YANTO SACTION

1.9K 109 15
                                    

Malam tak pernah sepekat ini, tak pernah. mungkin baru sekarang itupun karna aku jauh dari rumah. merindukan juga tak pernah selelah ini, biasanya jika rindu aku hanya akan pulang itupun kendalanya mungkin ban motor yang bocor atau hanya kehabisan bensin. tidak pernah sampai harus masuk ke dalam hutan lalu kesulitan untuk pulang. 

Malam semakin pekat saat ku rasakan sesuatu melewati perutku.

"Asuu ular" pekik ku saat ular itu melewati perutku dengan sengaja. aku yang ngeri pun naik ke atas pohon melihat kian banyak ular yang melewati bawah pohon.

"Wes wayae" (sudah saatnya) kata sosok maung yang ikut naik ke atas pohon.

"wayae?" (saatnya?) tanyaku bingung.

"Reneo nyedek aku" (kesini dekat aku) katanya.

aku pun menurutinya, naik ke dahan tertinggi lalu melihat ke seberang, kebetulan malam ini terang bulan atau bisa di bilang bulan purnama, dimana semakin memudahkanku untuk melihat kesekitar. 

"Astaga" pekik ku

melihat banyaknya mahluk yang berbondong-bondong ke arah tebing yang dulu sempat ku panjat. sungguh sangat banyak sampai susah untuk mendeskripsikan satu per satu. 

Diantaranya ada mahluk tanpa kepala, mahluk dengan tinggi hingga diatas pohon yang aku naiki, sosok yang berkoloi, sosok dengan baju kerajaan, perempuan setengah ular, aneka ular bermata merah menyala, dan yang terahir adalah sosok yang tiba-tiba berhenti lalu berpaling melihat ke arahku sembari  menatapku tajam namun bibirnya menyeringai membuatku mengalihkan pandangan karna wujudnya yang terlalu menyeramkan. 

"Dee sek mingini awakmu" (dia masih pingin kamu) kata sosok maung sembari menatapku

"Terus?" tanyaku tak suka

"Aku sesok ora iso mbaturi awakmu. tak pantau tok tekan adohan" (aku besok tidak bisa menemanimu. ku perhatikan dari jauh) kataku

"Opo o?" kataku dengan intonasi tinggi. 

"Awakmu kudu nglewati sesok ijen. akeh pelajaran seng bakal kok entok tekan iku kabeh" (kamu harus melewati besok sendirian. banyak pelajaran yang akan kamu dapatkan dari itu semua) kata sosok Maung

Namun aku masih bingung dengan semua yang akan terjadi di hari esok, apakah aku harus melewati segitu banyaknya mahluk? atau aku akan di kejutkan dengan semua sosok itu mengelilingi ku dan menghalangiku untuk besok. entahlah aku sangat bingung.

"Opo o kok kabeh podo mlumpok ndek kono?" (kenapa semua berkumpul disana?) 

"ngenteni bagian" (menanti bagian) 

keningku berkerut memikirkan apa kira-kira bagian yang mereka nantikan, bagian yang bisa di bagi untuk sosok sebanyak ini. namun enggan memikirkan banyak hal, aku lebih memilih memendam semuanya, membiarkan hari esok datang sebagaimana mestinya. walau pasti ada kekawatiran mengingat Maung tidak bersamaku besok, sendirian ternyata semengerikan ini.

Aku mengatur posisiku, mencoba untuk memperhatikan sosok yang satu persatu naik ke atas. lalu saat tak ada satupun sosok yang tersisa aku mencoba untuk tidur. walau pikiranku sendiri penuh dengan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa aku fikirkan.

"Pengalaman sesok gak bakal iso kok lalekne. bar awakmu metu tekan kene awakmu bakal iso milah opo seng pantes kok cekel, opo seng kudu kok colne. ati kadang kudu panggah di gae, nanging lueh apik lak utek melu njikok bagian. ndek mben pemikiran" (Pengalaman besok tidak akan bisa kamu lupakan. setelah kamu keluar dari sini kamu akan dapat memilah, apa yang pantas untuk kamu pertahankan, dan apa yang musti kamu lepaskan. hati memang harus tetap di pakai, tapi lebih baik kalau logika ikut mengambil peran dalam sebuah pemikiran) kata maung sebelum ahirnya pergi.

PETAK UMPET (Sudah tersedia versi E book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang