MELBU GERBANG GAIB

2.4K 60 0
                                    

"Heeeeee?" kataku mempertanyakan letak otak anak perempuan satu ini.

namun seperti tak sependapat denganku, yang lain menatapku dengan tatapan menyebalkan. atau lebih tepatnya mereka sebal dengan ku. padahal, ayolah, bukankah ide gila bermain petak umpet di hutan seperti ini? 

ya.. namun sepertinya mereka tak peduli.

"Oke, lak awakmu podo pengen dolanan petak umpet age, gek dolanan. tapi aku gak melu" (oke jika kalian pada kepengen mainan petak umpet ayo, segera main. tapi aku gak ikut) persetan sudah dengan tatapan menyebalkan itu.

di banding bermain, permainan konyol seperti itu, aku lebih suka memperhatikan sembari menyesap kopi dan mengeluarkan roti dari dalam tas ku.

"Entok ayam ko ngendi Dang?" tanyaku, kebetulan Dadang juga lebih memilih memanggang ayam di banding ikut main dengan yang lain.

"Tak bendok mau, soale ngubengi tendo" (ku timpuk tadi, soalnya mutarin tenda) kata Dadang santai.

namun tidak denganku, bukanya pamali ya membunuh binatang di tempat seperti ini? lagian mana ada ayam di sini? walaupun ayam alas ada, bukanya biasanya mereka akan takut jika ada manusia? huft namun aku tak ingin memperpanjang. toh bukan aku juga yang nimpuk.

sembari menjejal kan roti ke mulutku, aku mengamati mereka bermain. gelak tawa terdengar nyaring saat Cecep tertangkap dan menggantikan Maya. dari hitungan ke tiga, semua berhamburan. berlari mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. namun fokusku tertuju pada Banyu.

dia berlari terlampau jauh, aku yang tak tenang pun menyusulnya dengan cepat. melewati sela-sela pohon kembar.

"Yu! iso gak to lak delik an gausah adoh-adoh? nko ilang awakmu" (Yu! bisa gak sih kalau main petak umpet gak usah jauh-jauh? nanti hilang kamu)

"Hahahahah, kenek awakmu" (hahahahah kena kamu)

aku menelan ludah, suara Banyu kembali berubah, persis seperti suara yang aku dengar di tenda tadi. aku memandang kesekitar, mencoba mencari jalan yang barusan ku lewati. aku pun berlari menjauh dari banyu sembari mengingat jalan yang ku lewati tadi. sampai ahirnya aku kembali ke tenda.

"Banyuuuuu, Banyuuuuuu, Toooooo, Yantoooooo" teriak Maya

yang lain pun meneriak kan nama ku dan nama Banyu, padahal seingatku itu juga baru lima menit, namun mereka seakan sudah sadar dengan tidak adanya keberadaanku.

"Rekkk, aku nok kene" kataku keras mendekat ke arah yang lain.

namun aneh, saat aku berteriak mereka seakan tidak mendengar suaraku. aku pun mencoba mendekat ke arah mereka, namun sekali lagi aku merasa mereka tak bisa melihatku. karna kesal aku pun mencoba menyentuh mereka namun sial ada semacam batasan diantara aku dan mereka. 

dadaku pun berpacu kencang, sempat terfikir, apa aku sudah mati? tapi matinya kapan? dimana? karna apa? perasaan sedari tadi aku hanya berlari, dan sedari tadi tak ada yang terjadi padaku kecuali bertemu dengan Banyu yang bersuara asing. 

namun pandanganku berfokus pada sosok dibelakang Maya, kini aku bisa melihatnya jelas, sosok yang dulu ku lihat di post satu, sosok yang menggunakan jarit putih dan kebaya merah. sosok yang menatap tajam walau wajahnya tak terlalu jelas. "Astaga dia batur"

seperti terngiang kata-kata Pakde Semo waktu itu. kata-kata yang mengatakan salah satu diantara kita membawa batur. ternyata benar Maya yang di maksud. aku hendak mendekat hendak menanyakan kenapa aku bisa melihatnya. toh perawakanya tak menakutkan. cantik khas wanita jawa. 

"Punten" (permisi)  kataku, namun belum sempat aku bertanya lebih panjang dia menatapku tajam.

"Aku ora melu urusan" (aku tidak ikut campur) katanya.


PETAK UMPET (Sudah tersedia versi E book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang