#34

743 77 44
                                    

Aku berlari dengan tergesa-gesa begitu turun dari taksi. Aku langsung menekan lift ke lantai apartemen Jaehyun—dulunya apartemen kami. Begitu pintu lift terbuka aku langsung melihat Taeyong dan seorang security di depan apartemen Jaehyun.

"Ahjussi, ini istrinya," ujar Taeyong sambil menunjukku. "Boleh minta dibuka pintunya?"

"Maaf, apa nona tidak tahu password apartemen ini? Maksudnya, kalian suami istri. Apa kalian tidak tinggal bersama?" tanya security itu dengan penuh hati-hati.

Aku terdiam. Begitupun dengan Taeyong yang nampak kebingungan mencari alasan.

"Apartemen ini cuman tempat istirahat aja," seru Taeyong sambil menatapku. "Dia tinggal di rumah sama istrinya. Kesini kalau mau tidur siang aja, deket dari hotel soalnya."

"Baiklah," security itu mulai menghubungi seorang teknisi melalui ponselnya. "Kalau dibuka pakai master key, nanti harus di reset ulang passwordnya."

Taeyong mengangguk, akupun begitu. Hanya perlu waktu sepuluh menit hingga seorang teknisi datang lengkap dengan perlengkapannya. Dia mulai melakukan sesuatu—entah ngapain di bagian lock door hingga akhirnya terdengar bunyi beep dan pintu pun terbuka.

"Kamu cari dulu Jaehyun ke dalem," ujar Taeyong. "Urusan pintu ini biar aku yang urus."

Aku mengangguk dan langsung masuk. Begitu masuk ke dalam, aku jadi teringat semasa tinggal disini pas awal menikah sampai hamil Juno. Apartemen ini punya kenangan tersendiri di hatiku, bedanya sekarang apartemennya tampak lengang, nggak ada banyak barang atau furniture lainnya.

"Jaehyun?" panggilku, nggak ada tanda kehidupan disini.

Aku berjalan ke arah pintu kamar. Pintunya tertutup. Aku menghela nafas lalu memberanikan diri untuk memegang knob dan membukanya secara perlahan—untung aja nggak di kunci.

Mataku langsung terbelalak begitu melihat Jaehyun berada di atas tempat tidur—meringkuk di balik selimut. Tubuhnya menggigil hingga mulutnya terbuka, deru nafasnya nggak beraturan, wajahnya pucat dan keringat dingin bercucuran di sekujur tubuhnya.

"Jaehyun!"

Aku yang panik langsung berlari ke arah tempat tidur, menepuk pipinya berkali-kali. Jaehyun membuka matanya perlahan namun bibirnya bergetar tak mampu mengucap sepatah katapun.

"Oh my god," gumamku panik sambil mencoba mengecheck suhu tubuhnya. "Kamu demam tinggi. Kita ke rumah sakit ya."

Jaehyun menahan tanganku lalu menggeleng.

"Kenapa? Demam kamu tinggi banget," Seruku panik. "Jangan keras kepala, okay? Kita ke rumah sakit sekarang."

Jaehyun menggeleng, matanya sendu. "Ja—jangan Jiho, please."

"Kenapa?" tanyaku penuh khawatir. Aku mengusap keringat dingin di dahinya.

Jaehyun hanya diam. Tak lama aku mendengar suara langkah kaki dan Taeyong muncul di ambang pintu. Wajahnya jelas kaget begitu melihat Jaehyun dalam kondisi seperti ini.

"Taeyong, kita harus ke rumah sakit." Ujarku terburu-buru.

"Hyung, no, please!" gumam Jaehyun lemah.

"Kenapa, sih? Kenapa kamu nggak mau ke rumah sakit?" tanyaku panik, aku nyaris berteriak karena kesal dengan sikap keras kepalanya. "Kenapa? Takut di suntik?"

Jaehyun hanya mengerang.

"Dua hari lagi ada rapat penting," ujar Taeyong, mencoba menjawab pertanyaanku. "Kalau orang-orang tahu Jaehyun sakit, saham JJ Hotel bisa turun. Dan itu nggak baik."

IT STARTED IN THE WINTER [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang