PERSIAPAN

2.3K 82 20
                                    

Malam kian larut saat diantara kami sibuk dengan fikiran masing-masing, saling menutup mulut rapat-rapat, saling membekukan hati, tanpa mau memperbincangkan hal lain. diantara kami seperti ada space yang begitu jauh antara satu sama lain.

"Mau sampai kapan kita diem dieman? masih banyak yang bisa di perbincangkan. masih banyak juga yang perlu di urus. sisa dua hari bukan?" tanyaku pada yang lain. 

mendengar yang aku katakan yang lain mulai memperhatikanku, terkecuali Maya, sedari tadi dia hanya menatap kosong ke arah jalan sembari mengigit jarinya. Seakan tidak tertarik dengan apa yang baru aku katakan barusan. 

"May.." panggilku lagi

"Sudah biarkan saja" kata Dadang malas.

Aku pun meng iyakan, selagi yang lain bisa di ajak berdiskusi aku rasa kekurangan satu orang tidak terlalu menghambat pembahasan yang akan didiskusikan untu besok. 

"Gini, kemarin saat kalian bilang kalian butuh sajen, aku sudah mengabari orang tua Yanto dan mereka menyanggupi untuk masalah kepala sapi nya. sedang keluarga Banyu menyumbang tumpeng. sisanya tinggal ayam kintamani, bunga, dan juga dupa arab. kira-kira bagaimana?" tanyaku pada mereka.

"Ayam kintamani nya biar jadi bagianku" kata Dadang yang langsung aku balas dengan anggukan. 

"Aku dan Rina sudah sepakat akan menyumbang makanan untuk semua orang yang akan ada di sana saat acara. bunga juga sudah di bantu dari warga desa. masalah Dupa arab nanti kita bisa membeli" kataku.

yang mendekat ada Banyu, Yanto, dan Rina. namun rasanya aku hanya berinteraksi dengan dua orang. sisanya membisu. namun karna masalah sudah kelar dan semua sudah di bicarakan aku pun pamit mau tidur lebih dulu, sekalian menyuruh yang lain untuk beristirahat, karna besok akan menjadi hari yang sangat sibuk. 

namun saat aku hendak masuk ke kamar, aku melihat Pakde Semo merangkul bahu Dadang lalu membisikkan sesuatu. setelah membisikkan sesuatu Pakde membawa dadang entah kemana. 

Tak sampai disitu, saat aku hendak memberi tahu Rina, Rina keluar dari kamar dengan keringat di dahinya.

"Beb!!" teriaknya saat melihatku.

"Kenapa?" tanyaku panik 

"aku mendengar Maya meracau tapi aku gak tau apa yang dia bilang, dan abis ngomong itu dia langsung..."

"Langsung apa?" tanya Maya.

namun ada yang aneh, tatapanya kosong namun tajam.  selain itu cara bicaranya datar namun dingin dengan pembawaan yang angkuh. entah hanya firasatku atau memang benar adanya, sifatnya sama sekali tidak mirip dengan Maya yang aku kenal.

"May kamu kenapa?" tanyaku

"Awakmu bedugal-bedugal! podo nyalahne putuku! padahal putuku ora salah opo-opo! ketulung salah siji teko awakmu-awakmu kui wes syukur, timbang ora ketulung loro karone" (kamu bedugal-bedugal! semua menyalahkan cucuku! padahal cucuku tidak salah apa-apa! tertolong salah satu diantara kalian itu harusnya sudah bersyukur, daripada tidak tertolong dua-duanya)

"Tapi koncoku percoyo karo awakmu. kancaku percoyo lak awakmu bakal ndudoi dalan balik! tapi awakmu malah nyilakani" (tapi temanku percaya sama kamu. temanku percaya kalau kamu bakal ngasih tau jalan pulang! tapi kamu malah mencelakai dia) 

Aku terkejut melihat Banyu yang sudah ada di belakangku tengah menatap tajam ke arah maya.

"Bahkan aku masih ingat sorot mata penuh harap dari kawanku, tapi kamu mematahkanya" kata Banyu yg mulai berat. tanda dia menyimpan sesak yang teramat sangat di dadanya. 

"Tidak tahu di untung" kata Maya tajam.

"Kalau cucuku tidak berbaik hati padamu. mungkin kamu sudah mati" imbuhnya.

"Sekarangpun rasanya aku seperti tengah mati secara perlahan. rasanya sesak sampai lupa caranya bernafas. bukankah begitu cara kerjanya perasaan bersalah? bilang pada cucumu aku menyukainya. tapi setelah berbuatanya, perasaanku mati bersama rasa bersalahku" kata Banyu kembali masuk ke kamar.

kususul dengan Rina. sembari menatap ngeri ke arah Maya

PETAK UMPET (Sudah tersedia versi E book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang