PENDAKI SEORANG DIRI

2.8K 55 2
                                    

rintik hujan kembali datang saat kami melanjutkan perjanan. hawa dingin juga semakin menusuk, kala kami berjalan dengan suasana hening. Entah mengapa setelah pertemuan kami dengan para pendaki tadi, seperti memberikan perasaan tak mengenakkan. 

Dadang yang selalu memberikan arahan-arahan, dan wejangan-wejangan, juga diam. Cecep pun sama. padahal biasanya dia yang paling ramai. 

jujur saja aku sedikit tidak nyaman, apalagi dengan cuaca yang kadang hujan kadang panas. membuatku takut kalau-kalau sewaktu di dalam tenda ada hujan angin. apalagi kata Dadang Gunung itu susah di tebak.

"Dang" panggilku memecah hening

"Kenapa To?" tanya Dadang menoleh ke arahku

"Kok meneng ae?" (kok diam saja?) tanyaku

"Perasaan ku rodok ngganjel" (perasaanku sedikit janggal) kata Dadang sembari menyamakan langkah, hingga sejajar denganku.

"Opo o?" (kenapa?) tanyaku penasaran

"Banyu" kata Dadang, menatap ke belakang.

tampak Banyu sedang melihat diantara semak-semak, seperti ada sesuatu yang tengah dia cari. aku yang paham pun mencoba menenangkan Dadang.

"Wes Dang, tak nok mburi dewe. awakmu panggah nok ngarep ndudoi dalan. koyok gak ngerti Banyu ae" (sudah Dang, biar aku di paling belakang. kamu tetep di depan nunjukin jalan, kayak gak ngeti Banyu saja) kataku menepuk bahu Dadang.

selanjutnya aku pindah posisi ke belakang Banyu, mengawasi agar Banyu tak lagi mencari sesuatu di semak-semak.


setelah kita berjalan beberapa saat, ahirnya kita sampai di Pondokan. ini adalah pos tiga di Gunung Arjuna. pondokan sendiri adalah tempat untuk para penambang beristirahat, terlihat dari beberapa gubuk yang sengaja di bangun di Pondokan ini. 

kami tiba di pondokan ini kurang lebih pukul 6 malam, suasana di pondokan ini sudah sangat gelap, karna tak adanya penerangan sama sekali. padahal biasanya di pos-pos minimal di beri penerangan. jujur saja hal ini sempat membuatku parno.

"To masang tenda sama aku ya? kamu juga Yu, Cep. bikin perapian ya? terus Rina sama Maya masak. kita bagi tugas supaya semuanya cepet selesai. Supaya cepet istirahat juga, soalnya besok kita summit" Kata Dadang memberi intruksi. 

dengan sigap aku membentangkan tenda. di bantu Dadang. yang lain pun segera melakukan tugas masing masing. namun saat membentangkan tenda, aku melihat seperti ada lampu senter yang menyorot ke arahku dari balik gubuk. namun karna gelap membuat sosok di dalam gubuk itu tak terlihat. namun karna mengira di dalam itu adalah penambang, aku pun menyapa.

"Pak" kataku sembari tersenyum

"sopo To?" (siapa To?) tanya dadang mencari seseorang yang tadinya ku sapa.

"Iku lho Dang, nok njero gubuk" (itu lho dang di dalam gubuk) kataku menunjuk asal ke arah gubuk. 

tak ada jawaban yang keluar dari mulut Dadang, dia juga tidak lagi bertanya. mungkin sudah bertemu dengan orang yang ku maksud. 

setelah tenda terpasang rapi aku dan Dadang merapatkan duduk di dekat perapian untuk makan. setelah selesai makan-makan kita pun memutuskan untuk beristirahat. namun karna aku tak bisa tidur aku memilih menghangatkan diri di depan api ungggun. Dadang pun memilih tidur di luar, dengan matras yang sudah dia gelar. 

malam semakin sunyi saat ku lihat di kejauhan ada seorang pendaki yang berjalan seorang diri. aku pun memastikan, setelah benar itu pendaki, aku pun memanggilnya untuk menepi. dan berencana mengajaknya untuk ke puncak besok pagi saja.

"Mas! mas!" teriak ku

pendaki itu berhenti namun tak menoleh ke arahku. akupun berinisiatif untuk mendekatinya.

"Mas, mampir disini dulu saja, besok baru bareng-bareng ndakinya. bahaya lho sudah malam, apalagi sendirian gini" kataku memegang bahunya.

namun kaget bukan main aku, saat pendaki itu menoleh. memperlihatkan wajah yang hancur! tak ada mata, tak ada hidung! semuanya rata! seperti daging yang terus mengeluarkan darah segar.

"Jiancokkk" maki ku berlari ke arah Dadang yang sedang tertidur.

"Dang! dang! dang! jancok tangi (bangun) dang" kataku terus mengguncang-guncangkan tubuh Dadang.

"Opo To?" (apa To?) tanya Dadang parau.

aku pun kembali menatap ke arah pendaki itu. pendaki itu tak menghilang, hanya saja dia memalingkan pandanganya dariku. dan lanjut berjalan.

"Duh gusti" (ya Tuhan) kataku sembari mengelus dada berkali-kali


PETAK UMPET (Sudah tersedia versi E book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang