"Rin gakpapa?" tanya Dadang menepuk punggungku membuatku tersadar dari lamunan panjang.
"Tak ada orang yang baik-baik saja saat dihadapkan dengan rasa takut Dang" kataku lesu.
"Kamu bisa tinggal jika enggan ikut Rin" kata Dadang prihatin.
"Aku lebih takut saat tidak bisa membayar kesalahanku, walau ada rasa takut pada hal lain. sekarang Yanto yang lebih prioritas" kataku meyakinkan.
dan sebenarnya aku tidak suka orang menatapku dengan tatapan seakan aku lemah. sungguh saat ini aku hanya ingin bertanggung jawab bersama yang lain. toh yang ketakutan bukan hanya aku sekarang.
"Ayo" ajak Cecep mendekat ke yang lain.
Aku mengikutinya, menyaru menjadi satu bersama yang lain memulai suatu ritual. aku dan kawanku sengaja memisahkan diri, mencoba sehening mungkin saat kita masuk ke gerbang itu. dan inilah saat yang di tunggu, saat tetua daerah membakar dupa.
"Sekarang" kata Maya pelan namun tegas.
Banyu berjalan terlebih dulu sebagai pembuka jalan, diikuti Maya, aku, cecep lalu Dadang. dengan secepat mungkin kami menembus rerumputan liar lalu menembus dua buah pohon besar. dan benar saja, setelah melewati dua pohon itu hawa dingin langsung menyentuh kulit hawa yang sangat berbeda dari hawa yang biasanya.
langit mulai mengeluarkan semburat merah saat kami masuk ke dunia ini, sembari menahan takut aku mengamati Banyu yang tengah terdiam.
"Bentar... su..suara delman" katanya terbata. membuatku mengernyitkan dahi. tak ada di fikiranku jika dunia lain memiliki delman atau semacamnya.
"Ayo" kata Banyu sembari mencari sumber suara tersebut.
Dan benar saja selang beberapa lama, kami menemukan kuda tanpa tuan. tanpa fikir panjang Banyu mengambil kemudi, sedang kami naik ke belakang dengan cepat. membawa rasa takut dalam hening.
"Waktu kita cuman sampai matahari terbit" kata Maya mengingatkan.
"Gilak! gak akan cukup" kata Banyu gelisah
"Ya kalau gitu kita harus cepet"
Aku menggigit bibirku. takut jika kami tidak bisa menyelesaikan semuanya tepat waktu. apaligi melihat langit yang semakin lama semakin gelap, menambah kegelisahan dalam hatiku. dan belum saja aku selesai dengan segala unek-unek yang hanya tersirat tanpa bisa terucap. kami sampai ke sebuah pasar. pasar tanpa orang, pasar mati.
"Ini dimana?" tanya Dadang bingung.
"Pasar" jawab Banyu
"Terus?"
"Aku gak tau jurang itu ada dimana. tapi sebelum ketemu jurang itu aku sama Yanto lewat sini" kata Banyu menjelaskan.
tak ada lagi pertanyaan setelahnya dari Dadang. mungkin dia bisa gila kalau hanya kemari sendirian, setidaknya itulah yang aku rasakan. hawanya sungguh tidak enak. tempatnya menyeramkan. dan aku tau ini membahayakan tak seperti Yanto dan Banyu yang telat menyadarinya.
setelah melewati pasar kami masuk lebih dalam, Banyu berjalan mendahului kami sebagai penunjuk jalan. sialnya sekarang hari sudah benar-benar gelap.
"Gandengan" teriak Banyu
"Maksudnya?" tanyaku
"Kita gak bisa liat satu sama lain pas masuk ke dalem karna rumputnya setinggi dada. dan ini benar-benar gelap"
mendengar penjelasan Banyu kami pun bergandengan tangan menembus rumput yang setinggi kepalaku, karna ukuran tubuhku yang lebih pendek dari yang lain. kami berjalan dan terus berjalan secepat yang kami bisa. lelah itulah satu kata yang bisa mendeskripsikan keadaan kami sekarang. namun jika istirahat berarti kita memperbesar kemungkinan untuk tinggal disini selamanya karna kehabisan waktu.
semakin masuk semakin masuk, semakin suara sungai terdengar. hal itu membuat Banyu tersenyum puas.
"Ayo" ajaknya sembari berlari
membawa kami ke hilir sungai.
"Yantooo....... Yantoooooooo" teriak Banyu saat sudah di hilir sungai.
"Yantoooooooooooo" tambahku
"Yantooooooooooooo" tambah yang lain
kami mencoba menyusuri sungai sembari meneriakkan nama Yanto, berharap seseorang menjawab dengan suara yang familiar.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETAK UMPET (Sudah tersedia versi E book)
Horror(sebagian chapter di hapus untuk keperluan penerbitan) aku tengah bersembunyi, namun aku takut saat mereka tak bisa menemukan aku. Demi apapun juga, jangan pernah bermain "PETAK UMPET" versi Ebook bisa di beli di : https://play.google.com/store/book...