hari sudah semakin sore, sedang sedari tadi aku dan Banyu tidak juga menemukan jalan keluarnya. entah sudah sejauh apa kami berjalan namun semakin berjalan rasanya seperti semakin jauh dari jalan keluar itu sendiri.
"To, awakmu yakin a karo dalan seng adewe lewati?" (To kamu yakin gak sih sama jalan yang kita lewatin?) tanya Banyu mulai panik.
aku tak menjawab pertanyaanya. jujur saja aku masih sangat kesal, dan tidak sepenuhnya yakin dengan jalan yang aku ambil. Sebenarnya rencananya aku ingin berdiam disana sembari menunggu seseorang menemukan kami berdua. namun ku urungkan niatku karna walaupun bertemu dengan orang lain pun, orang lain itu juga tidak dapat melihat kami.
dari hutan yang sedikit renggang karna tak terlalu banyak pohon, kami memasuki hutan yang lebih rimbun. memasuki hutan yang sedikit lebih gelap karna cahaya matahari tertutup oleh ranting-ranting pohon.
"To?" panggil Banyu
"Opo?" (apa?) jawabku sinis
"krungu gak?" (denger gak?)
aku menghentikan langkahku, mencoba lebih peka ke sekitar. benar, aku mendengar seperti suara delman di tengah hutan. sempat terbesit itu hantu dan sebagainya, namun karna yang mendengar aku dan Banyu, aku sedikit berharap kalau itu adalah warga desa.
"Delman Yu!" kataku bersemangat
sedangkan Banyu manggut-manggut sekaligus lega karna ternyata yang mendengar bukan hanya dia.
aku mengikuti suara Delman tersebut, semakin lama suaranya semakin nyaring sampai ahirnya delman itu benar-benar kelihatan! menampakkan satu buah kuda di depan dengan joki nya di belakang. bajunya serba hitam dengan udeng di kepalanya. sesaat tak ada satupun hal yang mencurugakan. semua terlihat normal.
"Pak, permisi. bisa numpang gak saya sama temen saya tersesat"
orang itu tak menjawab namun menunjuk ke arah belakang. membuatku segera naik sebelum beliau berubah pikiran.
sepanjang perjalanan bapak itu diam, aku yang ingin menanyakan sesuatu pun juga sungkan. sehingga sepanjang jalan aku hanya memperhatikan sekitar, melihat barisan pohon-pohon hingga ahirnya memasuki sebuh pasar.
astaga! leganya aku ternyata bapak ini memang bukan orang jadi-jadian. kita beneran sampe di tengah-tengah pasar. walaupun tidak di desa, namun ini sudah lebih dari cukup. aku merogoh saku ku, mengeluarkan lembaran 20 an untuk membayar jasa si bapak yang sudah mengantar kita sampai di sini.
"Pak maturnuhun. sumpah saya gak ngerti lagi kalau bapak gak ada nasib saya dan kawan saya bakal gimana" (pak makasih) kataku Tulus. karna merasa sangat terbantu.
bapak itu menerimanya, namun sekali lagi beliau tidak membalas perkataanku. hening.
ah sudahlah. fikiranku sudah lelah dengan tumpukan hall negatif untuk saat ini saja aku ingin mempercayai apa yang aku lihat sebagai bentuk kebaikan Tuhan. syukurlah aku menemukan jalan.
setelah berpamitan kepada si Bapak, aku mendekati sebuah warung. terlihat ibuk-ibuk tengah sibuk meladeni banyak pembeli. fokusku tertuju pada warung yang terbuat dari bambu, semua orang yang masih memakai jarit, juga laki-laki yang menggunakan baju serba hitam. aku seperti tengah di bawa ke kehidupan masa lampau dengan segala atribut yang mereka kenakan.
"Emhh buk, pesen kopinya dua" kataku mencoba se sopan mungkin.
"Monggo mas" (silahkan mas) kata ibuk itu menunjuk ke salah satu meja yang masih kosong.
Aku tersemyum hangat, segera menempati tempat duduk yang sudah di persilahkan ibu tadi.
"To kok nggone aneh yo?" (To kok tempatnya aneh ya?) tanya Banyu sembari memperhatikan ke sekitar.
"Aneh opo neh? awakmu wi seng aneh, nguber wadon seng gak genah" (apa lagi? kamu itu yang aneh, ngejar cewek yang gak jelas) kataku yang masih kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETAK UMPET (Sudah tersedia versi E book)
Horror(sebagian chapter di hapus untuk keperluan penerbitan) aku tengah bersembunyi, namun aku takut saat mereka tak bisa menemukan aku. Demi apapun juga, jangan pernah bermain "PETAK UMPET" versi Ebook bisa di beli di : https://play.google.com/store/book...