PUNCAK ARJUNA

2.5K 60 4
                                    

Aku berjalan menjauh dari sosok Bapak tua tadi.

masih terekam jelas di ingatanku, wajah rusak yang ku lihat semalam. Ahhh entah semalam aku sedang berhalusinasi atau memang yang ku temui tadi adalah wujud bagusnya. aku tak tau. yang aku tau mahluk halus memiliki banyak wajah.

"Nyapo To? kok awakmu koyok keweden?" (kenapa To? kok kamu kayak ketakutan?) tanya Dadang menyamakan langkah kaki. 

"Hmmmm Dang, jane seng adewe golek i opo to nde gunung? kok rasane aku ngganjel?" (hmmmm Dang, sebenarnya yang kita cari apa sih nde gunung? kok rasanya perasaanku ngeganjel?) tanyaku lelah.

bagaimana tidak lelah, setiap berjalan aku tak tenang, setiap berhenti ke suatu tempat selalu di hantui. padahal aku gak bermaksut mengganggu. apalagi sampai mau membuat rusuh di gunung. sungguh tidak ada niat sama sekali. tapi kenapa selalu aku yang di ganggu?

namun tak ku utarakan saat Dadang masih berfikir soal pertanyaanku. 

"Ngene lho To, niatku apik kok gowo awakmu mbi arek-arek nok gunung. gak enek niat nggo nyelakani. aku mikir lak ndek gunung kan sepi, gak onok sinyal. aku mek pengen pas cetuk an adewe fokus ngobrol gak e hp an" (gini lho To, niatku baik kok bawa kamu sama anak-anak ke Gunung. gak ada niat sama sekali buat nyelakain kalian. aku cuman berfikir kalau bawa kalian ke gunung, kalian akan fokus ke satu sama lain. karna ga ada sinyal jadi ga pada main hp) kata Dadang panjang lebar.

aku yang paham pun mengangguk, selanjutnya aku kembali berjalan ke belakang. menyadari kalau di belakang Banyu tak ada orang. karna kami hanya ber 6 tanpa adanya pendaki lain, kami harus pandai-pandai menjaga satu sama lain.

sesampainya di belakang Banyu, aku teringat saat dia berbicara sendiri tadi pagi. karna aku tidak sempat menanyakan, aku pun menanyakan padanya untuk memastikan.

"Yu? awakmu mau isuk omong-omongan karo sopo?" (Yu? kamu tadi pagi bicara sama siapa?) tanyaku penasaran

"Emhhh, gak kok nglindur aku paling" (hmm, engga kok. ngigo mungkin aku) kata Banyu menyanggah.

"Nglindur kok sadar? Nglindur kok ngerti lak nglindur?" (ngigau kok sadar? ngigau kok tau kalau lagi ngigau?) tanyaku semakin yakin ada yang di sembunyikan Banyu.

"Opo o To? awakmu kok nakok i aku koyok nakok i maling?" (kenapa sih To? kamu nanyain aku kok kaya nanyain maling?) kata Banyu tak suka

"Kok awakmu pegel? lak awakmu ancen gak ndelekne opo-opo wayae awakmu gak nesu" (kok kamu kesel? kalau kamu gak nyembunyiin apa-apa kamu harusnya gak marah) kataku masih bersikeras.

namun saat Banyu hendak menjawab terdengar teriakan dari cecep.

"Bebbbbbb sikil ku bebbbbb, ihhh gilo gilo hihhhhhhhh bebbbb" (bebbbbbb kaki ku bebbbbbb, ihhh geli geli bebbbbb) teriak Cecep sontak membuat ku mengerumuninya.

"Asuuuuuuuu, tak kiro lak nyapo awakmu! tibak e mek kenek an pacet" (anjingggg, ku kira kenapa kamu! ternyata cuman kenak lintah) kataku kesal bukan main

"Opo??? mek pacet? ra ndelok a sikilku pendarahan?" (apa? cuman pacet? kamu gak liat kakiku sampai pendarahan?) kata Cecep saking kesalnya

sedangkan Rina sudah terpingkal-pingkal sedari tadi.

"Ilak i to, tulung" (hilangin dong, tolong) kata Cecep memelas

Dadang yang kasian mengeluarkan satu batang rokok, mengeluarkan tembakau nya, mengunyah sebentar, lalu menempelkan di kaki Cecep. Pacet itu pun terlepas. ahhh aku baru tau cara menghilangkan pacet seperti itu. 

"Ihhhh gilani, gopak idu mu dang, kan awakmu gak tau sikatan" (ihhh geli Dang, kena ludah mu! kan kamu gak pernah sikat gigi) kata Cecep yang di hadiahi jitakan dari Dadang.


tak lama berjalan kami sampai di puncak. ahirnyaaa kami sampai di puncak tanpa kekurangan suatu apapun. di tambah dengan panorama lautan awan yang tiada duanya.   membuatku berdecak kagum sedari tadi. ku panjatkan syukur kepada Tuhan karna di beri kesempatan untuk sampai di puncak Gunung Arjuna.

namun baru saja aku bersyukur, terdengar suara tawa yang langsung membuat bulu kudukku merinding.

PETAK UMPET (Sudah tersedia versi E book)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang