Happy reading...
Pagi ini dua gadis menuruni tangga dirumah yang bisa dibilang sangat besar, keduanya cukup bahagia saat ini.
"Pagi Bi Lastri." Sapa keduanya lalu duduk dimeja makan.
"Pagi non-non yang cantik." Lastri balik menyapa dengan senyum hangatnya.
"Ayo makan, Bibi udah masakin sarapan yang enak." Lastri mengambilkan makanan untuk dua gadis yang sudah duduk dengan tenang menunggu sarapan mereka.
"Makasih Bi." Ujar keduanya lalu memakan sarapan mereka masing-masing.
*********
"Yah." Panggil Agil dimeja makan setelah menyelesaikan sarapannya. Didin menengok sekilas lalu menyeruput kopinya kembali.
"Mereka udah mulai gerak." Didin mengerutkan kening tak paham, namun sejurus kemudian kerutan di keningnya hilang.
"Berarti kamu juga mulai gerak. Ayah akan suruh orang buat nyari tahu siapa dalangnya. Jadi kamu bisa fokus." Ujar Didin.
"Ngga perlu Yah. Biar suruhan Agil aja yang cari tahu sendiri." Didin pun hanya mengangguk dan menyerahkan semuanya pada putranya itu.
Dwi yang sedari tadi melihat keduanya membicarakan gerak-gerak, mendengus kesal karena tidak tahu apa yang dimaksud keduanya.
"Kalian berdua sebenernya lagi bahas apa sih? gerak-gerak, gerak apa?" Didin dan Agil saling berpandangan, lalu pria itu terkekeh melihat tingkah istrinya.
"Masalah perusahaan Bunda." Terang Didin.
"Gitu baru Bunda tahu. Kalian berdua dari tadi cuma bahas gerak-gerak, kan pusing dengernya." Dumel Dwi.
"Ya udah, Agil berangkat dulu Bun." Agil beranjak mendekati Dwi, mencium punggung tangan wanita itu lalu beralih mengecup pipi wanita itu.
"Hati-hati Sayang." Agil mengangguk lalu melenggang pergi dan hilang dibalik pintu.
"Anak itu giliran sama Ayahnya aja kaya sama siapa, ngga pamit." Kini Didin yang mendengus dengan tingkah putranya itu.
"Persis kaya Bapaknya dulu." Gumam Dwi pelan. Didin yang mendengar menyengir.
Kini matahari pun semakin naik, menandakan keadaan semakin siang. Semua orang sibuk melakukan aktivitas mereka masing-masing begitupun halnya dengan gadis berkuncir kuda.
Dia sedikit berlari untuk sampai di cafe tempatnya bekerja. Hari ini cuaca begitu terik dan dia yakin cafe pun akan ramai, begitu diambang pintu cafe, dia mendorongnya dan masuk. Kakinya melangkah keruang khusus kariyawan, sampai disana dia secepat kilat berganti pakaian.
"Pas sekali, antar ini kemeja sana." Tunjuk Lia saat melihat kedatangan Bathari. Bathari pun mengangguk semangat lalu mengambil alih nampan dan membawanya kemeja yang ditunjuk Lia.
"Selamat menikmati." Ujarnya lengkap dengan senyumannya, lalu melangkah kembali meninggalkan meja. Dia terus saja mengantar pesanan dan harus selalu menampakkan senyum manisnya.
Rambutnya yang dikuncir pun ikut bergerak sesuai dengan langka gadis itu yang terkadang cepat dan lambat. Dia terus saja bergerak tanpa henti.
"Pelayan." Suara itu membuatnya mendekat. Kakinya melambat seiring dia mulai dekat dengan meja dimana seseorang memanggilnya. Dia menarik nafasnya dalam, lalu menampilkan kembali senyumnya.
"Silakan Mbak." Bathari mengulurkan buku menu pada gadis dihadapannya. Gadis itu pun tersenyum sinis sambil menerimanya. Kanaya, dia menatap Bathari tak suka.
"Capucino dingin dan sepotong tiramisu, satu lagi secanggir kopi ekspreso dingin." Bathari mengangguk dan menyebutkan kembali pesanan Kanaya, lalu melangkah pergi begitu pesanan gadis itu benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sacrifice in Love ( SIL )
Любовные романыSacrifice in Love Bercerita tentang pertemuan Bathari satu tahun yang lalu dengan seorang Agil yang memiliki tatapan tajam. Pertemuan keduanya kemudian berlanjut saat keduanya kembali dipertemukan dalam kecelakaan yang hampir menimpa pria itu. Hingg...