissa. Sedangkan Deano Keandra a.k.a Dean adalah adik semata wayang dari Alissa. Mereka tinggal bersama dalam sebuah rumah mungil di pinggiran kota.

William si kepala keluarga bekerja sebagai karyawan sipil di salah satu lembaga negera di bidang hukum. Sedangkan Allisa bekerja sebagai guru matematika di salah satu SMP negeri di daerah tempat tinggal mereka.

Hingga suatu tragedi berhasil merenggut kebahagiaan dan kehangatan dalam keluarga tersebut secara tragis. Fenomena yang meninggalkan luka, amarah dan dendam dalam benak Dean yang saat itu masih berada di bangku akhir sekolah menengah atas. Jiwa muda yang tersulut api amarah, hingga memaksanya untuk berpikir dan bertindak lebih melampaui remaja sebayanya.


♡ To be continue ♡

Selasa, 04 Feb 2020

About Dheandra ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang