YANTO SACTION

1.7K 71 33
                                    

"Hah hmmmmm Awwww" aku mengerjab-ngerjab kan mataku. sebisa mungkin meraup sadar. setelahnya menengadah ke langit. "Apa aku sudah mati? rasanya seluruh badanku susah untuk di gerakkan. juga sakit di setiap sendinya" tanyaku pada butiran sinar di langit yang makin lama makin terang, menandakan sebentar lagi pagi akan datang. 

Aku kira aku sudah mati. sampai berpesan pada Banyu untuk hidup lebih baik dariku. nyatanya walau aku masih disini. aku masih bernafas, masih bisa merasakan sakit. juga tidak melayang di udara seperti orang-orang mati yang aku lihat di film-film. bukankah aku harus bersyukur? bukankah Tuhan sedang berbaik hati padaku? namun entahlah aku sangat lelah. hari demi hari seperti tidak ada habis nya. berputar-putar di tempat yang sama.

Terlebih Banyu sudah pulang, pastilah dia bilang aku tidak selamat. dan bisa jadi orang-orang tidak akan mencariku. sedang keadaan semakin buruk karna rasa lapar yang aku rasakan, haus , juga depresi ringan. ingin mati saja rasanya. 

Aku meraba kakiku "Ahhhh" teriakku, lalu melihat warna merah menempel di tanganku. sial pasti tulang kering ku tergores sesuatu, jangankan untuk menekuk bergerak sedikit saja sakitnya luar biasa. Untuk memastikan aku meraba badanku memastikan bagian mana saja yang terluka. namun untunglah hanya kakiku yg tergores sisanya hanya sedikit lebam. sedikit brsyukur karna setidaknya aku bisa bertahan beberapa hari, dengan harapan ada yang menolong.karna jika harus naik ke atas tebing sudah pasti aku tidak bisa. 

Malam berganti pagi, dengan datangnya matahari yang kian terik. jujur tadinya Luka ku tidak se ngilu itu sampai sesuatu seperti menjilati lukaku. memberikan nuansa ngilu yang teramat sangat. 

"Sial" teriakku

"Jauhh jauhhh" kataku dengan degub jantung yang teramat sangat. 

bagaimana tidak aku melihat sesuatu yang besar, berwarna putih dengan garis hitam di badanya. 

"Hei Karnifora! enyah hush hush" kataku panik

ah aku sepertinya aku akan tamat! macan itu melihatku terus menerus. menatapku dengan tatapan ingin menerkamku. 

"Seng nulung kudu di tulung" (yang menolong harus di tolong) 

aku membelalakkan mataku.

"BISA NGOMONG? KAMU BISA NGOMONG?" teriakku.

"SI..SILUMAN" 

aku menutup wajahku. aku tidak bisa bergerak, terluka parah dan di depanku ada siluman yang menyerupai macan, dibanding macan biasanya besarnya bahkan hampir tiga kali lipat. sangat besar dan menyeramkan. jika dia memakanku pun pasti hanya bisa mengisi separu perutnya.

Namun saat aku membuka tanganku, ku lihat dia sudah pergi. hal itu membuatku bingung, apa maksud dari pertolonganya. jika dia menolong harusnya dia meminta apapun dariku, karna saat dia tidak meminta apapun hal itu malah membuatku takut dan terus menerka-nerka. 


Di seperempat siang aku mendudukkan badanku. merasakan gemuruh di perutku yang menuntut sesuatu untuk di makan. dan anehnya saat aku melihat bekas sobekan celanaku, terdapat luka yang mengering. luka yang aku tau benar saat aku menyentuhnya luka itu masih menganga, dan kini sudah rapat.

Entah harus merasa senang atau merasa bingung dengan kejadian yang ku alami ini. yang pasti ini menjadi jauh lebih mudah saat aku bisa berjalan.

Aku kembali menatap pada tebing, masih ada sisa tanah yang longsong karna tak kuat menahan beban tubuhku. masih terekam jelas hal yang membuatku kaget setengah mati hingga terjatuh. kepala dari baturnya Maya yang tiba-tiba menyembul dari balik tanah. aku menarik nafas panjang sembari berharap, semoga yang terjadi padaku bukan seperti yang aku fikirkan. semoga. 






PETAK UMPET (Sudah tersedia versi E book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang